Aisha berjalan perlahan mendekati suaminya yang terlihat sedang menelepon di balkon, pakaian syar'i yang sehari-hari menjadi penutup tubuhnya telah dia lepaskan, kini hanya dengan memakai baju tidur yang tipis menerawang Aisha memberanikan diri terus berjalan mendekati sang suami yang kini sudah ada di depannya.
"Aku tidak akan menyentuhnya, tidak akan pernah karena aku hanya mencintaimu.."
Aisha langsung menghentikan langkahnya.
Dia lalu mundur perlahan dengan air mata yang berderai di pipinya, hingga ia kembali masuk ke dalam kamar mandi, Alvin tidak tahu jika Aisha mendengar percakapan antara dirinya dengan seseorang di ujung telepon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menasihati
"Aku akan buat perhitungan denganmu nanti." Alvian terlihat geram sambil mengambil paksa cadar Aisha di tangan Anita.
Dia lalu membuka jas dokter yang dipakainya, menutupi kepala istrinya dengan itu lalu berjalan pergi dari sana masih sambil memeluk istrinya dengan diiringi oleh tatapan mata semua orang yang ada disana.
Aisha sedikit lega karena kini ada jas suaminya yang menutupi kepala dan wajahnya, walaupun begitu rupanya Alvian masih memeluknya erat, mengajaknya berjalan meninggalkan tempat itu.
Entah kemana Alvian akan mengajaknya, Aisha hanya mengikuti kehendak suaminya. Mereka terus berjalan keluar Rumah Sakit menuju parkiran mobil.
"Masuklah ke dalam," ucap Alvian sesampainya mereka di depan mobilnya, dia membuka pintu dan meminta Aisha untuk masuk sambil memberikan cadar yang sedari tadi dipegangnya.
"Tunggu sebentar disini," ucap Alvian sambil menutup pintu mobil. Meninggalkan Aisha sendiri di sana.
Aisha melihat Alvian pergi sambil membuka jas yang menutupi kepalanya, dia lalu menghembuskan napas panjang sambil menyandarkan tubuhnya pada kursi.
Dia melihat cadar di tangannya.
Matanya berkaca-kaca, mengingat kembali kejadian tadi dimana dia dipermalukan Anita di hadapan banyak orang.
Hampir saja semua orang melihat wajahnya, tapi beruntung, Allah SWT masih menutupinya, sebelum cadar itu benar-benar terlepas dari wajahnya, dia sudah menutupinya dengan kedua tangannya dan setelah itu Alvian datang memeluknya demi menutupi wajahnya.
Seandainya suaminya itu tidak datang, entah apa yang akan terjadi padanya. Sudah pasti Anita akan terus mempermalukannya, sementara dia tak bisa melakukan apapun tanpa cadar di wajahnya.
Aisha segera memakai cadarnya kembali, merapikannya lalu melihat ke arah luar mobil, mencari keberadaan Alvian yang tak nampak di manapun.
Mengingat pesan suaminya tadi, dia memutuskan untuk menunggunya disana. Dia lalu melihat jas putih milik sang suami. Aisha memegangnya. Sekelebat bayangan ketika lagi-lagi dia ada di pelukan suaminya kembali melintas.
Saat itu, untuk kedua kalinya kedua detak jantung mereka seakan menyatu, untuk kedua kalinya juga dia merasakan peluk hangat nan nyaman di sana, di dalam peluknya. Iya. Nyaman, entah mengapa itu yang dia rasakan ketika suaminya memeluknya, semakin erat semakin dirinya merasa aman.
Aisha terus menatap jas putih itu di tangannya, lalu memeluknya sambil melamun hingga beberapa saat, tiba-tiba dia dikagetkan oleh suara pintu mobil yang terbuka dan Alvian masuk ke dalamnya, duduk di sampingnya.
Dengan marah.
Napasnya tersengal, kedua tangannya mengepal.
Aisha terdiam, entah apa yang telah suaminya itu lakukan tadi, tapi dia tahu jika kini Alvian sedang sangat marah.
"Maafkan aku," ucap Alvian tiba-tiba.
Aisha terdiam tak menjawab.
Keduanya sama-sama terdiam sejenak.
"Apa kamu terluka?" ucap Alvian ketika emosinya mereda, dia melihat Aisha di sampingnya.
"Tidak," jawab Aisha sambil menggelengkan kepalanya.
"Syukurlah," ucap Alvian lagi terlihat lega.
"Maafkan aku," ucap Alvian lagi.
"Berhentilah meminta maaf. Dia bukan siapa-siapa anda sehingga kesalahannya menjadi tanggung jawab anda." Aisha terlihat kesal.
