seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Cemburu di Kantor
Hari-hari setelah percakapan dengan Sugi berlalu dengan cepat, tetapi ketegangan di kantor semakin terasa. Lieka berusaha mengabaikan rumor dan tekanan dari karyawan yang skeptis, namun suasana hati Tanier mulai memengaruhi suasana di tempat kerja.
Ketika Lieka memasuki ruang kerjanya, dia merasakan tatapan menghakimi dari beberapa karyawan. Beberapa dari mereka masih memperdebatkan hubungan Tanier dan Lieka di belakang punggung mereka, sementara yang lain tidak ragu untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka.
Tanier, yang berada di ruang kerjanya yang berdekatan, menyadari bahwa suasana semakin tegang. Dia melihat beberapa karyawan berbicara dengan nada meremehkan ketika Lieka lewat. Hal ini membuatnya merasa cemburu dan marah, tetapi dia tahu bahwa dia harus tetap tenang demi kepentingan Lieka.
Satu sore, saat Lieka dan Tanier sedang mengerjakan proyek penting di ruang rapat, mereka mendapatkan berita mengejutkan. Seorang karyawan baru, Maya, seorang wanita muda yang seksi dan ambisius, telah diangkat untuk membantu Lieka dalam proyek besar tersebut.
“Selamat datang, Maya. Aku berharap kita bisa bekerja sama dengan baik,” sapa Lieka, mencoba bersikap profesional meskipun ada perasaan cemas di dalam dirinya.
“Terima kasih, Ibu CEO! Aku sangat mengagumi cara kerjamu. Pasti menyenangkan bisa berkolaborasi langsung denganmu,” jawab Maya, menatap Lieka dengan penuh kekaguman, sambil sesekali mencuri pandang ke arah Tanier.
Lieka merasakan adanya ketegangan saat Maya mulai bersikap lebih akrab dengan Tanier, memanggilnya dengan sebutan “Tan” yang terdengar sangat akrab. Hal ini membuat Lieka merasakan cemburu yang mulai mengganjal di hatinya.
Selama beberapa hari berikutnya, Maya terus mencari kesempatan untuk berinteraksi dengan Tanier. Dia sering menyela obrolan antara Tanier dan Lieka, membuat lelucon yang menggoda, dan seringkali mengarahkan perhatian pada Tanier.
Lieka berusaha bersikap profesional, tetapi rasa cemburu itu tak bisa dihindari. Dia merasa terjebak antara keinginannya untuk percaya pada Tanier dan ketakutannya akan ketidakpastian di sekitarnya.
Suatu malam, saat mereka selesai bekerja, Lieka merasa perlu membahas perasaannya dengan Tanier. Mereka berjalan pulang bersama, suasana di antara mereka terasa agak tegang.
“Tanier, bisa kita bicara?” tanya Lieka, mencoba menjaga nada suaranya agar tidak terkesan terlalu mendesak.
“Tentu saja, ada apa?” jawab Tanier dengan senyum, tetapi mata Lieka melihat sorot cemas di wajahnya.
“Aku merasa ada sesuatu yang aneh di kantor akhir-akhir ini,” ujar Lieka, dengan nada serius. “Maya sepertinya terlalu berusaha mendekatimu, dan itu membuatku merasa tidak nyaman.”
Tanier terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Aku menyadari itu. Dia memang tampak sangat antusias, tetapi aku tidak ingin terjebak dalam situasi yang tidak nyaman. Aku hanya ingin fokus pada pekerjaan dan hubungan kita.”
Lieka merasakan sedikit kelegaan, tetapi cemburu itu masih mengganjal. “Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku peduli, dan aku tidak ingin ada yang merusak hubungan kita.”
“Aku berjanji, tidak ada yang lebih penting daripada hubungan kita. Kita akan menghadapi ini bersama,” Tanier meyakinkan Lieka dengan menggenggam tangannya.
