Yang bocil minggir dulu ya🙃
Sinopsis 👇
Mina tidak tahu ada apa dengan hubungan kakak dan kakak iparnya. Di luar mereka tampak baik tapi sebenarnya mereka menyembunyikan sesuatu.
Berawal dari penasaran, Mina memutuskan menyelidiki keduanya. Ternyata benar. Di apartemen tempat tinggal mereka, mereka bahkan tidur terpisah. Mina yang dasarnya mulut ember itu ingin melapor ke mamanya. Sayangnya sebelum berhasil, ia ketahuan oleh Foster, kakak iparnya.
Dan yang tidak pernah Mina duga, Foster malah memaksanya bermain api dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 19
"Disini tempatnya?" Foster menghentikan mobilnya di depan sebuah panti asuhan bertuliskan 'Panti Utama'
Pria itu melirik Mina yang fokus ke ponselnya.
"Ia kak, bener di sini." sahut gadis itu. Kayaknya tadi dia sedang mastiin tempat didepan mereka ini benar atau nggak.
"Teman-teman kamu mana?" tanya Foster lagi. Sepanjang perjalanan tadi Mina sangat aman, karena kakak iparnya tidak melakukan apa-apa. Seperti meraba-raba dirinya.
"Udah di dalam. Kalo gitu aku masuk dulu ya," Mina sudah siap-siap mau membuka pintu mobil namun Foster menahannya. Tangannya yang halus di genggam oleh pria itu, sesaat membuatnya merasa gugup.
"Jam berapa kau pulang?" sungguh kaku sekali. Mina merasa setelah tidak bicara beberapa hari, pria itu tambah kaku.
"Mm, nggak tahu. Habis ini masih ada makan pertemuan club dikampus." sahut Mina tak memberi kepastian. Karena dia sendiri pun belum tahu.
"Telpon aku kalau sudah selesai, aku akan menjemputmu nanti."
"Nggak usah kak!" tolak Mina cepat dan langsung mendapatkan tatapan tajam Foster.
"Kau tahu aku paling tidak suka ditolak bukan?" ancam pria itu. Mina meneguk salivanya. Kakak iparnya adalah laki-laki paling berbahaya yang pernah dia temui.
"Ta ... Tapi aku bisa pulang sendiri, atau nanti aku nebeng sama temanku saja." gumamnya pelan, masih berusaha menolak. Foster menatapnya lurus. Sebelah tangan memegangi stir tapi badannya ia miringkan menghadap Mina.
"Laki-laki atau perempuan?" tanyanya.
"Perempuan."
"Temanmu itu bawa mobil atau motor?" Mina berusaha menahan rasa jengkelnya terhadap Foster. Banyak nanya banget.
"Mobil."
"Berapa orang dalam mobil?"
"Ya mana aku tahu, bisa ajakan ada yang mau nebeng dadakan pada saat mau pulang. Aku nggak bisa hitung, gimana sih." akhirnya Mina tidak tahan lagi. Suaranya agak meninggi karena jengkel. Ia menyesal sesudahnya. Kakak iparnya ini kan agak lain kalau marah. Tentu saja Mina harus ekstra hati-hati padanya. Tapi tadi ia sudah tidak bisa mengontrol rasa jengkelnya dan bicara cukup ketus pada pria itu. Mudah-mudahan kak Foster tidak mempermasalahkannya.
Menarik. Huh! Foster tersenyum miring. Bahkan di saat kesal, gadis itu makin menarik lagi dimatanya. Tapi sesudah itu Foster melihat dari raut wajah Mina kalau gadis itu tampak menyesal.
"Ya sudah. Turunlah. Kau boleh pulang dengan temanmu hari ini. Tapi berikutnya jangan menolakku lagi. Kalau tidak, aku akan membuatmu kesulitan berjalan." kata Foster sambil mengedipkan sebelah matanya.
Mina bergidik ngeri. Tuhkan, ancaman-ancamannya mengerikan. Mina tentu tahu arti dalam kalimat terakhir Foster.
"Ka ... Kalau begitu aku pamit kak," kata Mina kemudian. Ia berjalan dengan cepat memasuki panti asuhan. Foster terus memandanginya dari belakang mobil sampai gadis itu menghilang dari hadapannya.
"Bahkan dari belakang ia sangat sexy." gumam Foster kemudian meninggalkan tempat itu.
***
Didalam panti, teman-teman club Dira sudah berkumpul. Bahkan sudah sementara membagi-bagi bansos pada anak-anak yang ada di tempat itu.
"Kenapa terlambat? Semua orang sudah datang dari setengah jam yang lalu Mina." bisik Dira pelan ditelinga Mina.
