The Devil Husband
Related dengan novel 👉 PENGANTINKU, LUAR BIASA. Semua Tokoh, Tempat, Alamat berhubungan dengan novel tersebut.
Dan semua Bangunan merupakan kehaluan author. Jadi jangan disangkutin ke dunia nyata yaa.. Just for fun, bestie. Happy enjoy 🥰
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Karpet putih membentang sepanjang pintu utama hingga podium depan di sebuah gereja kota Palembang. Sebentar lagi tempat tersebut menjadi tempat bersejarah bagi Tiger dan Jihan untuk menempuh hidup baru.
Tepat satu bulan setelah pengakuan Tiger ingin menikahi Jihan, acara pun akhirnya digelar dengan sederhana saja. Hanya dihadiri beberapa kerabat saja. Jihan sebenarnya menolak keras permintaan pria itu, namun mengingat aib yang akan ditanggung keluarga Isvara membuatnya terpaksa menyetujuinya.
Pagi yang begitu cerah, namun begitu kelam bagi Jihan. Di kediaman Isvara, Jihan terus menitikkan air mata di kamarnya. Bibi Fida yang menemaninya, hanya bisa membelai punggung perempuan itu dengan lembut.
Khansa -- adik tiri Jihan yang memaksanya pulang ke Kediaman Isvara sejak tahu kehamilan Jihan, sudah mendengar kabar tersebut. Namun ia tidak bisa datang karena bertepatan dengan hari pertama masuk kuliah di luar negeri. Ditambah kesibukan Leon, suaminya yang tidak bisa ditinggalkan.
"Non, sudah ya. Jangan menangis terus. Bibi yakin ini jalan terbaik untuk Non Jihan dan keluarga," ucapnya pelan berusaha menenangkan.
Jihan mengangguk sembari menyeka air matanya. Meski isakannya masih terdengar. Bukannya bahagia di hari pernikahan, Jihan justru merasa tertekan.
Ketakutan melingkupi hatinya mengingat sikap frontal dan kasar calon suaminya. Hatinya berdenyut nyeri tatkala mengingat pelecehan seksual yang dialaminya hingga saat ini tertanam benih di rahimnya.
Jika bukan karena Khansa, Jihan mungkin sudah mengakhiri hidupnya karena tak kuasa menanggung aib yang hanya membuat malu dirinya dan keluarga.
"Iya, Bi. Semua demi ayah dan Khansa. Aku sudah banyak berhutang budi pada mereka. Aku nggak mau membuat keluarga ini malu," aku Jihan memejamkan mata sembari menghela napas panjang. Menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk menghilangkan sesak di dadanya.
"Yang sabar ya, Non. Semoga setelah ini Non Jihan mendapat kebahagiaan," sambung Bibi Fida membelai rambut panjangnya. Jihan mengangguk pelan.
Setelah beberapa saat, Jihan mulai tenang. Ia bergegas mencuci mukanya lalu segera dimake over oleh MUA yang menunggu sedari tadi. Mereka segera melaksanakan tugasnya masing-masing. Ada yang merias wajah, menyiapkan gaun, lalu ada yang bertugas menata rambut Jihan. Wajah sembabnya mampu tersamarkan dengan make up yang mengukir wajah cantiknya.
"Tok! Tok!"
"Jihan, sudah siap belum? Kita harus segera berangkat," ucap Fauzan--sang ayah tiri setelah mengetuk pintu.
"Sudah, Yah!" sahut Jihan yang memang sudah siap, ia duduk dengan tegang di depan cermin yang memperlihatkan keanggunannya dalam pantulan cermin tersebut. Gaun indah tanpa lengan berwarna putih bersih, dengan veil transparan menutup wajahnya.
Fauzan membuka pintu kamar tersebut, lalu mengajaknya segera berangkat karena acara akan segera dimulai.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tepat pukul 10 pagi, rombongan pengantin pria sudah datang terlebih dahulu. Tiger didampingi Milano Sebastian, sang ayah angkat kini berdiri gagah di pintu masuk. Napasnya dibuang dengan kasar saat melihat rangkaian bunga yang ditata sedemikian rupa di ruangan tersebut.
