SPIN OFF PENGANTINKU, LUAR BIASA!
Tiger Sebastian, Ketua Mafia yang kejam, ambisius, pekerja keras dan pantang menyerah. Ia selalu bisa mendapatkan apa pun keinginannya dengan cara apa pun. Satu prinsipnya, nyawa harus dibayar dengan nyawa.
Status Cassanovanya harus berakhir karena dipaksa keluarganya menikahi Jihan, wanita yang hamil karena pernah dilecehkannya.
Tiger marah, kecewa namun tak bisa mengelak. Dia sama sekali tidak percaya bahwa itu adalah darah dagingnya. Jihan sudah kehilangan mahkotanya saat Tiger melakukannya.
Sesal membuncah ketika Tiger mengetahui kebenarannya. Namun terlambat, Jihan sudah pergi meninggalkannya. Yang mana, sudah mulai tumbuh benih-benih cinta di hatinya. Dia terus berusaha keras untuk menemukan istrinya.
Di tengah pencarian, Tiger juga mendapat serangan-serangan dari para musuhnya. Hingga tragedi besar terjadi.
Mungkinkah Tiger dan Jihan bisa bersatu kembali menjadi satu keluarga yang utuh? Yuk intip kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7. ANCAMAN
Jihan melebarkan mata dan mulutnya, ada secercah harapan yang muncul dalam benaknya. "Khansa?"gumamnya pelan sembari melompat kecil agar sampai di ujung tangan Tiger.
Jakun Tiger naik turun ketika wangi tubuh dan rambut Jihan menguar di indera penciumannya. Jantungnya memompa dua kali lipat dari biasanya. Pikirannya mulai berfantasy liar. Mengingat bagaimana hangatnya tubuh wanita itu saat berada dalam penguasaannya. Dengan cepat, Tiger menggeleng dan menetralkan detak jantungnya.
"Tiger! Aku mau ngomong sama Khansa!" pekiknya dengan wajah kesal. Ia merasa frustasi karena tidak bisa menjangkau ponsel itu. Entah sudah berapa kali ia mencoba merebutnya tapi tidak bisa.
Tiba-tiba tangan Tiger menjulur dan menekan leher putih dan halus milik Jihan. Kedua tangan Jihan segera menahan lengan kekar itu, sesekali memukulnya. Napasnya sedikit sesak. Ia melotot ke arah Tiger.
"Ingat! Jangan pernah katakan apapun yang aku lakukan! Kalau tidak, ibumu yang ada di penjara bisa kehilangan nyawanya!" ancam Tiger dengan senyum menyeringai.
"DEG!"
Kedua manik mata Jihan membulat dengan sempurna. Dalam hatinya bertanya-tanya, kenapa dia bisa tahu mengenai ibunya? Tidak! Jihan tidak mau kehilangan wanita yang telah melahirkannya itu. Apalagi, sebentar lagi dia akan menjadi seorang ibu. Terlepas dari semua perilaku sang ibu di masa lalu yang akhirnya menyeretnya ke dalam dunia kelamnya ini.
Jihan menggeleng dengan mata terpejam, namun tanpa sengaja Tiger justru mengeratkan cekikannya membuat wajahnya semakin memerah dan terus memukul-mukul lengan Tiger.
"Aku bisa melakukan apapun yang kumau! Jadi, jangan pernah macam-macam!" tegasnya dengan kilat mata menyeramkan. "Kau mengerti?" tanyanya.
Kini Jihan mengangguk, dan Tiger melepaskan cengkeraman tangannya lalu mendorong salah satu bahu Jihan hingga terduduk di ranjang. Telepon masih berdering, Khansa menghubunginya berkali-kali.
Jihan terbatuk, dadanya sedikit sesak lalu mengambil oksigen sebanyak-banyaknya. Karena pasokan dalam paru-parunya menipis.
"PYARR!"
Tiba-tiba Tiger memecahkan gelas kaca yang ada di atas nakas. Ujung gelas tersebut tampak sangat tajam. Ia mendekatkan pecahan gelas itu pada leher Jihan.
Seketika tubuh Jihan gemetar ketakutan. Jantungnya seolah terlepas dari rongga dadanya. Saliva yang ditelan pun terasa sangat berat. Matanya melirik pada benda tajam tersebut. Ia bernapas dengan sangat pelan, menahan gerakan dadanya yang mengembang dan mengempis dengan cepat.
"Jangan bicara aneh-aneh!" tegas Tiger memperingatkan dengan kilatan mata yang tajam.
Jihan tidak berani bergerak, ia hanya mengedipkan matanya lembut sebagai isyarat tanda setuju. Ibu jari Tiger menyeka air mata di kedua pipi Jihan. Pandangan mereka saling beradu. Kebencian tampak jelas terpancar dari sorot mata Jihan.
Perlahan, Tiger menggeser slide hijau lalu menekan loudspeaker pada benda pipih di tangannya. Ia menyodorkan ujung ponsel itu pada mulut Jihan.
"Jihan!" panggil Khansa berteriak di seberang sana. "Kemana aja kamu, lama sekali mengangkat teleponku. Gimana acaranya? Lancar 'kan? Terus Tiger bersikap baik sama kamu 'kan?" cerocos Khansa tiada jeda.
