Tahu masa lalunya yang sangat menyakitkan hati satu minggu sebelum hari pernikahan. Sayang, Zoya tetap tidak bisa mundur dari pernikahan tersebut walau batinnya menolak dengan keras.
"Tapi dia sudah punya anak dengan wanita lain walau tidak menikah, papa." Zoyana berucap sambil terisak.
"Apa salahnya, Aya! Masa lalu adalah masa lalu. Dan lagi, masih banyak gadis yang menikah dengan duda."
Zoya hanya ingin dimengerti apa yang saat ini hatinya sedang rasa, dan apa pula yang sedang ia takutkan. Tapi keluarganya, sama sekali tidak berpikiran yang sama. Akankah pernikahan itu bisa bertahan? Atau, pernikahan ini malahan akan hancur karena masa lalu sang suami? Yuk! Baca sampai akhir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 6
Si mama pun langsung menghidupkan lampu ruang penghubung dengan teras. Suasana remang-remang yang sebelumnya Arya nikmati, kini sudah langsung berubah setelah lampu ruangan tersebut mamanya nyalakan.
"Mikir apa sih? Calon istrimu ya?" Goda si mama sambil tersenyum.
"Yang mau nikah malah melamun jauh banget. Apa sih yang sedang kamu pikirkan? Cemas dengan waktu yang berjalan terasa lama yah?" Goda si mama lagi sambil mengambil posisi duduk di kursi yang ada di dekat anaknya.
Arya langsung mengukir senyum manis. Nyatanya, itu hanya senyuman pahit yang susah payah dia perlihatkan agar sang mama tidak tahu apa yang saat ini sedang hatinya sembunyikan. Dia merahasiakannya. Dia tidak ingin mamanya merasa cemas. Dia ingin semua berjalan sesuai keinginan, tapi takdir terlalu sulit untuk di tebak.
"Mama bisa aja yah."
"Eh, apa itu yang mama bawa?" Fokus Arya tertuju pada barang yang saat ini masih ada di tangan sang mama.
Senyum sang mama pun kembali terukir.
"Tau gak? Mama dari tempat cetak foto."
Setelah berucap, sang mama langsung meletakkan barang bawaannya di atas meja yang ada di depan mereka.
"Nih, liat! Foto pre-wedding kalian bagus banget. Jadi, mama minta dibikin yang ukuran kecil buat di panjang. Bagus, gak?"
Mata Arya pun langsung terfokus pada beberapa bingkai foto yang ada di atas meja. Tangannya meraih dengan ringan. Benar, foto-foto itu terlalu indah untuk diabaikan. Foto di mana Zoya masih tersenyum dengan manis ketika melihat dirinya.
"Zoya." Arya menyentuh bingkai foto dengan gaun indah berwarna hijau tua.
Yah, gadis itu pecinta warna hijau. Jadinya, Arya membiarkan foto pre-wedding mereka dengan nuansa alam serba hijau. Senyum Zoya terlihat sangat indah. Hal itu membuat hati Arya semakin terusik.
Lima hari yang lalu, mereka melakukan sesi foto pre-wedding tersebut. Zoya terlihat sangat bahagia. Senyum manis terlihat sangat natural lepas dari bibir, datang dari hati. Wanita itu cukup bahagia waktu itu.
Tapi tadi siang, semaunya berubah. Zoya terlihat sangat murka. Tatapannya tajam menusuk, penuh dengan amarah juga kebencian. Zoya ingin memutuskan hubungan mereka. Mulai dari sosial media yang tidak bisa lagi Arya hubung, hingga nomor ponsel milik Arya yang Zoya blokir. Singkatnya, Zoya benar-benar ingin putus hubungan dengan Arya.
Hal itu tentu membuat Arya takut setengah mati. Hatinya kosong. Perasaannya bimbang. Dia tidak ingin pernikahannya batal. Susah payah wanita itu dia kejar, setelah hampir ada dalam genggaman, malah ingin melepaskan diri. Mana mungkin dia bersedia.
Tatapan mata Arya yang melihat kearah bingkai foto dengan berkaca-kaca membuat hati si mama merasa tidak nyaman. Sebuah sentuhan langsung dia berikan pada pundak anaknya yang saat ini terlihat sedang berada dalam suasana penuh dengan kesedihan.
"Arya."
Sontak, Arya langsung tersadar. Buliran bening yang hampir saja jatuh, segera Arya seka dengan cepat.
"M-- mama."
"Kamu ... kenapa sih, Ar? Kok, keknya sedang sedih gitu? Kamu, nangis Arya?"
"Ah, ng-- nggak kok, Ma. Gak nangis. Apaan sih mama," ucap Arya dengan memperlihatkan senyum paksa yang dia ukir dengan susah payah.