"Maaf, ada sedikit masalah." balas Mina memberi alasan. Ia jadi nggak enak sama teman-teman mereka yang lain, yang memberinya tatapan aneh. Sebenarnya mereka tidak bisa dibilang teman, karena ia pun bukan anggota club dan tidak terlalu akrab dengan mereka. Kalau tidak memikirkan Dira adalah sahabat yang sangat baik padanya, Mina pasti tidak akan ikut. Ia lebih memilih santai di rumah.
"Untung kamu bukan anggota club. Kalau nggak, kamu sudah dimarahi habis-habisan sama pengurus club. Ya sudah, sekarang bantu aku bagiin ini ke anak-anak sebelah sana." Dira lalu mengambil dus besar berisi alat tulis menulis dan beberapa pakaian dan disodorkan ke Mina.
"Kamu pegang ini, nanti aku yang bagiin." katanya.
"Dira, itu terlalu besar dan berat. Kalian akan kesulitan memeganginya. Biar aku saja." kata Paul yang tiba-tiba muncul didekat mereka. Ia langsung mengambil alih dus besar tersebut dari dari tangan Dira.
Maksud Paul adalah dia tidak ingin Mina kesulitan membawa barang berat itu dan akhirnya malah kecapean. Tapi Dira salah paham. Gadis itu pikir Paul sengaja datang untuk membantunya, karena mereka pasangan kekasih sekarang. Jadinya Dira tersenyum malu-malu saat digodain teman disebelahnya.
"Ma ... Makasih Paul." ucap Dira tersipu malu.
"Sama-sama." balas Paul. Matanya turun ke Mina yang cepat-cepat memalingkan wajah ke arah lain. Pria itu tersenyum tipis. Gadis itu mungkin malu padanya.
"Ayo ke sana. Mina, ayo." Dira lalu menarik tangan Mina. Mereka berjalan ke bagian belakang diikuti Paul yang membawa dus. Mina mengambil-ambil barang yang sudah dipisahkan per plastik dan Dira yang bertugas membagikan ke anak-anak.
Usai mereka membagi-bagikan bansos. Semuanya berkumpul di satu ruangan besar yang sudah disiapkan pekerja panti untuk makan bersama.
Mina merasa tidak terlalu cocok di club ini. Mungkin karena dia tidak terlalu suka kegiatan beginian. Walau bagi-bagi bansos itu adalah salah satu kegiatan yang sangat baik, tapi Mina lebih memilih tidak ikutan. Dia lebih suka simple. Langsung aja kasih uangnya ke pemilik yayasan nanti mereka yang beli keperluan anak-anak. Gampangkan?
Huffft ...
Gadis itu membuang napas panjang. Dira sedang asyik ngobrol berdua dengan Paul di ujung sana. Mina sendiri tidak akrab dengan semua anggota club, jadinya ia hanya bisa menyendiri di sudut.
"Mina!" panggilan tersebut sontak membuat Mina berbalik. Ia melihat cewek berambut bob disertai soflens berwarna abu-abu telah berdiri didepannya. Mina tidak begitu ingat siapa namanya, tapi dia pernah tahu nama cewek itu.
"Mm, beberapa hari lalu aku lihat ada yang jemput kamu dikampus. Dia siapanya kamu?" tanya perempuan itu. Namanya Lisa. Mina ingat sekarang.
Dira pernah cerita tentangnya. Kata Dira gadis kayak Lisa ini adalah tipe yang hanya suka berteman dengan orang-orang kaya dan menguntungkan baginya. Dia sangat suka memanfaatkan orang lain. Kalau sudah nggak penting, ia buang. Pokoknya sifatnya nggak bagus menurut cerita Dira.
"Hanya kenalan kakakku." jawab Mina seadanya, tetap berusaha agar dia terlihat ramah. Tapi dia tidak bilang kalau kak Foster adalah suami dari kakaknya.
"Oh, kenalan dekat? Keluarga kamu kerja apa?" kali ini mata Lisa turun menatapi penampilan Mina. Dimatanya penampilan Mina terkesan biasa-biasa saja. Pakaiannnya sederhana, tidak tampak dari keluarga kaya. Tapi Lisa penasaran bagaimana seorang Mina yang menurutnya dari keluarga biasa-biasa saja bisa kenal dengan lelaki yang menjemputnya kemaren.
Lelaki itu jelas sangat kaya raya. Mobilnya saja harganya selangit. Lisa jadi iri. Apalagi pria itu sangat tampan.
"Papaku hanya pekerja kantoran biasa." jawab Mina.
"Kalau kakakmu kerja apa?"
"Karyawan kantor juga."
"Lantas gimana kakakmu bisa kenal pria tampan itu?"
Astaga. Kepo banget.
"Aku nggak tahu. Itu urusan mereka. Ohya Lis, aku harus ke toilet sebentar." Mina yang merasa bosan akhirnya mencari alasan buat pergi.