Setelah pembicaraan itu, Lieka merasa lebih tenang. Namun, saat mereka kembali ke kantor keesokan harinya, suasana cemburu itu kembali muncul. Maya dengan percaya diri menghampiri Tanier dan menawarkan bantuan dalam presentasi yang akan datang.
“Tan, jika kau butuh bantuan, aku bisa membantumu merapikan presentasi. Kita bisa bekerja sama setelah jam kerja,” ujar Maya, dengan senyuman yang membuat Lieka merengut.
Tanier menatap Lieka sejenak, dan sebelum dia bisa menjawab, Lieka cepat-cepat berkata, “Aku rasa Tanier tidak perlu bantuan tambahan. Kami sudah memiliki rencana yang jelas.”
Maya terkejut, tetapi segera membalas dengan senyuman sinis. “Oh, tentu saja. Aku hanya ingin membantu. Setelah semua, kita semua ada di sini untuk mendukungmu, kan, Ibu CEO?”
Lieka menahan napasnya, berusaha untuk tetap tenang di depan Maya, tetapi perasaan cemburu itu kembali muncul. Tanier melihat Lieka, merasakan ketegangan yang mulai meningkat.
Setelah Maya pergi, Tanier mendekati Lieka. “Kau tidak perlu cemas. Aku hanya ingin menyelesaikan pekerjaan. Kita akan menunjukkan kepada semua orang bahwa kita bisa melakukannya bersama.”
“Aku tahu, tetapi Maya terlalu berusaha mendekatimu. Aku hanya tidak ingin dia menciptakan masalah di antara kita,” ungkap Lieka, menatap Tanier dengan tatapan penuh harap.
Tanier tersenyum lembut, “Cinta kita lebih kuat dari sekadar cemburu atau rumor. Aku berjanji tidak akan membiarkan siapapun merusak hubungan kita.”
Mendengar kata-kata Tanier, Lieka merasa sedikit lega, tetapi dia tahu bahwa tantangan di depan masih besar. Ketegangan antara mereka berdua dan Maya hanya semakin memanas, dan Lieka merasa harus melakukan sesuatu untuk mengatasi situasi ini.
Saat hari berlalu, Lieka mengambil keputusan untuk menghadapi Maya secara langsung. Dia ingin memberi tahu Maya bahwa dia tidak akan membiarkan siapa pun merusak hubungan yang telah dia bangun dengan Tanier.
Ketika kesempatan itu tiba, Lieka mencari Maya di ruang kerjanya. “Maya, bisakah kita bicara sebentar?” tanyanya, dengan nada tegas.
Maya mengangkat alisnya, tetapi kemudian mengangguk. “Tentu, ada yang ingin kau katakan, Ibu CEO?”
Lieka menghela napas, “Aku ingin kita tetap bersikap profesional di kantor. Hubungan Tanier dan aku adalah hal yang penting, dan aku tidak ingin kau menciptakan ketegangan di antara kita.”
Maya menyeringai, “Oh, jangan khawatir, Lieka. Aku hanya ingin bekerja sama dan tidak berniat menciptakan masalah. Hanya saja, kadang aku merasa Tanier bisa lebih dari sekadar karyawan.”
Lieka merasakan emosi di dalam dirinya. “Dia adalah bagian dari timku, dan aku ingin kau menghormati itu. Kita bisa bekerja dengan baik tanpa saling bersaing.”
Setelah pertemuan itu, Maya tampak tidak terlalu senang, tetapi Lieka merasa lega telah menyampaikan pendapatnya. Dia tahu bahwa tantangan ini belum berakhir, tetapi dia merasa lebih kuat setelah berbicara langsung.
Saat dia kembali ke ruang kerjanya, Tanier menantinya dengan senyum. “Kau baik-baik saja? Aku melihatmu berbicara dengan Maya.”
“Aku baik-baik saja. Aku hanya memberi tahu Maya bahwa hubungan kita harus dihormati,” jawab Lieka dengan percaya diri.
Tanier terlihat bangga. “Aku suka cara berpikirmu. Kita akan melalui ini bersama.”
