NovelToon NovelToon
Amarah Dewa Naga

Amarah Dewa Naga

Status: sedang berlangsung
Genre:Epik Petualangan / Ruang Bawah Tanah dan Naga / Akademi Sihir / Perperangan
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Albertus Seran

novel fantsy tentang 3 sahabat yang igin menjadi petualang lalu masuk ke akademi petualang dan ternyata salah satu dari mereka adalah reinkarnasi dewa naga kehancuran yang mengamuk akbiat rasnya di bantai oleh para dewa dan diapun bertekad mengungkap semua rahasia kelam di masa lalu dan berniat membalas para dewa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Albertus Seran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28: Misi yang Berawal di Dalam Hati

Mentari pagi yang terbit dari balik pegunungan menyinari reruntuhan akademi. Cahaya keemasan seolah berusaha menghapus kegelapan yang baru saja meliputi tempat itu, tapi luka dan kehancuran yang ditinggalkan masih segar. Para siswa yang selamat mulai membersihkan puing-puing, dengan hati yang berat dan penuh dengan rasa kehilangan.

Aric berdiri di atas salah satu menara yang setengah hancur, memandangi dataran luas di sekitarnya. Angin sejuk menyapu rambutnya, tetapi tidak mampu meredakan badai yang berkecamuk di dalam pikirannya. Erevan duduk tak jauh darinya, memegang tongkat sihirnya dengan tangan gemetar. Sejak kejadian semalam, Erevan merasa energinya benar-benar terkuras, seolah ada sesuatu yang terbangun di dalam dirinya yang belum dia pahami.

"Kita harus segera memutuskan langkah selanjutnya," kata Aric akhirnya, memecah keheningan yang menekan mereka. Matanya yang berwarna hijau menyala dengan semangat baru, meskipun kelelahan terlihat jelas di wajahnya.

Lyria, yang berdiri di samping Aric, menyilangkan tangannya di depan dada. "Kau benar. Tapi sebelum itu, kita harus tahu lebih banyak tentang ancaman yang disebutkan oleh sosok berjubah hitam itu. Kita butuh informasi, strategi, dan... kekuatan," dia menekankan kata terakhir dengan nada serius.

Erevan mengangguk pelan, namun sorot matanya penuh kebingungan. "Aku tidak yakin apa yang terjadi pada diriku tadi malam. Kekuatan yang muncul dari dalam diriku... rasanya aneh dan tak terkendali." Dia berhenti sejenak, menelan ludah. "Jika aku tidak bisa mengendalikannya, aku bisa menjadi bahaya bagi kita semua."

Kael, yang baru saja kembali dari memeriksa perimeter akademi, bergabung dengan mereka. "Kita tidak bisa membiarkan ketakutan menguasai kita. Kita adalah tim, dan kita harus saling mendukung. Erevan, jika kau merasa kekuatanmu sulit dikendalikan, kita akan mencari cara untuk melatihmu. Tapi menyerah bukanlah pilihan." Kael menatap Erevan dengan tatapan penuh ketegasan.

Lyria meletakkan tangannya di bahu Erevan, berusaha menenangkannya. "Kael benar. Kita semua menghadapi sesuatu yang belum pernah kita alami sebelumnya, tapi kita harus tetap bersama. Kita sudah melewati banyak hal, dan kita akan melewati ini juga."

Aric menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir rasa frustasi yang terus menghantuinya. "Sosok itu mengatakan kita harus menguatkan diri, tapi dia tidak memberi tahu bagaimana caranya. Kita butuh petunjuk, dan aku pikir ada satu tempat di mana kita bisa mencarinya." Dia melirik Lyria, yang langsung mengerti maksudnya.

"Perpustakaan Kuno di Menara Aravorn," Lyria menjawab, dan nada suaranya menunjukkan campuran antara ketakutan dan kekaguman. "Tapi itu tempat yang berbahaya. Hanya segelintir orang yang berhasil keluar dari sana dengan selamat."

Erevan, meskipun masih merasa goyah, mengangkat kepalanya. "Jika itu satu-satunya cara untuk menemukan jawaban, aku bersedia mengambil risiko." Dia mengepalkan tangannya, berusaha membangkitkan keberanian yang hampir padam.