"Ha ... hai, Sa. Aku baik-baik aja. Tadi, acaranya lancar kok," ucap Jihan sambil melirik ke arah Tiger. Tangan lain pria itu masih menekan ujung gelas yang pecah pada leher putihnya.
"Beneran? Kata ayah kamu pingsan tadi? anak aku baik-baik aja 'kan? Apa dia ngrepotin?"
Pertanyaan itu sontak membuat Jihan bungkam. Hatinya seperti tertusuk benda tajam. Tiger menautkan alisnya, tampak cukup tertarik mendengar perbincangan dua wanita itu.
"Tidak, sama sekali tidak merepotkan. Aku hanya kelelahan saja," balas Jihan setelah beberapa saat.
"Ah, kalau begitu istirahatlah sekarang. Jangan sampai kelelahan ya, Ji. Kalau ada apa-apa segera hubungi aku ya," cetus Khansa dengan antusias.
"Baik, terima kasih banyak, Sa."
Percakapan mereka pun berakhir. Tiger mematikannya terlebih dahulu lalu memasukkan kembali ponsel itu pada saku celananya. Jihan hanya menatapnya kesal, bulir keringat pun mulai membasahi wajahnya.
Pria itu membanting gelas yang masih digenggamnya ke lantai, hingga menimbulkan suara menggelegar, serpihannya berhamburan di lantai. Ia lalu melenggang pergi tanpa berucap satu patah katapun.
Jihan menarik napas dalam-dalam, mengembangkan paru-paru untuk menyimpan oksigen sebanyak-banyaknya. Tubuhnya terasa sangat lelah. Ia pun merebahkan diri setelah merasa sedikit tenang.
Kelopak matanya enggan terpejam. Hanya meringkuk mencoba mencari posisi ternyaman. Jihan tidak peduli kemana lelaki itu pergi. "Paling juga sama wanita-wanita malam itu!" gerutunya menggigit bibir bawahnya.
"Ibu!" Jihan memejamkan matanya kuat ketika panggilan itu meluncur dari bibirnya. Meskipun ia belum mengenal betul bagaimana sifat Tiger, tetap saja rasa takut menyelinap di hatinya. Apalagi, melihat bagaimana pria itu memperlakukannya. Jihan takut pria itu benar-benar melakukan apa yang tadi diucapkan.
"Besok, aku jenguk saja," gumamnya lalu memaksa memejamkan mata.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan harinya, Jihan membuka kelopak matanya perlahan, ia tidur dengan posisi miring. Di depannya tidak menemukan siapapun, senyum tipis tersungging di bibirnya.
"Begini lebih baik," gumamnya merasa sedikit tenang.
Jihan beranjak duduk, meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Lalu menyibak selimut dan menurunkan kedua kaki jenjangnya.
"Aww! Ssshhh!" rintihnya kembali mundur dan duduk di tepian ranjang.
Ia lupa ada banyak serpihan gelas kaca yang masih berserakan di lantai. Jihan mengangkat salah satu kakinya, mencabut pecahan kaca yang menancap di telapak kakinya.
"Nyonya!" seru Bi Sari mengetuk pintu.
"Ya, Bi. Buka aja," balas Jihan menekan darah yang mulai mengalir.
Ketika pintu terbuka, Bibi terkejut melihat kamar yang berantakan. Segera ia mendekat, berjalan menghindari serpihan tersebut.
"Nyonya, Anda berdarah? Sebentar saya ambilkan kotak obat!" Bi Sari keluar lagi sebelum Jihan membalas apapun.
Tak berapa lama wanita paruh baya itu masuk membawa alat kebersihan juga kotak P3K. Ia tidak berani bertanya, hanya mengobati luka itu lalu membersihkan serpihan-serpihan kaca yang berhamburan.
"Makasih ya, Bi. Eee, apa Tiger masih di rumah?" ujar Jihan menyelipkan rambut panjangnya di belakang telinga. Manik matanya berkaca-kaca.
"Tuan sudah berangkat pagi-pagi sekali, Nyonya," sahutnya.
"Baiklah, kalau begitu saya mau mandi dulu." Jihan beranjak berdiri. Buru-buru Bibi hendak membantunya namun Jihan mengelak. "Enggak usah, Bi. Saya bisa sendiri."
Bi Sari langsung melepas tangannya. Ia mundur beberapa langkah sembari mengangguk, "Hati-hati, Nyonya."
Jihan bergegas mandi, sesuai dengan rencananya semalam, ia akan mengunjungi ibunya. Usai bersiap, Jihan menemukan sebuah ponsel di atas nakas. Namun itu bukan ponsel miliknya.
Tangannya mengulur dan meraihnya, membolak-balik benda pipih itu dengan kening mengernyit, "Sepertinya masih baru," gumamnya.
Tiba-tiba tersentak saat ponsel itu berdering. Nama Tiger terlihat jelas di layar itu. Jihan berpikir sejenak, namun akhirnya mengangkat panggilan itu.
"Mulai sekarang, itu ponselmu! Gunakan dengan baik. Dan jangan coba-coba untuk menghubungi orang lain. Siapapun itu! Karena aku pasti tahu! Ponsel itu sudah terhubung dengan ponselku. Paham?" Belum Jihan mengeluarkan suara, pria itu sudah berbicara panjang lebar dan tegas.
"Terserah!" sahutnya lalu menutup panggilan.
"Sial! Berani-beraninya menutup teleponku!" umpat Tiger di tempat berbeda.
Bersambung~