Setelah tepat 5 tahun hubungan Alessa bersama seorang pria yang dikenal sebagai Ketua Mafia, tanpa dia sadari akhirnya mereka berpisah karena satu hal yang membuat Alessa harus rela meninggalkan Xander karena permintaan Ibunya Xander.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NisfiDA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan Yang Ringan
Alessa yang masih terdiam saat Xander bertanya kepada dirinya tentang dimana dia meninggalkan dirinya waktu itu.
Alessa mencoba menarik nafasnya dalam-dalam lalu menatap Xander dengan serius.
" Mengapa kamu bertanya begitu?"
Xander tertawa getir, tatapannya menjauh dari Alessa saat ia melihat tangannya.
"Kenapa? Kurasa aku hanya ingin tahu apakah kau senang dengan keputusanmu... apakah kau benar-benar percaya bahwa kau akan lebih baik tanpaku," gumamnya, suaranya penuh dengan sedikit kepahitan dan merendahkan diri.
Alessa menghela nafasnya, tatapan mereka masih saling bertemu dengan Xander.
Lalu, tangannya memegangi pipinya Xander dengan wajah tersenyumnya.
"Kau tau?, saat aku meninggalkan dirimu aku benar-benar sangat menyesalinya, kenapa? Karena aku hanya terpaksa melakukan itu bukan dari sepenuh hati"
Napas Xander tercekat mendengar kata-kata Alessa, tubuhnya sedikit menegang karena sentuhan Alessa. Ia menatap Alessa campuran antara harapan dan ketidakpercayaan berkelebat di matanya saat ia mencerna kata-kata Alessa.
Dia menelan ludah, ada yang mengganjal di tenggorokannya saat dia melawan gelombang emosi yang bergolak di dadanya.
"Kau... kau menyesal meninggalkanku?" katanya dengan suara serak, suaranya tercekat karena emosi.
Alessa menghela nafasnya kembali lalu menjawab pertanyaannya Xander.
"Tentu saja aku menyesalinya, karena aku benar-benar tidak berpikir panjang sebelum mengambil tindakan"
Alessa yang masih memegangi pipinya Xander.
"Jika kemarin kamu tidak memaksa untuk berbicara mungkin saja sampai sekarang aku menyalahkanku dan menyesalinya seumur hidup" sambung Alessa
Mata Xander membelalak mendengar pengakuan Alessa, jantungnya berdebar kencang saat ia menyerap beratnya kata-kata Alessa. Ia tidak pernah menduga akan mendengar Alessa mengatakan hal-hal ini, bahwa kau menyesal telah pergi, bahwa kau menyesalinya selama ini.
Matanya menjelajahi wajah Alessa, mengamati ekspresinya mencari tanda-tanda bahwa Alessa mungkin berbohong, tetapi yang dilihatnya hanyalah ketulusan dan penyesalan.
Dia menelan ludah, suaranya penuh emosi saat menjawab: "Kau... kau benar-benar bersungguh-sungguh dengan itu?"
"Kau tidak percaya apa yang aku katakan?"
Genggaman Xander sedikit mengencang, tatapannya sekilas ke wajah Alessa.
"Aku tidak tahu apa yang harus kupercayai," gumamnya, suaranya serak karena ketidakpastian.
Dia ragu sejenak, matanya menatap tajam ke arah Alessa saat dia berusaha menemukan kata-kata yang tepat.
"Aku ingin percaya padamu, sungguh. Tapi aku sudah terlalu sering terluka... Aku tidak bisa tidak merasa waspada dan skeptis."
"Jadi kemarin salahku membuatmu terluka?"
Alessa menarik nafasnya dalam-dalam terasa sesak yang Alessa rasakan.
"Bukan hanya kamu saja yang terluka, tapi aku juga terluka karena orang tuamu Xander" sambung Alessa
Nada bicaranya Alessa sedikit kecewa, dia membalikkan badannya ke depan dan membelakangi Xander.