Kael tersenyum tipis, meskipun ada sedikit keraguan yang terselip di dalamnya. "Baiklah, kalau begitu. Kita akan menuju Menara Aravorn. Tapi sebelum itu, kita harus memastikan semua orang di akademi ini aman. Mereka masih membutuhkan kita."

Saat mereka turun dari menara, suasana akademi perlahan kembali hidup. Para guru dan siswa yang masih selamat bekerja sama untuk membangun ulang apa yang tersisa. Bahkan dalam kehancuran, ada semangat yang muncul di antara mereka, sebuah tekad untuk tidak menyerah pada kegelapan.

Salah satu guru senior, Master Harlen, mendekati kelompok Aric dengan langkah tertatih-tatih. "Aku mendengar rencana kalian," katanya dengan suara serak, namun penuh kewibawaan. "Menara Aravorn bukanlah tempat yang bisa dijelajahi oleh sembarang orang. Kalian harus berhati-hati, dan yang paling penting, kalian harus siap menghadapi ujian yang tidak hanya menguji kekuatan fisik, tapi juga hati dan jiwa kalian."

Aric mengangguk hormat. "Kami paham, Master. Tapi kami juga tahu bahwa jika kami tidak bertindak sekarang, dunia ini mungkin tidak punya banyak waktu lagi." Matanya bertemu dengan tatapan Master Harlen, dan ada kesepahaman yang terjalin di antara mereka.

Master Harlen menatap mereka satu per satu, lalu menghela napas panjang. "Kalau begitu, aku hanya bisa memberikan restu dan harapan. Kalian adalah harapan terakhir kami. Jangan biarkan api semangat kalian padam."

Setelah pertemuan singkat itu, keempat sahabat itu mulai bersiap. Mereka mengumpulkan perbekalan, memeriksa senjata dan perlengkapan sihir, serta mengucapkan selamat tinggal kepada mereka yang mereka tinggalkan. Suasana perpisahan terasa berat, tetapi tidak ada waktu untuk meratapi. Perjalanan ke Menara Aravorn akan penuh dengan bahaya, dan mereka semua tahu itu.

Saat mereka berjalan keluar dari gerbang akademi, Aric melirik Lyria, yang berjalan di sampingnya. "Aku berjanji, kita akan kembali. Bersama-sama." Kata-katanya penuh dengan tekad, tetapi juga rasa takut yang tak diucapkan.

Lyria menoleh padanya, dan senyum kecil yang lembut muncul di wajahnya. "Aku percaya padamu, Aric. Kita sudah sejauh ini, dan kita akan terus maju. Tidak ada yang bisa menghentikan kita." Namun, jauh di dalam hatinya, Lyria tidak bisa menghilangkan bayangan ancaman yang terus menghantui mereka.

Erevan dan Kael mengikuti di belakang, terlibat dalam diskusi tentang strategi dan rute terbaik menuju Menara Aravorn. "Kita akan melewati Hutan Terkutuk, kan?" tanya Kael, mengernyitkan alisnya.

Erevan mengangguk. "Ya, tidak ada jalan lain. Hutan itu penuh dengan makhluk buas, tapi jika kita tetap waspada, kita bisa sampai ke menara sebelum malam tiba."

Kael menepuk bahu Erevan, mencoba meringankan suasana. "Jangan khawatir. Kita sudah menghadapi lebih dari itu, bukan?"

Erevan tersenyum kecil, meskipun masih ada rasa takut yang membayang di matanya. "Ya, aku hanya berharap kali ini kita bisa keluar dengan selamat."

Perjalanan baru mereka telah dimulai, dan meskipun masa depan tampak penuh ketidakpastian, satu hal tetap pasti: mereka tidak akan berhenti berjuang. Dengan tekad di hati dan persahabatan yang terus memperkuat mereka, Aric, Lyria, Kael, dan Erevan melangkah menuju ujian terbesar dalam hidup mereka. Misi mereka kini bukan hanya tentang menyelamatkan akademi, tetapi juga mempertahankan dunia dari ancaman yang lebih besar.

1
eedan
mantap jayaa
eedan
mantaap Thor..
eedan
kereeen
nalxyt
Tidak ada yang kurang.
Tít láo
Siap ngeselin tapi lucu.
MindlessKilling
TERBAIK! Itu aja yang bisa aku bilang, bagus banget storynya! 🙌
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!