Berlapang Dada

Bu Tini sesekali menoleh ke jam dinding. Ia memperhatikan cucu perempuannya yang anteng bermain boneka kecil juga beberapa Lego. Dafi sedang pergi les di antar oleh kakeknya.

Alhasil ,ia hanya berdua dengan Khalis di rumah. Warung juga jarang pembeli tak seperti biasanya. Mungkin efek akhir bulan.

Khalis bangun dari duduknya. Ia berjalan mendekati meja di mana gelas plastik miliknya sudah kosong.

Gadis kecil itu menoleh ke neneknya yang sedang melamun. Khalis ingin minta neneknya mengisi gelasnya lagi, tapi ia takut.

Mau mengisi sendiri tidak bisa karena teko air nya ada di atas meja. Dan dia belum sampai untuk mengambilnya.

Akhirnya Bu Tini sadar jika Khalis sedang menatap dirinya sambil membolak balik kan gelasnya yang kosong.

Perempuan paruh baya itu menghela nafas panjang. Tanpa mengucapkan apa pun, ia merebut gelas Khalis dengan sedikit kasar.

Khalis sampai tertegun melihat sikap neneknya. Tak lama kemudian, sang nenek membawa dot berisi air putih untuknya.

Khalis tersenyum sambil menerima gelas dot dari neneknya tersebut. Setelah minum, ia kembali bermain dengan mainannya.

Tak ada obrolan apalagi tawa. Mungkin itu lah salah satu penyebab speech delay yang Khalis alami.

"Selesaikan mainannya, sebentar lagi ayah mu pulang!" ujar neneknya. Khalis yang menolehkan kepalanya hanya menganggukkan kepalanya.

Di tempat lain, Ajeng sedang bersiap untuk pulang. Waktunya di tempat ini hanya tersisa hitungan hari. Tapi dia sudah memutuskan untuk selesai kontrak di sana dan tidak ada niat untuk memperpanjang.

"Ajeng...Jeng!"

Gadis itu menurunkan bahunya. Dia hafal siapa pemilik suara itu. Yup, pak Yos!

"Ya pak?" Ajeng bersikap seramah mungkin.

"Saya antar ya!" pinta pak Yos.

"Ngga usah pak Yos, makasih banget sebelumnya. Saya....''

"Kamu mau pulang sama satpam itu?" tanya Pak Yos dengan senyum mengejek.

Ajeng mengerutkan keningnya. Apa yang pak Yos maksud itu Bhumi?

"Kemarin saya percaya kalau si satpam itu pacar kamu yang PNS dari kampungmu. Ternyata cuma satpam di bank depan. Ajeng...Ajeng, kalo kamu mau selingkuh minimal liat-liat dulu lah. Jangan cuma menang tampang doang, tapi dompet tipis!" ejek Pak Yos yang kesal selalu di tolak oleh Ajeng.

"Maaf ya pak Yos. Sepertinya urusan pribadi saya ngga perlu bapak cari tahu deh. Sekali lagi maaf ya pak, saya pulang dulu. Permisi!"

Meski hatinya gondok, tapi Ajeng berusaha untuk tetap bersikap sopan pada calon mantan atasannya tersebut.

Dengan langkah cepat, Ajeng berjalan meninggalkan gedung restoran itu. Ia menyebrang jalan dan melewati bank di mana Bhumi bekerja. Karena sudah sore, bank juga sudah tutup.

Namun lelaki yang satu bulan ini ia temui tak nampak.

Kok aku jadi ngerasa ngga enak ya? Apa jangan-jangan pak Yos ketemu sama mas Bhumi, terus dia menghina mas Bhumi? Duh ...ampun!

Ajeng sibuk menebak-nebak sambil terus berjalan. Setelah puas berjalan di trotoar jalan protokol, Ajeng pun masuk ke jalan menuju gang kostannya.

Gadis itu merasakan ada sesuatu di area pribadinya.

"Apa bocor ya! Ya ampun, iya bener udah akhir bulan! Tahu gitu tadi mampir ke indoapril dulu! Udah sampe sini harus ke warung dong ah ....!" monolog Ajeng dalam hati.

Ia berjalan terus melewati gang arah kost nya menuju ke rumah Bhumi.

