Emanuel Abraham Lincoln seorang pria dewasa yang berumur 28 tahun merupakan CEO Dari perusahaan Besar yang bernama E,A Company
Emmanuel Merupakan suami dari seorang wanita cantik yang bernama Rossa, mereka sudah lama menikah dan di karuniai seorang
putra Yang Kini Berusia 2 tahun, putra mereka Di beri nama Kenzie Junior Abraham Lincoln.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Silvia marah
Di rumah kontrakan milik Silvia.
Saat ini Silvia terlihat sudah siap dengan pakaian rapinya. Ia ingin keluar untuk mencari pekerjaan. Yeah, semenjak dirinya tinggal di kota itu, keseharian Silvia adalah mencari pekerjaan yang tak kunjung didapatkannya hingga saat ini.
Nasib beruntung memang belum berpihak ke pada Silvia. Ia harus lebih berusaha lagi untuk mencari pekerjaan di luar sana.
Di saat Silvia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Silvia langsung dikejutkan dengan kehadiran Emmanuel dan Kenzie yang sedang berdiri di depan rumahnya.
"Kalian?!" pekik Silvia
"Ibu!" Tangisan Kenzie pun pecah begitu saja ketika melihat Silvia. Kaki mungilnya berlari ke arah Silvia lalu memeluk kaki Silvia dengan sangat erat.
Silvia yang melihat itu pun lantas terkejut dan panik. Dengan segera ia menggendong tubuh mungil anak itu. "Kenapa, Sayang? Kenapa menangis?" panik Silvia.
"Hikss ... Hikss ... Kenzie kangen. Kenapa Ibu pergi?" tanya Kenzie menangis terseduh-seduh.
"Ya ampun, Sayang. Ibu tidak pergi. Ibu ada di sini," ucap Silvia berusaha menenangkan Kenzie sembari menyeka air mata yang membasahi pipi gembul anak itu.
Kenzie yang mendekat perlakuan seperti itu pun mulai merasa tenang. Ia memeluk leher Silvia dengan sangat erat lalu menenggelamkan wajahnya di sana. "Jangan pergi lagi ya, Bu. Kenzie tidak bisa tanpa Ibu," lirih Kenzie yang membuat Silvia merasa kasihan.
"Maafkan putraku. Dia sangat lancang memanggilmu Ibu," ucap Emmanuel merasa tidak enak hati dengan tingkah laku Kenzie yang menurutnya sangat tidak sopan itu.
Silvia pun menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Dia hanya anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Lagi pula aku sangat suka ketika dia memanggilku ibu," ucapnya sembari tersenyum dengan tulus. Silvia terlihat mengusap punggung Kenzie secara perlahan.
Emmanuel yang melihat itu lantas merasa sedikit nyaman pada Silvia. Baru kali ini ia menghadapi seorang gadis yang terlihat sangat tulus menyayangi putranya itu.
"Ngomong-ngomong ada apa kalian ke sini?" tanya Silvia merasa keheranan.
"Sejak tadi pagi Kenzie terus menangis tanpa henti. Dia terus memanggilmu dan ingin bertemu denganmu kembali, makanya aku membawanya ke sini," jelas Emmanuel membuat Silvia sedikit kesal mendengarnya.
"Sejak tadi pagi?! Kenapa Tuan baru membawanya ke sini saat sudah siang?!" pekik Silvia seraya menatap wajah Kenzie dengan sangat cemas. Kedua mata Kenzie terlihat memerah dan membengkak akibat terus menangis tanpa henti membuat Silvia merasa sangat ibah. "Ya ampun. Kedua matanya sampai merah begini! Tuan ini bagaimana sih?!" marah Silvia
Emmanuel yang mendengar itu lantas terdiam. Ia merasa sedikit bersalah karena sudah membiarkan putranya itu menangis sejak tadi pagi, bahkan sampai membuat Silvia marah.
"Maafkan aku. Aku terlalu sibuk mengurus pekerjaan di kantor. Makanya aku baru bisa mengantarnya setelah jam istirahatku sudah keluar," jelas Emmanuel merasa sangat bersalah.
"Lain kali kalau punya anak itu diperhatikan, Tuan! Jangan hanya pekerjaan yang lebih dipentingin! Kasihan Kenzie!" sungut Silvia.
"Maafkan aku. Aku janji tidak akan melakukannya lagi," ucap Emmanuel semakin merasa bersalah.
"Hufftt ... jangan meminta maaf padaku, Tuan. Minta maaf lah pada Kenzie. Karena Tuan lah yang membuatnya menangis sangat lama," ujar Silvia.
Mau tidak mau pun Emmanuel harus meminta maaf pada Kenzie. Emmanuel melangkah mendekati Silvia lalu berkata. "Nak, maafkan Papa."
"Tidak mau!" ketus Kenzie membuat Emmanuel terdiam.
'Anak ini mempermalukanku saja!' sungut Emmanuel dalam hatinya. "Kenapa tidak mau memaafkan Papa?" tanya Emmanuel berusaha untuk tenang.
"Papa jahat! Tadi malam Papa memisahkan Kenzie dan Ibu!" sungut Kenzie dengan pipi yang mengembung pertanda ia sedang sangat marah saat ini.
"Kenzie ... jangan seperti itu, Sayang. Ibu tahu Papa kamu salah, tapi sebesar apapun kesalahannya kamu harus memaafkannya," ujar Silvia dengan sangat lembut.
"Tapi, Bu. Bagaimana kalau Papa memisahkan kita lagi?" tanya Kenzie dengan mata berkaca-kaca.
"Papa berjanji tidak akan memisahkan kalian berdua lagi," ucap Emmanuel dengan tegas membuat Kenzie langsung tersenyum dengan senang.
"Beneran? Kalau begitu Ibu harus ikut dengan Kenzie ke kantor Papa," ucap Kenzo dengan semangat.