Di tengah dunia magis Forgotten Realm, seorang pemuda bernama Arlen Whiteclaw menemukan takdir yang tersembunyi dalam dirinya. Ia adalah Pemegang Cahaya, pewaris kekuatan kuno yang mampu melawan kegelapan. Bersama sahabatnya, Eira dan Thorne, Arlen harus menghadapi Lord Malakar, penyihir hitam yang ingin menaklukkan dunia dengan kekuatan kegelapan. Dalam perjalanan yang penuh dengan pertempuran, pengkhianatan, dan pengorbanan, Arlen harus memutuskan apakah ia siap untuk mengorbankan segalanya demi kedamaian atau tenggelam dalam kegelapan yang mengancam seluruh Forgotten Realm.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tantangan Sang Bijak
Setelah berhasil melewati kabut tebal, Arlen, Finn, dan Erland berdiri di hadapan sosok misterius yang mengenakan jubah hitam. Wajahnya setengah tersembunyi di balik bayangan tudung yang dalam. Matanya menyala terang, memperhatikan mereka seolah menembus langsung ke dalam jiwa.
“Selamat,” kata pria berjubah itu dengan nada rendah, tetapi tajam. “Tidak banyak yang bisa melewati kabut Lembah Angin. Kalian bertiga… memiliki sesuatu yang istimewa.”
Arlen menelan ludah, masih merasa sedikit tertekan oleh ujiannya di dalam kabut tadi. “Siapa kau?”
Pria itu tertawa kecil, namun terdengar penuh misteri. “Namaku hanya dikenang sebagai Sang Bijak. Aku di sini untuk memandu mereka yang layak. Pertanyaannya adalah, apakah kalian benar-benar layak?”
Erland maju selangkah, menatap pria itu dengan penuh keyakinan. “Kami datang jauh-jauh untuk mencari bantuanmu. Dunia kami berada dalam bahaya besar, dan kami tahu kau memiliki pengetahuan yang bisa membantu kami.”
Sang Bijak tersenyum samar. “Pengetahuan adalah sesuatu yang mahal, dan hanya diberikan kepada mereka yang pantas. Kau bilang dunia dalam bahaya besar? Bahaya yang mana? Setiap generasi selalu berbicara tentang bahaya besar, selalu ada yang merasa ancaman datang… tetapi jarang yang benar-benar mengerti esensinya.”
Finn tidak bisa menahan diri untuk tidak berbicara. “Ancaman ini nyata. Sihir kegelapan telah bangkit, dan jika kami tidak menghentikannya, dunia akan hancur. Kami membutuhkan bantuanmu untuk menemukan cara melawannya.”
Sang Bijak mengangguk, tetapi masih terlihat skeptis. “Baiklah. Aku akan memberikan kalian ujian terakhir, tetapi ketahuilah bahwa ini bukan ujian biasa. Ini akan menggali hingga ke dalam hati kalian. Jika kalian berhasil, maka aku akan membantu. Jika gagal…” Ia terdiam sejenak, membuat suasana terasa semakin tegang. “Kalian akan menjadi bagian dari kabut ini selamanya.”
Arlen dan Finn saling pandang, sementara Erland mengangguk tegas. “Kami siap.”
Sang Bijak mengangkat tangannya dan mengarahkan mereka ke sebuah lorong batu yang gelap di balik pepohonan. “Masuklah ke sana, dan bersiaplah untuk menghadapi ketakutan terdalam kalian. Hanya dengan menerima dan melawan ketakutan itulah kalian bisa menemukan kekuatan sejati.”
Arlen merasa hatinya berdebar-debar saat mereka bertiga melangkah ke dalam lorong tersebut. Suasana di dalamnya lebih dingin, dan dinding-dinding batu terasa basah dan gelap. Seiring langkah mereka semakin dalam, bayangan di sekeliling semakin memudar, hingga mereka terpisah satu sama lain.
“Finn? Erland?” panggil Arlen, namun hanya suara gema yang menjawabnya. Ia kini benar-benar sendirian.
Tiba-tiba, suara tawa yang aneh terdengar dari arah kanan, membuat Arlen berbalik dengan cepat. Di hadapannya, muncul bayangan hitam berbentuk sosok manusia, tetapi wajahnya tampak kosong.
“Siapa kau?” tanya Arlen, berusaha terdengar tegar meskipun hatinya berguncang.
Bayangan itu mendekat, dan suara dalam kepalanya berbisik. “Aku adalah bayangan dirimu sendiri, Arlen. Aku adalah ketakutan dan kelemahanmu yang kau coba sembunyikan.”
Arlen terdiam, tetapi berusaha untuk tetap tenang. “Aku tidak takut padamu.”
Bayangan itu tersenyum. “Benarkah? Lalu mengapa hatimu berdetak begitu cepat? Kau takut, Arlen. Kau takut akan kegelapan yang ada di dalam dirimu sendiri. Kau tahu bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam dirimu, sesuatu yang bahkan teman-temanmu tidak mengerti.”
