ZUA CLAIRE, seorang gadis biasa yang terlahir dari keluarga sederhana.
Suatu hari mamanya meninggal dan dia harus menerima bahwa hidupnya sebatang kara. Siapa yang menyangka kalau gadis itu tiba-tiba menjadi istri seorang pewaris dari keluarga Barasta.
Zua tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam semalam. Tapi menjadi istri Ganra Barasta? Bukannya senang, Zua malah ketakutan. Apalagi pria itu jelas-jelas tidak menyukainya dan menganggapnya sebagai musuh. Belum lagi harus menghadapi anak kedua dari keluarga Barasta yang terkenal kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 4 Jangan terlalu membencinya
Hari sudah cerah ketika Ganra membuka matanya di pagi hari. Pria itu merasa kepalanya pening. Matanya mengerjap-ngerjap sambil memijit kepalanya yang terasa pusing. Lalu ketika di rasa pusingnya mulai hilang, pandangannya menyapu ke seluruh ruangan.
Dimana ini? Oh rupanya dikamarnya. Pria itu mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Sepertinya ada suatu kejadian. Ia ingat sehabis pertemuan keluarga dengan gadis yang baru saja kehilangan mamanya itu, dia langsung mendatangi bar William. Kemudian minum-minum sampai mabuk. Hal terakhir yang dia ingat adalah Leon yang menjemputnya.
Tidak, tidak. Ingatannya salah. Seperti ada sesuatu yang ia lewati. Ganra kembali mengingat-ingat. Lalu ingatan tersebut muncul begitu saja. Kejadian semalam, dia mengatai gadis yang akan dia nikahi itu, bahkan mendorongnya ke kolam. Ganra menutup matanya dalam-dalam.
Apa yang sudah dia lakukan? Lalu pria itu mendengar bunyi ketukan dari luar kamarnya. Setelah itu pintu terbuka, menampilkan Leon yang muncul dari balik pintu. Leon adalah sepupu yang paling dekat dengannya. Berbeda dengan Danta yang selalu sibuk dengan urusannya sendiri, sebelas dua belas dengan dirinya.
Leon duduk di sofanya sambil melipat kedua tangannya di dada dan terus menatap Ganra.
"Kau sudah sadar?" cowok itu mengangkat suara. Ganra balas menatapnya. Tidak perlu menjawab karena Leon pasti tahu dia sudah sadar betul.
"Kau ingat apa yang sudah kau lakukan semalam?" ujar Leon lagi. Ganra tidak menjawab. Ia memang sudah mengingatnya tapi tidak sedang ingin membicarakan kejadian semalam.
"Kau mengatainya anak kecil, dada rata, bahkan mendorongnya ke dalam kolam renang yang dingin." kata Leon lagi. Ganra tetap diam. Tidak kaget karena memang dia sudah ingat.
"Ganra, aku tahu kamu tidak menyukai perjodohan ini. Tapi gadis itu sama sekali tidak bersalah. Apalagi dia baru saja kehilangan mamanya. Aku dengar dia tidak punya siapa-siapa lagi. Setidaknya kau perlakukan dia dengan baik. Tadi saat aku melewati kamarnya, aku dengar dia bersin berkali-kali. Kau yakin tidak ingin minta maaf?" kata Leon panjang lebar. Mencoba menasehati sang sepupu yang empat tahun lebih tua darinya itu.
"Jangan ikut campur urusanku. Masalahku dan gadis itu biar aku selesaikan sendiri." balas Ganra akhirnya. Leon mengangkat bahunya. Setidaknya ia sudah memberikan nasehat.
"Terserah padamu. Aku hanya ingin bilang dia adalah calon istrimu. Itu fakta. Jadi jangan terlalu membencinya. Kalau tidak suatu saat nanti kau akan berakhir dengan tidak bisa hidup tanpanya." Ganra langsung melempari Leon dengan bantal. Sedang pria itu malah tertawa melihat wajah jengkel Ganra.
Leon sendiri hanya bermaksud bercanda. Tapi siapa yang tahu masa depan dan takdir seseorang. Bisa saja yang dia ucapkan hari ini benar-benar terjadi.
"Keluarlah. Aku harus mandi." kata Ganra mengusir Leon dari kamarnya. Ia masih bisa mencium bau alkohol ditubuhnya. Dia harus membersihkan diri sekarang agar tidak ada orang rumah lainnya yang tahu dia mabuk semalam. Apalagi mamanya. Cukup yang tahu hanya Leon dan gadis itu.