Di malam hari, setelah seharian penuh dengan ketegangan di kantor, Tanier mengajak Lieka ke tempat makan malam yang romantis. Dia ingin membuat Lieka merasa istimewa dan melupakan semua kekhawatiran.
Ketika mereka duduk di restoran yang elegan, suasana mulai menjadi lebih santai. Makanan lezat dan suasana romantis membantu mengalihkan perhatian mereka dari segala masalah yang ada.
“Terima kasih telah bersikap tegas dengan Maya. Aku tidak ingin kau merasa tidak nyaman di kantor,” kata Tanier, menggenggam tangan Lieka di atas meja.
“Begitu pula aku, Tanier. Kita perlu saling mendukung, apapun yang terjadi. Aku tidak akan membiarkan siapapun merusak hubungan kita,” jawab Lieka dengan tulus.
Malam itu, mereka berbincang-bincang dengan hangat dan saling mengungkapkan cinta mereka. Di saat-saat penuh cinta itu, Lieka mulai melupakan rasa cemburu yang sempat mengganggu. Dia merasa bahwa cinta mereka cukup kuat untuk mengatasi segala rintangan.
Saat pulang, Lieka merasa bersyukur memiliki Tanier di sampingnya. Dia tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi bersamanya, dia yakin bisa menghadapi semua tantangan yang akan datang.
Setelah makan malam yang penuh cinta, Lieka merasa bersemangat untuk menghadapi hari-hari mendatang. Namun, saat dia tiba di kantor keesokan harinya, suasana kembali tegang. Maya tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah; malah, dia semakin agresif dalam upayanya untuk mendapatkan perhatian Tanier.
Saat Lieka memasuki ruang kerjanya, dia melihat Tanier dan Maya sedang berdiskusi serius. Maya berdiri terlalu dekat dengan Tanier, menyentuh lengan Tanier dengan akrab. Melihat pemandangan itu, Lieka merasakan rasa cemburu menggerogoti hatinya, meskipun dia berusaha untuk tetap tenang.
“Lieka! Bagaimana kabarmu?” sapa Maya dengan senyuman lebar saat melihat Lieka.
“Baik, terima kasih,” jawab Lieka singkat, lalu beralih kepada Tanier. “Tanier, ada beberapa hal yang perlu kita diskusikan mengenai proyek.”
Tanier menatap Lieka dan mengangguk, tetapi Maya tidak mau kehilangan momentum. “Oh, jangan khawatir, Lieka. Tanier dan aku sudah membahas banyak hal, dan kami hampir siap untuk presentasi,” ujarnya dengan nada menggoda.
Lieka berusaha mengabaikan nada sinis dalam suara Maya. Dia mengingatkan dirinya untuk tetap profesional dan fokus pada pekerjaan. “Baiklah, aku akan menyiapkan materi presentasi. Mari kita bertemu di ruang rapat dalam waktu setengah jam,” ucap Lieka, berusaha tidak menunjukkan ketidaksukaannya.
Di ruang rapat, suasana mulai membara. Lieka mencoba untuk memimpin pertemuan, tetapi Maya sering menyela dan berusaha menarik perhatian Tanier. Setiap kali Maya menyebut nama Tanier, Lieka merasakan api cemburu yang berkobar di dalam hatinya.
“Tan, apa pendapatmu tentang ide ini?” tanya Maya sambil menyandarkan tubuhnya ke arah Tanier, seolah-olah mengharapkan perhatian lebih.
Tanier tampak bingung. Dia lebih suka mendengarkan Lieka dan memberikan dukungannya. “Aku setuju dengan Lieka. Kita harus fokus pada rencana yang telah kita buat,” jawabnya, berusaha mengalihkan perhatian Maya.
Namun, Maya tidak menyerah. “Tapi aku yakin ada beberapa pendekatan yang bisa kita eksplorasi lebih jauh. Tanier, aku tahu kau punya banyak ide brilian,” godanya, sembari memberikan senyuman yang membuat Lieka merasa kesal.