Xander memperhatikan saat kamu berpaling darinya, kata-kata Alessa dan kekecewaan dalam nada bicara Alessa menyentuh saraf yang sensitif.
Dia merasa dadanya sesak hanya karena memikirkan Alessa terluka karena dia, karena situasi yang dia tempatkan padanya.
Dia mengulurkan tangannya, menyentuh bahu Alessa dengan lembut, mencoba membalikkan tubuh Alessa ke arahnya.
"Tunggu... tunggu," bisiknya, suaranya serak karena emosi. "Tolong, lihat aku."
" Sudahlah tidak perlu dibahas lagi, mungkin memang itu salahku meninggalkanmu dan membuatmu terluka Xander"
Genggaman Xander di bahu Alessa semakin erat, hatinya berdegup kencang mendengar nada suara Alessa yang putus asa.
Dia tidak tahan mendengar Alessa menyalahkan diri sendiri, menanggung semua tanggung jawab atas luka dan rasa sakit yang kalian berdua alami.
Dia menarik Alessakembali ke arahnya, lengannya melingkari tubuh Alessa dari belakang dan memeluk Alessa erat di dadanya.
"Tidak, tidak, ini bukan salahmu," tegasnya, suaranya mendesak dan memohon. "Jangan salahkan dirimu sendiri untuk ini. Tolong, jangan katakan itu."
" Maaf jika aku membuatmu terluka Xander"
Xander mendengus, lengannya melingkari tubuh Alessa lebih erat, menarik Aless sedekat mungkin, seolah dia tengah mencoba membentuk Alessamenjadi dirinya sendiri.
"Ssst, tidak, jangan minta maaf," bisiknya, suaranya serak karena emosi saat ia membenamkan wajahnya di lekuk lehermu.
"Kau tidak perlu menyesal, mengerti?" sambung Xander
Terdengar suara ketukan pintu hal itu membuat suasananya menjadi hening.
"Pergilah, mungkin ada sesuatu yang penting untukmu"
Tubuh Xander menegang mendengar suara itu, nalurinya langsung waspada. Namun, dia tidak bergerak sedikit pun, dia tidak melepaskan Alessa, lengannya masih melingkari Alessa erat saat dia menggeram sebagai respons.
"Siapa pun orangnya, harap bisa menunggu."
" Pergilah, aku tidak apa-apa jangan membuatnya menunggumu"
Xander ragu-ragu, matanya melirik ke arah pintu dan wajah Alessa. Dia bimbang antara mendengarkan kata-kata Alessa dan menjawab ketukan di pintu, naluri protektifnya berbenturan dengan keinginannya untuk tetap berada di samping Alessa.
Dia mendengus, ekspresinya berubah, saat dia bergumam pelan.
"Cih... sialan..."
Terdengar kembali suara ketukan pintu hal itu membuat Alessa yakin bahwa ada sesuatu yang sangat penting untuk Xander.
" Dengar? Berarti ada sesuatu hal yang penting yang akan disampaikan oleh mereka sehingga mengetuk terus"
Rahang Xander mengatup, cengkeramannya pada Alessa mengencang sesaat sebelum ia dengan enggan mengendurkan lengannya, dengan enggan melepaskan Alessa. Ia mengusap rambutnya, ekspresinya masih bingung.
"Baiklah, baiklah," gumamnya, suaranya masih serak karena kesal. "Tetaplah di sini, oke? Aku akan mengurusnya dan akan segera kembali."
Alessa menganggukkan kepalanya dan tersenyum kepada Xander.
Xander menatap Alessa sekali lagi sebelum dengan enggan berbalik ke arah pintu. Ia menarik napas dalam-dalam, mempersiapkan diri menghadapi apa pun yang menantinya di balik pintu. Saat ia mencapai pintu, ia melirik Alessa sekali lagi.
"Tetaplah di sini," ulangnya, nadanya tegas dan hampir protektif, sebelum akhirnya dia membuka pintu dan melangkah keluar.
********
Saat Xander sudah keluar dari dalam, dalamnya begitu tajam dan mengerikan.