Tubuh kekarnya berbalut tuxedo berwarna putih, dengan celana bahan berwarna senada. Tidak ada senyum sedikitpun yang tersungging dari bibirnya. Tatapannya dingin hingga bisa membekukan orang-orang di sekelilingnya.
Acara yang diselenggarakan hanya dihadiri beberapa kerabat dekat saja. Tidak mengundang orang luar sekalipun para karyawan mereka.
"Bersikaplah apa yang seharusnya kamu lakukan!" bisik Milano di telinga Tiger.
"Iya, Yah!" jawabnya singkat, menoleh sekilas pada pria paruh baya yang mendampinginya.
Pembawa acara kini mempersilakan pengantin naik pelaminan. Dengan langkah pelan namun tegas, pria itu berjalan di atas karpet putih hingga berdiri di depan pendeta.
Tak berapa lama, terdengar derit pintu terbuka. Semua pandangan tertuju pada sesosok wanita yang menundukkan pandangan. Gaun putih dan indah membalut tubuh rampingnya. Buket bunga mawar putih digenggam erat dengan kedua tangannya.
"Ayo, Ji! Tegakkan kepalamu," ajak Fauzan melingkarkan lengan sembari menatap anak tirinya itu.
Jihan menahan air matanya agar tidak tumpah. Dadanya teramat sesak, tenggorokannya tercekat. Perlahan ia mengangkat kepala dan menyusupkan tangan pada lingkaran lengan sang ayah.
Kakinya melangkah dengan sangat berat. Manik mata sendunya bersirobok dengan mata tajam Tiger. Keduanya sama-sama meluncurkan kebencian dari sorot mata keduanya.
Jihan berdebar kasar, ingin rasanya ia melarikan diri dari jeratan acara sakral tersebut. Tapi tubuhnya terasa terkunci dan seperti robot yang tidak bisa menolak setiap perintah yang ia terima.
Jemari lentiknya yang terbalut kain burkat berwarna putih menggenggam erat lengan Fauzan. Bahkan hingga mereka berhenti di depan Tiger.
"Saya serahkan Jihan padamu. Tolong jaga dia, cintai dia. Kalau kamu tidak menginginkannya, kembalikan padaku!" ujar Fauzan melepas cengkeraman tangan Jihan, namun justru Jihan semakin mengeratkannya. Tiger hanya mengangguk sedikit tanpa berucap sepatah kata pun.
Bulir keringat mulai bermunculan di keningnya. Ketakutan masih melingkupi hati dan jiwanya. Jihan masih trauma melihat sosok Tiger.
Fauzan menoleh pada wajah putrinya yang memucat. Ia menepuk-nepuk punggung tangan Jihan sembari berkata, "Tidak apa-apa, tenanglah," bisik Fauzan meyakinkan.
Beberapa sanak saudara yang hadir turut tegang melihat pasangan di depannya. Setelah beberapa kali menghela napas panjang, Jihan sedikit tenang. Meski gemetar, lengannya dituntun dan ditautkan dengan telapak tangan Tiger.
Fauzan mundur lalu duduk di tempat yang sudah disediakan untuknya. Dada Jihan berdegub hebat saat bersentuhan lagi dengan Tiger sejak satu bulan terakhir mereka bertemu.
Acara demi acara pun berjalan dengan semestinya secara runtut. Pemberkatan, pengucapan janji pernikahan telah diikrarkan dari bibir keduanya secara bergantian, kemudian memasuki sesi tukar cincin.
Mereka menyematkannya tanpa perasaan. Hanya sekedarnya saja dengan ekspresi datar. Seluruh tamu yang hadir bertepuk tangan lalu berteriak agar mempelai pria mencium pengantin wanita.
'Tidak! Jangan!' teriak Jihan dalam hati.
Kedua bola matanya menatap nanar manik hitam Tiger. Pria itu semakin mendekatkan kepalanya, membuka veil yang menutup wajah Jihan lalu mencium kening perempuan itu.
