"Jika kamu ingin melihat pelangi, kamu harus belajar melihat hujan."
Pernikahan Mario dan Karina sudah berjalan selama delapan tahun, dikaruniai buah hati tentulah hal yang didambakan oleh Mario dan Karina.
Didalam penantian itu, Mario datang dengan membawa seorang anak perempuan bernama Aluna, yang dia adopsi, Karina yang sudah lama mendambakan buah hati menyayangi Aluna dengan setulus hatinya.
Tapi semua harus berubah, saat Karina menyadari ada sikap berbeda dari Mario ke anak angkat mereka, sampai akhirnya Karina mengetahui bahwa Aluna adalah anak haram Mario dengan wanita lain, akankah pernikahan delapan tahun itu kandas karena hubungan gelap Mario dibelakang Karina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sepuluh
Saat Aluna menyebut nama maminya adalah Zoya, Karina merasa itu bagaikan dentuman keras yang membuat jantung Karina bergetar. Zoya adalah sekretarisnya Mario. Sekretaris yang selalu menemani sang suami kemanapun pria itu pergi bekerja. Selama ini Karina tidak pernah menyimpan rasa curiga pada suaminya, saat ini semua perasaan itu mulai menyeruak.
Karina menarik napas dalam-dalam dan berusaha tidak menunjukkan ekspresi terkejut. “Oh, Mami Zoya yang bekerja di sini, Sayang?” tanya Karina lagi, berusaha terdengar biasa.
“Ya, di sini dengan papi,” jawab Aluna ceria.
Karina merasa kepalanya berputar. Dia mencoba menahan sakit hati yang semakin menyiksa. Kenapa tidak ada satu pun yang pernah memberitahunya tentang hubungan Zoya dan suaminya? Apakah Aluna memang anak kandung Mario? Larutan pertanyaan ini membanjiri pikirannya.
Karina mencoba menahan air mata yang sudah menggenangi matanya. “Jadi, Nuna sering main ke sini karena mami dan papi kerja di sini?" tanya Karina dengan pelan.
Karina sedikit menjauh dari karyawan tadi. Tak mau gadis itu mendengar apa yang dia tanyakan pada Aluna.
"Setiap hari ...," jawab Aluna dengan polos.
"Sama siapa Mami Zoya ke kantor ini?" tanya Karina lagi.
"Pak Ahmad ...," jawab Aluna dengan suara jelas.
Jawaban dari pertanyaannya membuat Karina semakin terkejut. Tak menyangka jika semua orang telah membohonginya termasuk Pak Ahmad, supir keluarganya.
"Ya, Tuhan. Apa lagi ini. Kenapa Pak Ahmad juga ikutan membohongi'ku. Aku harus cari tau apa hubungan antara Mas Mario, Aluna dan Zoya!" seru Karina dalam hatinya.
Karina memeluk Aluna. Dia tak boleh membuat bocah itu ketakutan. Masih banyak yang ingin dia korek dari bibir mungil itu.
"Apa ...." Pertanyaan Karina menggantung karena dia mendengar suara pintu yang di buka. Di ambang pintu berdiri suaminya Mario. Ani yang keluar dari ruangan itu berjalan dengan menundukkan kepalanya.
Karina menarik napas, mencoba menghilangkan rasa sesak di dada. Mario melambaikan tangannya dan meminta Karina masuk. Dengan berat hati, dia berdiri sambil menggendong Aluna. Bocah itu langsung memeluk leher Karina dan meletakan kepalanya di bahu. Senyaman itu sang bocah bersama wanita tersebut.
Mario menarik napas melihat Karina yang dengan tulus menggendong Aluna. Dia juga dapat melihat jika putrinya begitu nyaman delam pelukan istrinya.
"Ya, Tuhan. Seandainya Aluna keluar dari rahim istriku Karina, pasti aku adalah pria yang paling beruntung. Maafkan aku, Karin. Aku telah membohongi kamu selama ini," gumam Mario dalam hatinya.
Karina masuk ke ruang kerja suaminya dengan perasaan canggung. Masih terngiang ucapan Aluna jika ibunya adalah Zoya. Dia ingat setiap ke sini dulunya, dia selalu melihat sang suami hanya berdua dengan Zoya. Namun, dia tak pernah berpikiran jika suaminya dan sang sekertaris akan terlibat affair.
"Mas, apa salahku? Apakah kau anggap aku ini bodoh sehingga kau begitu tega membohongi'ku selama ini?" tanya Karina dalam hatinya. Ingin rasanya berteriak untuk meluapkan semua rasa sakitnya. Dadanya juga terasa sangat sesak.
Karina duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Matanya melirik ke kiri dan kanan, mencoba mencari apa yang tadi disembunyikan suaminya.
"Tadi katanya kamu bawa bekal untukku dan Aluna. Perutku sudah lapar. Boleh kita makan sekarang?" tanya Mario.