Setelah rapat berakhir, Lieka tidak bisa menahan diri lagi. Dia mendekati Tanier dan berbicara dengan nada tegas. “Tanier, aku merasa kita perlu membatasi interaksi dengan Maya. Aku tidak suka caranya mendekatimu,” ungkap Lieka, mencoba mengatur emosinya.
Tanier terkejut mendengar ketegasan Lieka. “Aku paham, dan aku berjanji tidak akan membiarkan siapa pun mengganggu hubungan kita. Tapi, kita juga harus bersikap profesional di kantor.”
Lieka mengangguk, tetapi hatinya masih diliputi kecemasan. Dia tahu bahwa dunia bisnis kadang bisa sangat kompetitif, dan dia tidak ingin kehilangan Tanier hanya karena ketidakpastian.
Sore itu, saat Tanier sedang lembur untuk menyelesaikan pekerjaan, Maya muncul lagi. Dia menawarkan untuk membantu Tanier menyelesaikan laporan yang harus diserahkan keesokan harinya. Lieka yang melihatnya dari kejauhan merasa cemburu.
Ketika Tanier melihat Maya menghampirinya, dia tidak bisa menolak tawaran bantuan itu. “Baiklah, terima kasih, Maya. Aku akan sangat menghargainya,” jawab Tanier, berharap bisa mengakhiri pekerjaan dengan cepat.
Namun, saat mereka bekerja bersama, Lieka tidak dapat menghilangkan rasa gelisah di hatinya. Dia memutuskan untuk memantau dari jauh.
Di tengah suasana tegang itu, Tanier memperhatikan bahwa Maya mulai bersikap lebih mendesak. “Tan, apa kau tidak ingin kita pergi makan malam setelah ini? Kita bisa merayakan keberhasilan proyek ini,” ujarnya, memberikan senyuman menggoda.
Tanier merasa terjebak. “Maya, aku sudah memiliki rencana dengan Lieka malam ini. Mungkin lain kali?” jawabnya, mencoba menghindar.
“Ah, sayang sekali. Kalian bisa berencana bersama, tapi aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu. Kita bisa menjadi tim yang hebat,” Maya menekankan, berusaha menarik perhatian Tanier lebih jauh.
Mendengar itu, Lieka merasa hatinya hampir hancur. Dia tidak ingin bersikap kekanak-kanakan, tetapi perasaan cemburu itu membuatnya ingin melangkah masuk dan menghadapi Maya. Namun, dia menahan diri dan mencoba untuk bersikap tenang.
Ketika malam tiba, Lieka dan Tanier akhirnya bertemu di restoran yang telah mereka rencanakan. Suasana romantis yang semula membuat Lieka bersemangat kini terasa berat. Dia merasa tertekan dengan semua yang terjadi di kantor.
“Lieka, kau terlihat tegang. Ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya Tanier dengan perhatian.
“Tan, aku hanya khawatir tentang apa yang terjadi di kantor. Maya semakin mendekatimu, dan aku tidak tahu seberapa serius dia,” ungkap Lieka dengan nada cemas.
“Aku mengerti. Tapi ingat, aku ada di sini untukmu. Hubungan kita jauh lebih berarti daripada sekadar gossip di kantor,” jawab Tanier, menggenggam tangan Lieka dengan lembut.
Malam itu, meskipun perasaannya campur aduk, mereka berbicara dari hati ke hati. Lieka merasa tenang saat mendengarkan komitmen Tanier, tetapi rasa cemburu itu masih membayangi pikirannya.
Saat mereka pulang, Tanier tiba-tiba berhenti di tengah jalan dan menarik Lieka ke dalam pelukannya. “Kau tahu, aku akan berjuang untuk kita. Tidak peduli siapa yang berusaha mengganggu, aku tidak akan pernah berpaling darimu,” ucapnya penuh keyakinan.
Mendengar kata-kata Tanier, Lieka merasa tersentuh. Dia tahu bahwa dia harus berusaha lebih untuk mengatasi rasa cemburunya. Cinta mereka adalah hal yang berharga, dan dia tidak ingin kehilangan Tanier hanya karena ketidakpastian.