Axeline tumbuh dengan perasaan yang tidak terelakkan pada kakak sepupunya sendiri, Keynan. Namun, kebersamaan mereka terputus saat Keynan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya.
Lima tahun berlalu, tapi tidak membuat perasaan Axeline berubah. Tapi, saat Keynan kembali, ia bukan lagi sosok yang sama. Sikapnya dingin, seolah memberi jarak di antara mereka.
Namun, semua berubah saat sebuah insiden membuat mereka terjebak dalam hubungan yang tidak seharusnya terjadi.
Sikap Keynan membuat Axeline memilih untuk menjauh, dan menjaga jarak dengan Keynan. Terlebih saat tahu, Keynan mempunyai kekasih. Dia ingin melupakan segalanya, tanpa mencari tahu kebenarannya, tanpa menyadari fakta yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Di luar, seorang wanita berpenampilan anggun melangkah masuk ke perusahaan. Gaun elegannya membalut tubuh rampingnya, sementara aroma parfum mahal samar tercium.
Wanita itu berjalan penuh percaya diri ke meja resepsionis. Dia adalah Agnes.
"Aku ingin bertemu Keynan. Apa dia ada di ruangannya?" tanyanya tenang namun tegas.
Resepsionis tersenyum sopan. "Maaf, nona, apakah Anda sudah membuat janji sebelumnya?"
Agnes tersenyum tipis. Ia paham karyawan di sini belum mengenalnya, tapi itu bukan berarti ia perlu mengikuti prosedur biasa.
"Apa aku perlu janji untuk bertemu calon suamiku?" Ia mengangkat dagu sedikit, tatapannya tajam.
Resepsionis tertegun. Sesuai aturan, siapa pun harus membuat janji untuk menemui CEO, tetapi yang berdiri di hadapannya kini adalah calon istri sang CEO.
"Jadi, dia ada atau tidak?" Agnes menuntut jawaban.
"Tu-Tuan ada di ruangannya, nona. Ma-Mari saya antar," jawab resepsionis gugup.
Senyum puas tersungging di bibir Agnes. Ia melangkah mengikuti resepsionis menuju lift, sementara para karyawan diam-diam berbisik, berspekulasi tentang wanita yang baru saja mengaku sebagai calon nyonya besar perusahaan.
Sesampainya di depan sebuah pintu besar dengan nama Keynan Dirgantara terukir elegan di plat logamnya, resepsionis berkata pelan, "Ini ruangan Tuan Keynan, nona."
Agnes menatapnya sekilas sebelum tersenyum kecil. "Terima kasih. Sekarang kau boleh pergi."
Resepsionis itu menunduk hormat sebelum berbalik dan pergi, meninggalkan Agnes yang berdiri di depan pintu ruangan Keynan.
Dengan senyum tipis yang penuh percaya diri, Agnes mengangkat tangannya, mengetuk pintu tiga kali.
Tok. Tok. Tok.
Tak ada jawaban.
Tanpa ragu, ia memutar kenop pintu dan membukanya perlahan.
Di dalam, Keynan duduk di balik meja kerjanya. Matanya fokus pada dokumen di tangannya, sementara alisnya sedikit berkerut. Namun, begitu pintu terbuka, ia mengangkat kepala, dan tatapannya langsung bertemu dengan Agnes.
Mata Keynan berubah tajam. Bibirnya mengatup rapat. Tidak ada kehangatan, apalagi rasa bahagia di wajahnya saat melihat Agnes masuk tanpa izin.
Walaupun begitu, Agnes tetap tersenyum manis. Dengan langkah anggun, ia berjalan mendekat.
"Kau sibuk?" tanyanya dengan suara yang lembut tapi terdengar penuh kelicikan.
Keynan tidak langsung menjawab. Dia hanya meletakkan dokumen di tangannya, lalu menyandarkan tubuh ke kursinya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dingin.
Agnes terkekeh kecil, seolah tidak terpengaruh oleh sikap dingin Keynan. Ia duduk di kursi tamu tanpa menunggu dipersilakan.
"Aku hanya ingin melihat calon suamiku," ujarnya santai. "Kurasa, itu hal yang wajar, bukan?" Agnes menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyilangkan kaki dengan elegan. "Atau … kau tidak senang melihatku?"
Keynan menatapnya tanpa ekspresi. Ada kilatan tajam di mata Keynan. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, meletakkan kedua sikunya di atas meja, lalu menyatukan jemarinya.
"Aku tidak suka orang masuk ke ruanganku tanpa izin," ucapnya pelan, namun tajam.
Senyum Agnes sedikit menegang, tapi ia segera mengendalikannya dirinya. "Aku akan mengingatnya," jawabnya tenang. "Tapi, kurasa kita harus mulai membiasakan diri. Bagaimanapun juga, kita akan segera bertunangan, bukan?"
Keynan tidak menjawab. Namun, rahangnya sedikit mengeras.