Tapi tidak, yang namanya mama pasti tahu apa yang anaknya sedang perlihatkan.
"Jangan bohong, Arya. Mama ini masih bisa ngeliat dengan baik tau. Masa mama mau kamu kadalin sih?"
"Mama. Nggak kok. Mama kan mama aku, bukan kadal."
"Arya. Malah mutar balik kata-kata."
"Kenapa? Ada masalah?"
"Masalah apa sih, Ma? Nggak."
"Lalu, barusan itu?"
"Terharu, mama. Terharu."
Senyum lebar sang mama perlihatkan.
"Mama tahu itu. Tapi ih, jangan cengeng jadi laki-laki."
"Hm, tapi, mama bisa maklum sih kalo kamu terharu sekarang. Bentar lagi, mimpi mu jadi kenyataan 'kan?"
"Susah payah kamu ngejar dia, sekarang, kamu bisa nikahin gadis yang kamu cintai. Mama berharap, semoga anak mama bisa bahagia kali ini. Hidup bahagia dengan wanita yang anak mama cintai. Gak akan kandas hubungan lagi."
Arya menatap sang mama dengan tatapan lekat. Bibirnya terlalu berat untuk berucap. Bahkan, untuk berucap kata amin saja tidak bisa.
'Ya Tuhan, jangan kecewakan hati ini lagi. Karena bukan hanya aku yang akan kecewa, tapi mama juga.' Arya berkata dalam hati.
Yah, dia sangat-sangat takut sekarang. Dia tidak ingin pernikahan itu gagal. Dia tidak ingin hatinya kecewa. Karena, bukan hanya hatinya yang akan dikecewakan jika pernikahan itu gagal. Hati mamanya juga akan kecewa dan sedih. Sebaliknya, mereka juga akan dipermalukan untuk yang kedua kalinya.
'Ya Tuhan, jangan gagalkan hubungan ku yang kedua ini. Cukup sudah hubungan pertama yang kandas di tengah jalan. Jangan yang ini juga,' kata hati Arya lagi.
Gagal menjalani hubungan yang pertama karena Arya datang dari keluarga yang sederhana waktu itu. Latar belakang Arya yang tidak lagi punya papa membuat keluarga Kinan tidak ingin menikahkan putri mereka dengan pria tidak beruntung seperti Arya.
Tapi, mereka tidak tahu jika nasib bisa berubah. Arya juga bisa berusaha dengan kekuatan juga kepintaran yang dia punya meski dia hanya hidup bersama sang mama tanpa ada dukungan dari papa dan dari kelaurga yang lainnya.
Lalu sekarang, setelah Arya bisa bangkit, punya usaha sendiri, hidupnya mapan. Perjuangan untuk menikah malah terhalang masa lalu. Kenapa bisa begitu? Apakah dia memang tidak layak untuk menjalani hubungan berumah tangga dengan pasangannya?
Dia benar-benar tidak sanggup jika kali ini gagal lagi. Dia tidak akan pernah siap untuk kehilangan untuk yang kedua kalinya. Jika dia bisa, maka dia akan terus memaksa. Walaupun yang dipaksa akan menolak dengan sekuat tenaga. Bagi Arya, yang terpaling penting sekarang adalah mengikat Zoya dengan janji suci pernikahan di depan pak penghulu. Setelahnya, dia akan berusaha membangun hubungan rumah tangga secara perlahan walau Zoya menolaknya secara terang-terangan.
....
*Apakah sudah siap, Aya?*
Pesan teks yang Juan kirimkan langsung Zoya balas. *Sudah. Kakak di mana sekarang?*
*Kakak sudah ada di dalam mobil. Kakak tunggu kamu di depan gerbang rumah kita. Semua sudah kakak atur, tinggal kamu keluar dari rumah dengan hati-hati saja.*
*Baik, kak. Aku gerak sekarang.*
*Oke. Kakak tunggu.*
Chat itu berakhir. Zoya pun langsung membuka pintu kamar. Memperhatikan sekeliling yang sudah terlihat sangat tenang. Dia lalu beranjak dengan langkah besar sambil menyeret koper kecil miliknya. Sedangkan koper besar, sudah berhasil kakaknya bawa keluar.
Saat melewati pintu utama dari rumah besar dengan dua lantai tersebut, hati Zoya sedikit lega. Tapi, rasa bersalah masih terasa. Namun, penolakan yang besar tetap memaksa Zoya untuk beranjak meninggalkan rumah kedua orang tuanya. Zoya pun kembali beranjak.
lanjut kak...
semngat....
sdah mampir...
semoga seru alur critanya...
semngat kak ...