Lelehan air mata kembali mengalir di kedua pipinya. Sekujur tubuhnya gemetar hebat merasakan sentuhan bibir Tiger di keningnya. Gemuruh tepuk tangan para tamu pun menggema di ruangan tersebut. Mereka mengira Jihan menangis haru.
"Hapus air mata nggak berguna itu! Jangan perlihatkan pada orang-orang! Memalukan!" desis Tiger dengan geram yang masih dalam posisi sangat dekat. Kedua tangannya masih menggenggam lengan Jihan.
"Aku tidak menginginkan pernikahan ini!" lirih Jihan memberanikan diri menatap pria di hadapannya.
"Kamu pikir aku juga menginginkannya? Tidak! Sama sekali tidak! Aku bahkan ragu jika anak itu adalah darah dagingku!" lanjutnya bersuara lirih namun menghujam jantung Jihan.
Jihan membuang mukanya, sakit sekali mendengar ungkapan pria itu. Hatinya hancur tak berbentuk. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya terasa semakin melemah. Setelah mereka dinyatakan resmi menjadi pasangan suami istri, Jihan meluruh ke lantai dan tidak sadarkan diri.
...🔥🔥🔥🔥🔥...
...Flashback~...
Sekitar dua bulan yang lalu, Tiger meminta salah satu pelayan wanita yang bekerja di tempatnya itu datang ke ruangannya usai membuat keributan dengan pengunjung lain.
Kilat tajam terpancar dari kedua mata elang Tiger. Pria berperawakan tinggi dan berparas tampan itu, menyeringai dingin. Tatapannya memindai tubuh sexy Jihan. Satu tangannya memainkan rahang tegas yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Lidahnya menjulur membasahi bibir yang sedikit berisi.
Seruan ludah yang ditelan Jihan bahkan terdengar di penjuru ruangan yang cukup besar itu. Manik sayunya memancarkan ketakutan. Ia mengerjap dengan cepat. Dadanya mulai berdetak tidak karuan.
"Tu ... Tuan," lirih Jihan terbata-bata. Ia memberanikan diri untuk menyapa pria itu, setelah beberapa lama mereka terdiam dalam keheningan. Hanya saling melempar pandang dengan tatapan berbeda.
Pria itu menegakkan tubuh, menggerakkan kepalanya hingga lehernya terdengar bergemeletuk. Satu sudut bibirnya terangkat, ekor matanya masih menatap sinis. Kaki panjangnya terayun hingga posisinya semakin dekat dengan Jihan.
Jihan refleks memundurkan langkahnya, kedua kakinya diseret semakin menjauh dari pria di hadapannya. Panik semakin mendera, saat Tiger semakin merapat dengan tatapan lapar. Seolah hendak melahapnya hidup-hidup.
"Tuan mau apa?" Tubuh Jihan mulai gemeteran. Jantungnya bertalu kuat, dadanya seperti dipukul-pukul dari dalam.
"Aku mau ... kamu!" desis Tiger tepat di telinga Jihan. Tubuh wanita itu memang sangat menggoda, hanya dengan melihatnya saja, jiwa lelakinya bangkit seketika.
"Tidak, Tuan! Tolong jangan!" elak Jihan semakin ketakutan. Sekujur tubuhnya bergetar hebat. Ibunya dipenjara dan dia kabur dari rumah ayah tirinya.
Jihan masih trauma, ia pernah memberikan segalanya, termasuk mahkota terindah pada lelaki yang sangat dicintainya. Namun, perjalanan cintanya harus berakhir tragis. Beruntung dia tidak sampai mengandung benih Hendra--mantan kekasihnya.
Belahan dada Jihan yang basah usai bertengkar dengan pengunjung bar, memperlihatkan lekukan yang memukau di mata Tiger. Debaran kasar dada perempuan itu semakin membuat hasratnya menanjak.
Rok span yang dipakai, berjarak satu jengkal saja dari pinggang. Ia memang tidak punya pakaian layak pakai. Sejak dulu penampilannya selalu sexy dan menggoda.