Karena Leon tidak keluar juga, Ganra bangkit dari kasur dan menarik sepupunya itu keluar. Leon malah terkikik. Sepertinya Ganra masih kesal karena perkataannya tadi.
Sekitar lima belas menit kemudian pria itu selesai mandi dan berganti pakaian. Gayanya sudah kembali formal seperti hari-hari biasa ia ke kantor. Jarang sekali pria itu berpakaian kasual, kecuali di rumah. Tapi apa saja penampilannya, mau formal, casual atau apapun itu, pria itu tetap terlihat sangat tampan. Hampir semua wanita dikantor tergila-gila padanya.
Namun Ganra adalah tipe pria yang sulit diraih oleh wanita manapun. Ia jenis pria yang lebih mementingkan pekerjaannya daripada bersenang-senang dengan wanita. Pria itu memang pernah berpacaran sekali dengan model papan atas, hanya saja wanita itu mundur sendiri karena sikap Ganra yang terlalu cuek.
Wanita itu akhirnya memutuskan mengejar cita-citanya di luar negeri dari pada makan hati menjadi pacar Ganra yang kerasnya melebihi batu. Hanya sekali itu Ganra pacaran, setelah itu tidak lagi. Bukan karena tidak bisa melupakan pacar modelnya, tapi belum ada perempuan yang membuatnya tertarik sampai sekarang.
Langkah Ganra terhenti ketika mendengar suara bersin-bersin dan batuk dari kamar yang dia lewati. Kebetulan kamarnya juga berada di lantai dua. Bukan, bukan kebetulan. Iya sekali yakin kakeknya sengaja mengatur kamar gadis itu agar dekat dengannya kamarnya. Kamar gadis itu berada di tengah-tengah kamarnya dan kamar Dante. Tapi Dante jarang pulang rumah. Dante selalu sibuk diluar dan kebanyakan menginap di hotel. Ia hanya pulang sesekali kalau ada urusan penting di rumah atau ada pertemuan keluarga.
Ganra menimbang-nimbang sebentar, kemudian berbalik masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil sesuatu dan keluarg lagi. Ia berhenti tepat di depan pintu kamar gadis itu lalu mengetuk. Tak lama kemudian pintu terbuka. Menampilkan seorang gadis berwajah polos tanpa polesan apapun berdiri di depannya.
Mereka saling menatap. Seperti dirinya yang tidak menyukai kehadiran gadis itu, tampaknya gadis itu pun sama. Terlihat jelas di wajahnya. Mungkin juga gadis itu masih dendam padanya karena kasus semalam.
"Ambil ini," kata Ganra kemudian, menyodorkan benda ditangannya. Itu adalah obat flu.
"Suara bersin-bersinmu terlalu mengganggu telinga. Obat itu akan membantu meredakan flumu. Minumlah setelah makan." Zua melotot. Dasar laki-laki kejam tak punya hati. Ia pikir laki-laki itu datang menemuinya karena mau minta maaf, eh malah makin membuatnya emosi.
"Kenapa menatapku begitu, ada yang ingin kau katakan?" tanya Ganra dengan sikap santai.
"Tidak ada," balas Zua menahan diri agar suaranya tidak terdengar ketus. Biar bagaimanapun dia hanyalah orang asing di rumah ini. Dan pria itu adalah tuan rumah, setidaknya dia masih cukup tahu diri.
"Baiklah kalau tidak ada. Ayo turun sarapan. Keluargaku biasanya sarapan jam begini. Kau harus membiasakan diri mulai sekarang." kata Ganra lagi lebih ke basa basi. Sebenarnya ia tidak peduli gadis itu mau turun sarapan atau tidak, tidak ada hubungannya sama sekali dengan dia.
"Kalian saja yang sarapan. Aku sedang flu karena masuk angin semalam. Bilang pada kakekmu aku izin." ucap Zua sedikit menyindir. Tentu saja Ganra tahu gadis itu sedang menyindirnya, tapi ia pura-pura tidak peka sama sekali.
"Bilang saja sendiri, aku bukan pembantumu." kata Ganra lalu berbalik pergi meninggalkan Zua yang berdiri menahan kesal. Baru satu hari menghadapi laki-laki itu saja, Zua sudah stres begini. Bagaimana jadinya kalau mereka hidup bersama nanti?
Otak Zuya berpikir keras. Dia harus mencari cara agar pernikahan mereka batal.