Sesampainya di sana, ia mendengar Khalis yang menangis. Di dekatnya ada anak kecil berusia sembilan atau sepuluh tahunan yang sedang meledek Khalis bahkan menoyor-noyor kepala Khalis.

Merasa itu hal yang tidak baik apalagi di lakukan oleh anak seusia itu, Ajeng menerobos pintu gerbang kecil rumah itu.

"Khalis....!" Ajeng menghambur membopong Khalis yang menangis. Dafi menekuk wajahnya karena menjahili Khalis sudah di ganggu oleh orang asing.

"Bu...Bu...!" Khalis memeluk leher Ajeng dengan begitu erat.

"Iya sayang, sama Tante ya!" Ajeng mengusap-usap punggung Khalis.

"Kakak kan udah besar, ngga boleh kasar seperti itu sama Khalis. Kasian Khalisnya masih kecil!" tegur Ajeng tanpa nada marah.

Tiba-tiba saja Bu Tini muncul dari ruang belakang.

"Ada apa ini?" tanya Bu Tini. Dafi berlari kecil menghampiri Bu Tini.

"Dafi lagi main sama Khalis nek, tiba-tiba tante itu datang marahin Dafi...!" kata Dafi mengadu pada neneknya.

Bu Tini menatap Ajeng dengan sorot mata yang menohok.

"Kamu lagi? Mau ngapain kamu ke sini, hah? Turunin Khalis!" Bu Tini memaksa Khalis turun dari gendongan Ajeng. Tapi Khalis meraung tak mau turun.

"Bu...jangan di paksa! Kasihan Khalisnya" Ajeng mempertahankan Khalis dalam gendongannya.

"Kamu pikir kamu siapa hah? Berani-beraninya sok peduli sama cucu saya! Apalagi kamu ngomelin cucu saya! Mau jadi pahlawan, iya?"

Ajeng menggeleng pelan. Dari arah luar, Resti yang baru pulang kerja pun bergabung dengan ibunya.

"Ada apa sih Bu ribut-ribut?" tanya Resti. Ia lelah bekerja dari pagi sampai rumah malah ribut seperti ini.

"Ini nih, cewek gatel ini marahin Dafi. Malah ngga mau nurunin Khalis dari gendongannya. Caper sama adik kamu pasti tuh!" tuduh Bu Tini.

"Astaghfirullah!" Ajeng menggeleng pelan. Resti menatap Ajeng dari atas sampai bawah.

Sekilas mirip almarhumah Ayu! Batin Resti.

"Oh...jadi kamu yang namanya Ajeng-ajeng itu?" Resti tersenyum remeh. Khalis masih memeluk erat leher Ajeng meski ia sudah tidak menangis.

"Mama, Tante ini marahin aku Ma...!" adu Dafi.

"Berani banget kamu marahin anak ku? Siapa kamu hah? Baru jadi ceweknya Bhumi aja belagu! Mau sok-sokan jadi ibu tiri yang baik gitu? Ciihh....!"

Ajeng menahan diri untuk tidak membalas ucapan kasar Bu Tini dan Resti apalagi si Dafi yang masih kecil sudah playing victim begitu. Padahal kalau dia mau, Ajeng bisa lebih kasar lagi di bandingkan mereka. Tapi ia ingat ada Khalis dalam dekapannya.

"Maaf ya mba, perlu saya luruskan disini! Saya memang dekat dengan Khalis dan mas Bhumi tapi kami hanya berteman. Dan soal kenapa saya marahin anak mba, karena dia tadi menoyor kepala Khalis berulang dan bahkan dia tertawa melihat Khalis menangis. Padahal di usianya harusnya anak mba ini bisa berpikir nalar kalau perbuatannya tidak baik. Dan sebagai orang yang waras, salah saya menegurnya?"

Bu Tini dan Resti menganga tak percaya. Bukan karena tindakan Dafi, tapi Ajeng yang berani bicara begitu pada mereka.

"Lalu kami pikir kamu ini siapa?" tanya Resti geram. Bhumi baru saja memarkirkan roda duanya pun buru-buru masuk. Di lihatnya Khalis yang di gendong oleh Ajeng.

"Ada apa ini??"

Semua mata tertuju pada sosok Bhumi yang terlihat emosi masuk dari pintu ruang tamu.

💐💐💐💐💐💐

terimakasih 🙏🙏🙏