Karina tersenyum sebagai jawaban. Dia lalu membuka rantang yang tadi dia bawa. Mengambil untuk sang bocah. Dia lalu menyuapi anak kecil itu. Aluna tampak sangat senang dan bersemangat makannya.
Mario memperhatikan interaksi antara Karin dan Aluna, dia menatap pemandangan yang menyayat hatinya. Karina yang menyuapi Aluna dengan kasih sayang. Senyum Aluna dan Karina berkilauan seperti bintang di malam cerah.
Mario merasa tertusuk pedang penyesalan. "Apa yang aku lakukan?" katanya dalam hati. "Aku telah mengkhianati kepercayaan Karina. Apa yang akan aku katakan jika dia tau kebenarannya? Apakah Karina akan memaafkan diriku?"
Dia mengingat malam-malam yang dibuatnya bersama Zoya, sekretarisnya. "Aku terlalu lemah," Mario menyesali. "Aku tidak bisa mengendalikan nafsu, tidak bisa menjaga janji."
Karina memandangi Mario dan memaksakan senyumnya agar pria itu tak curiga dengannya. "Mas, kamu tak ikut makan?
Mario tersenyum palsu, menyembunyikan kebohongannya. "Ya, Sayang." Mario lalu berjalan mendekati Karina dan buah hatinya.
Saat duduk bersama, Mario merasa terjepit antara penyesalan dan kebohongan. Dia ingin mengakui kesalahannya, tapi takut kehilangan cinta Karina.
"Karina, aku ...." Mario berhenti, takut melanjutkan.
Karina menatapnya dengan kecurigaan. "Apa, Mas?"
Mario berbohong lagi. "Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih. Kamu sangat baik. Aku beruntung memiliki istri seperti kamu. Kamu bukan saja cantik, baik dan penyayang. Nuna saja bisa langsung dekat denganmu."
Karina tersenyum, pura-pura percaya pada kebohongan itu. Walau hatinya ingin sekali memaki dan menampar wajah sok polos suaminya. Tapi, dia akan tetap begini sampai terbukti kecurangan sang suami.
Mario merasa hatinya semakin berat. Dia tahu, suatu hari nanti, kebenaran akan terungkap. Dan dia takut menghadapi konsekuensinya.
"Karina, berjanjilah kamu akan terus bersamaku, apa pun yang terjadi. Jika aku melakukan kesalahan, aku mohon jangan pergi. Kau boleh menghukumku asal tetap berada di sampingku. Kau adalah penerang jalanku. Jika kau pergi, aku pastikan diriku makin tersesat," ujar Mario dengan suara lembut.
Karina melihat air mata turun membasahi pipi suaminya, tapi rasa kecewa yang terlanjur hadir di hati membuatnya tak merasa iba dan simpatik.
"Aku tak bisa janji, Mas. Hati seseorang itu.mudah berubah. Detik ini saja, jika Tuhan berkehendak, dia bisa membalikan hatimu dan hatiku dari cinta menjadi benci," jawab Karina dengan tegas.
Wanita bisa kehilangan akalnya karena orang yang dia cintai. Oleh karena itu dia butuh tamparan ribuan kali agar dia sadar dan tahu diri. Allah biarkan tamparan itu berupa rasa sakit hati dari orang yang dia cintai sehingga logikanya berjalan dan tidak lagi menggunakan perasaan.
"Kenapa kamu bicara begitu, Karin? Aku tak akan pernah berubah, aku mencintaimu kemarin, hari ini dan esok, selamanya," balas Mario.
Mendengar ucapan suaminya membuat perut Karina mual. Jika dulu dia akan merasa senang dan bahagia, tidak untuk saat ini. Rasanya ingin menampar wajah suaminya itu, tapi dia tak mau mengotori tangannya.
"Tunggu saja kejutan yang akan aku berikan padamu, Mas. Jika terbukti Aluna putri kandungmu dan Zoya!" seru Karina dalam hatinya.
"Mas Mario, jika dulu rayuanmu membuatku terbang bahkan hingga naik ke bintang-bintang, namun kini aku merasa diriku kau hempaskan jauh ke dalam jurang yang curam. Ragaku memang terlihat masih tetap seperti dulu, tapi tidak dengan hatiku. Jika aku masih mencoba bertahan, itu semua kulakukan hanya karena aku ingin membuktikan semua yang aku pikirkan itu benar adanya. Dan jika suatu saat aku pergi meninggalkan kamu itu juga karena aku tidak ingin mendzalim diriku sendiri. Jika hati ini sudah tak mampu lagi bertahan, aku aka itu n mundur dengan hati ikhlas."
Klo dari dulu tegas ga akan berlarut masalahmu mario..
Terima kasih mam tetap 💪💪🤗😍