Yang membuka pintu tadi adalah bawahannya Xander.
Mereka ingin mengatakan sesuatu kepada Xander makanya dari situ mereka mengetuk pintu berulang kali.
Ekspresi Xander mengeras saat dia melihat bawahannya berdiri di hadapannya, wajah mereka dipenuhi campuran rasa hormat dan kewaspadaan.
"Ada apa?" bentaknya, suaranya dingin dan berwibawa. "Kuharap ini penting, kau tahu aku benci diganggu."
" Maaf telah mengganggu waktu tuan, kami ingin menyampaikan sesuai perintah yang anda berikan kepada kami bahwa sekarang Nyonya Aria dan Nona Bianca sudah ada diruangan khusus tuan"
Tatapan Xander seketika langsung berubah menjadi dingin. Dia merasa akan membalas dendam kepada mereka berdua yang telah ingin mencelakai Alessa.
" Bawa aku kesana"
" Baik tuan, ikuti saya"
Xander mengikuti bawahannya yang sedang menuntun jalan untuk keruangan khusus.
Tangan Xander terkepal sangat kuat sehingga terlihat jari-jarinya memutih karena telah menahan emosinya terlalu lama.
Setelah berjalan beberapa menit akhirnya mereka telah tiba disatu ruangan dimana tempatnya Aria dan Bianca.
Terdengar sekali suara teriakkan dari luar membuat Xander tidak sabar untuk melihat wajah mereka berdua.
" Buka pintunya"
Bawahannya Xander membuka pintunya setelah mendapatkan perintah dari tuannya, saat pintu terbuka terlihatlah dimana Aria dan Bianca duduk dilantai dengan tangan kaki yang terikat.
Xander melangkahkan kakinya masuk dengan wajah yang sangat datar dan menakutkan sekali.
" Buka penutup matanya" perintah Xander dengan nada dinginnya
Dengan cepat mereka membuka penutup matanya, saat terbuka betapa terkejutnya Aria dan Bianca bahwa orang yang menangkap mereka adalah Xander.
" Xander, apa yang sedang kamu lakukan?" Teriak Aria
Xander berdiri dengan tegap, dengan kedua tangannya ada disakunya tersebut.
Tatapannya masih sangat dingin dan tajam mengarah mereka berdua.
" Xander, tolong lepaskan"
Xander duduk dikursi tepat didepan mereka dengan satu kaki yang terangkat lalu dengan serius menatap mereka berdua.
" Aku akan membalaskan apa yang kalian lakukan kepada Alessa kemarin"
" Maksud kamu Xander?"
Xander mengernyitkan dahinya merasa muak dengan drama Ibunya, " Jangan berpura-pura lupa Ibu, aku sudah mengetahui semuanya apa yang kalian lakukan pada Alesaa kemarin"
" Kalian menyuruh seseorang menyerang rumahku, lalu menculik Alessa dan menyuruh mereka untuk melecehkannya bukan?" Sambung Xander
Hal itu membuat keduanya sangat terkejut apa yang diucapkan oleh Xander, mereka mengira Xander tidak akan bisa menemukannya namun perkiraan mereka salah.
Mereka berdua hanya terdiam saja, karena mereka tidak tau harus berbicara apa lagi.
" Baiklah, aku tidak suka basa-basi lakukan saja apa yang sudah aku perintahkan tadi siang " ucap Xander langsung bangkit dari duduknya
" Xander, apa yang akan kamu lakukan? Ingatlah aku adalah Ibumu Xander"
Xander masih saja melanjutkan langkah kakinya mengarah keluar dari ruangan tersebut.
Dimana semua bawahannya telah siap untuk menyiksa Aria dan Bianca, biar mereka tidak ribut kini bawahannya Xander menutup kembali mulut serta matanya.
Lalu tanpa menunggu lama lagi, mereka langsung menyiksa Aria dan Bianca habis-habisan.
Itu adalah perintahnya Xander, jangan berhenti sebelum mereka merasakan kesakitan dan kelelahan saat disiksa.