Sedangkan Agnes tersenyum puas melihat reaksinya.
"Aku akan sering datang ke sini, Keynan," lanjut Agnes. "Sebagai calon istri mu, kurasa aku memiliki hak untuk mengenal lebih dalam dunia mu."
Keynan menatapnya tajam, tapi Agnes hanya tersenyum manis.
"Kau tahu, Agnes? Saat ini aku sangat membencimu," ucapnya dengan nada dingin, menusuk seperti belati.
Namun, bukannya merasa terintimidasi, Agnes justru terkekeh pelan. Seolah kata-kata pria itu tidak lebih dari angin lalu.
Dengan anggun, ia berdiri dan melangkah mendekat ke arah Keynan. Jemarinya mengusap bahu pria itu, lalu mendekat ke telinganya.
"Kau tidak boleh berkata seperti itu, sayang," bisiknya lembut dengan suara yang terdengar manis namun penuh dengan manipulasi. "Bagaimanapun juga, kita pernah menjalin hubungan …"
"Semua itu hanya pura-pura, jika kau lupa," potong Keynan dengan cepat. "Aku melakukan itu karena kau memohon padaku. Kau ingin perlindunganku dari orang-orang yang menindas mu. Tapi, kau membalas ku dengan cara seperti ini. Kau licik, Agnes."
Agnes tertawa kecil. "Itu memang benar. Tapi aku benar-benar mencintaimu, Keynan. Aku tulus." Ia melingkarkan lengannya di leher pria itu. "Jadi, aku ingin menikah denganmu."
Seketika, Keynan menepis tangan Agnes dengan kasar. Ia berdiri dan mencengkeram leher wanita itu.
"Le-lepaskan!" Agnes memukul-mukul lengannya, napasnya tersengal. Ia mencoba melepaskan diri saat rasa sakit mulai menjalar di tenggorokannya, dan ketakutan merayap di tubuhnya.
Keynan menatapnya tajam. "Bukankah tadi kau sangat ingin menikah denganku, hm?"
Agnes membeku. Untuk pertama kalinya, ia melihat sisi mengerikan dari pria ini.
"Sepertinya kau tidak mengenal siapa aku, Agnes," suara Keynan terdengar rendah, hampir seperti bisikan yang mengancam. "Kau pasti berpikir aku pria baik-baik, bukan? Asal kau tahu, tadi malam aku sudah membunuh dua orang. Ya, dua orang. Jadi, jika kau tidak ingin masuk dalam daftar target ku selanjutnya, lebih baik kau menjaga sikapmu."
Darah Agnes membeku. Tangannya gemetar. Ini bukan Keynan yang ia kenal.
Namun, Agnes tidak mau kalah. Dengan tangan gemetar, ia meraih ponselnya dan menunjukkannya di hadapan Keynan.
"Le-lepas, Keynan! A-atau aku akan memberitahu keluargamu bahwa kau mempunyai hubungan terlarang dengan adik sepupumu," ancamnya, meski suaranya terdengar bergetar.
Keynan terdiam sejenak. Matanya menyipit, tetapi ekspresi wajahnya tetap dingin. Tanpa banyak kata, dengan kasar ia merebut ponsel itu dari tangan Agnes. Ia melepaskan cengkeramannya dengan kasar, sehingga membuat Agnes tersungkur ke lantai.
Dengan gerakan cepat, Keynan membuka galeri ponsel itu. Matanya menyusuri layar, mencari sesuatu dan begitu ia menemukannya, ekspresinya semakin gelap.
Tapi, bukannya panik, Agnes justru tertawa kecil. "Hapus saja sesukamu. Hapus semua. Aku sudah menyalinnya di tempat lain," ucapnya dengan seringai penuh kemenangan.
Mata Keynan berkilat marah. Tanpa ragu, ia membanting ponsel itu ke lantai hingga hancur berkeping-keping.
Agnes terkejut sejenak, tetapi dengan cepat ia mampu mengendalikan dirinya. Dengan angkuh, ia berdiri dan menatap Keynan dengan penuh tantangan.
"Ingat, Keynan," suara Agnes kini terdengar lebih tajam. "Jika kau berani menyakitiku dan menolak pertunangan ini, aku akan menyebarkan video dan foto-foto kalian, agar semua orang tahu perbuatan kalian. Dengan begitu … kira-kira apa yang akan terjadi pada keluarga kalian dan … adik sepupumu itu?"
Seringai Agnes semakin lebar, merasa puas saat melihat Keynan mengepalkan tangannya, seolah berusaha keras menahan diri.
"Keluar!" usir Keynan dengan suara rendah. Dia menatap tajam Agnes yang tidak segera bergerak. "AKU BILANG, KELUAR!"
Agnes terkejut dan buru-buru keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan Keynan yang kehilangan kendali.
"ARGH!" teriak Keynan.
jadi penasaran
thor jgn lama2 up nya