Arlen menatap bayangan itu, mencoba untuk tidak terpengaruh. “Aku di sini untuk menghentikan sihir kegelapan, bukan untuk melawan diriku sendiri.”
Bayangan itu mendekat semakin dekat, hingga Arlen bisa merasakan dingin yang memancar dari tubuhnya. “Kegelapan itu berasal darimu, Arlen. Semakin kau melawan, semakin kuat ia tumbuh. Maukah kau menerima itu?”
Arlen menutup mata, mengingat perjalanan dan pengorbanan yang sudah dilakukannya sejauh ini. Ia tahu bahwa dalam dirinya mungkin ada sisi gelap, tetapi ia juga tahu bahwa ia tidak sendirian. Dengan mantap, ia berkata, “Aku menerima bahwa ada kegelapan dalam diriku. Tetapi aku juga tahu bahwa aku bisa mengendalikannya. Aku tidak akan membiarkan ketakutan ini menguasai hidupku.”
Bayangan itu tiba-tiba berhenti, perlahan memudar hingga akhirnya menghilang. Arlen menghela napas lega, menyadari bahwa ia telah berhasil melewati ujian.
Di tempat lain, Finn juga tengah menghadapi ketakutannya sendiri. Ia berada di dalam ruangan yang gelap, dengan dinding yang tertutup bayangan orang-orang yang ia kenal dan sayangi. Mereka memandangnya dengan ekspresi kecewa.
“Finn, kau tidak pernah cukup kuat,” bisik salah satu bayangan yang menyerupai kakaknya. “Kau selalu mengandalkan orang lain.”
Finn mengepalkan tangan, mencoba untuk mengabaikan suara tersebut. “Tidak. Aku bukan orang yang lemah. Aku telah berjuang bersama teman-temanku, dan aku tahu kekuatanku sendiri.”
Bayangan itu semakin banyak, mengelilingi Finn dan menertawakannya. “Kau hanya pengikut, Finn. Kau tidak akan pernah bisa berdiri sendiri.”
Finn menutup matanya, mengambil napas dalam-dalam. Ia memikirkan segala hal yang telah dilaluinya bersama Arlen dan Erland. Mereka selalu mempercayainya, dan ia tidak akan membiarkan ketakutan ini menghancurkan kepercayaan tersebut.
Dengan suara mantap, Finn berkata, “Aku bukan hanya pengikut. Aku adalah bagian dari tim ini, dan kekuatan kami adalah kebersamaan kami.”
Seperti Arlen, bayangan di sekelilingnya perlahan menghilang, dan Finn merasa lebih ringan. Ia berhasil mengalahkan ketakutannya.
Di sisi lain, Erland juga mengalami ujian berat. Ia berada di padang luas, di tengah badai petir yang mengamuk. Di hadapannya berdiri bayangan dirinya sendiri, dengan ekspresi penuh rasa benci.
“Erland,” bisik bayangan itu. “Kau selalu berusaha menjadi yang terbaik, tetapi semua orang tahu bahwa kau hanya berpura-pura. Kau takut akan kegagalan.”
Erland menatap bayangan dirinya dengan tajam, mengakui bahwa ketakutan itu memang benar. Tetapi, ia juga tahu bahwa perjuangannya selama ini tidak sia-sia. “Aku mungkin takut gagal, tetapi aku tidak akan pernah berhenti mencoba. Aku di sini bukan untuk diriku sendiri, tetapi untuk dunia yang aku perjuangkan.”
Petir menyambar, dan bayangan itu lenyap. Erland merasakan beban di pundaknya menghilang, seolah badai dalam dirinya telah reda.
Ketiga sahabat itu akhirnya bertemu kembali di ujung lorong, dengan perasaan yang lebih tenang dan keyakinan yang lebih kuat. Sang Bijak menanti mereka dengan senyum puas.
“Kalian telah berhasil,” katanya. “Kalian telah menerima sisi gelap dalam diri kalian. Hanya dengan begitu, kalian dapat melawan sihir kegelapan yang lebih besar. Aku akan memberikan kalian pengetahuan yang kalian butuhkan.”
Arlen, Finn, dan Erland saling pandang, merasa bangga dengan pencapaian mereka. Namun, saat Sang Bijak mengulurkan tangan untuk memberikan gulungan mantra kuno kepada mereka, sebuah suara keras tiba-tiba bergema dari luar.
Sebuah sosok berjubah hitam menyeruak masuk, mata merahnya menyala tajam ke arah mereka. “Jadi, kalian pikir bisa mengalahkanku hanya dengan pengetahuan ini?” tanyanya dengan nada mengejek.
Sang Bijak tampak terkejut, tetapi ia segera berdiri di hadapan ketiga sahabat itu. “Siapa kau? Mengapa mengganggu upacara suci ini?”
Sosok itu tertawa. “Aku adalah bayangan yang lahir dari kegelapan mereka. Aku adalah lawan sejati kalian.”