Alvian kaget, dia tak menyangka jika ucapannya salah.
"Iya. Aku salah," ucap Alvian pelan.
Keduanya kembali terdiam.
"Aku akan kembali ke dalam," Aisha membuka pintu mobil.
"Tunggu." Alvian refleks memegang tangan istrinya untuk menahannya.
Aisha kaget, begitu juga dengan Alvian yang langsung melepas tangan istrinya.
"Maaf."
Aisha mengurungkan niatnya untuk keluar mobil.
"Ada apa?"
Alvian menatap istrinya.
"Anita. Dia tidak akan berhenti mengganggumu."
Aisha akan mengatakan sesuatu akan tetapi tiba-tiba mereka dikagetkan oleh suara seseorang di luar mobil yang memanggil keduanya sambil menggedor-gedor jendela.
Alvian kaget ketika tahu jika itu adalah Anita.
Aisha langsung keluar dari mobil.
Kini dia berdiri tepat di hadapan Anita yang tampak sangat marah.
Anita akan menarik kembali cadarnya tapi kali ini nyatanya Aisha sudah bersiap, memegang tangan Anita dengan kencang.
"Anda tahu cara menegur orang yang salah? Orang yang menegur orang lain di saat mereka hanya berdua maka itulah nasihat. Dan orang yang menegur saudaranya di depan banyak orang maka sesungguhnya itu adalah menjelekkannya."
"Karena itu saya diam tadi," ucap Aisha sambil melepas tangan Anita dengan kasar.
"Saya tidak ingin orang tahu semua kejelekan anda."
"Diam kamu!" Anita membentak Aisha.
Alvian menengahi keduanya.
"Sudah cukup Anita!"
"Kenapa aku harus berhenti sekarang, gara-gara kamu mengadu pada direktur tadi, kini aku sudah di pecat dari Rumah Sakit ini." Anita terlihat sangat emosi melihat Alvian.
"Kalian berdua sudah menghancurkan hidupku!" Anita menatap sepasang suami istri itu bergantian dengan marah.
Aisha mendekati lebih dekat Anita.
"Yang perlu anda tahu, saya bersyukur kita bertemu dan bersinggungan, entah warna hidup apa yang tak akan pernah saya tahu jika kita tak bertemu. Bahwa ada manusia yang tak pernah sadar akan kesalahan, tak bisa memahami hakikat kebenaran, menuduh orang lain dengan kurang akal, bersamaan dengan sifat-sifat itu dia sangka bahwa dirinya adalah manusia paling benar, yang harus dimengerti dan dipahami."
Anita menghapus air matanya.
"Jangan menceramahi aku! Aku tidak butuh semua ceramahmu!"
"Jangan mentang-mentang kamu memakai jilbab sehingga kamu merasa lebih baik dari aku dan bisa menasihatiku."
Aisha tersenyum.
"Hidup bagi saya adalah saling mengingatkan bukan saling menyalahkan."
Aisha akan melangkah pergi namun dia urungkan kemudian kembali melihat Anita.
"Jilbab. Bukan ukuran baik atau tidaknya akhlak seseorang, tidak disyaratkan hati, akhlak, ilmu agama, shalat puasa dan amalan lainnya sempurna dulu baru bisa memakainya. Menutup aurat itu wajib, perintah Allah SWT untuk semua muslimah yang baligh." Aisha lalu pergi meninggalkan Anita diikuti oleh Alvian di belakangnya.
Anita semakin terlihat kesal dan marah.
***
Mengetahui kondisi Aisha yang kurang sehat dari Abah, Ummi dan Zainab memaksa Aisha untuk pulang dan beristirahat di rumah. Mereka juga meminta Alvian untuk pulang bersama istrinya.
Akhirnya karena dipaksa. Aisha pulang bersama suaminya.
Sepanjang perjalanan keduanya hanya terdiam.
Hingga sampai di rumah keduanya masih membisu satu sama lain.
Alvian menahan diri untuk berbicara, bertanya atau mengatakan apapun, dia tahu suasana hati istrinya sedang tidak baik mengingat kejadian tadi siang, karena itu dia memilih untuk diam daripada mendapatkan jawaban atau perkataan yang sudah pasti akan menohok hatinya.
Alvian masuk ke kamarnya, merebahkan tubuhnya di atas pembaringan.
Tiba-tiba Aisha masuk ke dalam kamar, membuatnya bangun seketika.
"Ada apa?" tanya Alvian penasaran.
"Wajarkah seorang suami menanyakan itu saat istrinya sendiri memasuki kamar tidur mereka?"