Punggung Jihan terbentur dinding ruangan itu. Kepalanya terus menggeleng, air matanya mulai menyeruak dari kedua manik kelamnya saat pria itu menghimpit dan mengurungnya.
"Dengar! Aku selalu bisa mendapatkan apa yang aku inginkan! Apa pun itu!" tandasnya terdengar seperti nada ancaman. Tangannya langsung mencengkeram benda kenyal di dada Jihan dengan kasar.
Jihan tersentak, matanya membelalak dan menahan napas untuk sesaat. "Tolong lepaskan saya, Tuan!" Jihan masih mencoba mempertahankan diri. Meski sekujur tubuhnya melemas karena getaran hebat.
"Ya! Tapi nanti setelah kamu melayani aku!" tegas Tiger tidak menerima penolakan.
"Enggak, Tuan. Tolong jangan lakukan itu!" pekik Jihan menahan lengan kekar Tiger.
Tiger mendengkus saat menerima penolakan dari perempuan itu. Darahnya mendidih dengan rahang mulai mengeras. Tangannya mencengekeram kuat dagu runcing Jihan, mengarahkan matanya tepat pada tatapan tajamnya.
"Beraninya kamu menolakku!" berang Tiger dengan nada tinggi tepat di wajah
Jihan memejamkan matanya kuat, napasnya tercekat dan jantungnya seolah tertancap ribuan jarum.
Tiger semakin merapatkan tubuhnya hingga tak berjarak. Pria itu dengan rakus dan ganas melahap bibir Jihan. Tidak ada belas kasih meski Jihan meronta dan lelehan air mata mengalir begitu derasnya, membasahi pipi wanita itu.
Jarinya menjulur pada kepemilikan Jihan, memainkannya dengan sedikit kasar. Jihan mengernyit, merasakan sakit tak berperi. Tubuhnya melemas karena sedari tadi terus meronta. Ia tidak bisa mengelak kekuatan Tiger yang sudah terbakar gairah. Penolakan Jihan, membuat Tiger semakin ingin menerjangnya.
"Kau terus meronta, tapi tubuhmu tidak bisa menolaknya!" cibir Tiger saat gadis itu mengejang dan mengeluarkan cairan dari kepemilikannya.
Pria kejam itu menyeringai dingin. Dengan sekali tangkap, dia menggendong Jihan dan melemparkannya di sofa. Tidak ada yang bisa dilakukan perempuan itu selain menangis pasrah. Segala rasa berkecamuk dalam hatinya. Takut, marah, sakit bercampur aduk jadi satu.
Dengan kasar Tiger membabi buta merobek pakaian yang dikenakan Jihan. Melihat kemolekan gadis itu, Tiger semakin bersemangat. Tangannya mencengkeram kedua lengan Jihan, menguncinya di atas kepala. Kaki Jihan terus menendang-nendang namun Tiger segera menguncinya. Dan dalam sekali hentakan, ia pun mengoyak milik wanita itu.
"Cih! Sok nolak tapi ternyata ...." cebik Tiger saat mengetahui kondisi Jihan yang sudah tidak perawan sambil terus memacu di atas perempuan itu, menuntaskan hasratnya.
'Tuhan! Apa belum cukup semua penderitaan yang kau berikan untukku?' jerit Jihan dalam hati memejamkan matanya, lelehan air matanya semakin deras. Dadanya teramat sesak, seperti ada beban berat yang menghantamnya.
Seperti binatang buas yang berhasil menangkap mangsa, Tiger terus bergerak mencari kepuasannya. Tanpa perasaan, mengabaikan jeritan dan air mata Jihan. Hingga menghentak sekuat tenaga, saat meledakkan benih di dalam rahim perempuan itu.
Pikiran Jihan sudah berhamburan kemana-mana. Hancur tak berbentuk lagi. Hatinya terasa teremas tangan-tangan tak terlihat.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Griselda Nirbita
ooh begono ceritanya...
2024-07-20
1
Nadila
zzzz
2023-06-23
1
Ade Bunda86
hemmm
2023-03-28
0