NovelToon NovelToon
Alena: My Beloved Vampire

Alena: My Beloved Vampire

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa Fantasi / Vampir / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Syafar JJY

Alena: My Beloved Vampire

Sejak seratus tahun yang lalu, dunia percaya bahwa vampir telah punah. Sejarah dan kejayaan mereka terkubur bersama legenda kelam tentang perang besar yang melibatkan manusia, vampir, dan Lycan yang terjadi 200 tahun yang lalu.

Di sebuah gua di dalam hutan, Alberd tak sengaja membuka segel yang membangunkan Alena, vampir murni terakhir yang telah tertidur selama satu abad. Alena yang membawa kenangan masa lalu kelam akan kehancuran seluruh keluarganya meyakini bahwa Alberd adalah seseorang yang akan merubah takdir, lalu perlahan menumbuhkan perasaan cinta diantara mereka.
Namun, bayang-bayang bahaya mulai mendekat. Sisa-sisa organisasi pemburu vampir yang dulu berjaya kini kembali menunjukan dirinya, mengincar Alena sebagai simbol terakhir dari ras yang mereka ingin musnahkan.
Dapatkah mereka bertahan melawan kegelapan dan bahaya yang mengancam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syafar JJY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2: Cinta Yang Bersemi

Chapter 4: Pertemuan Yang Ditakdirkan

Pagi itu, sinar matahari yang hangat menyelimuti desa kecil di pinggir kota. Alberd yang terbaring diatas dipan kayu membuka matanya perlahan, dia merasakan sakit yang samar di bahunya. Dia mengingat kejadian semalam bagaimana dia dikejar oleh orang-orang yang ingin mencelakainya, tembakan yang hampir mengakhiri hidupnya, dan seorang wanita dengan mata merah menyala yang muncul seperti bayangan malam untuk menyelamatkannya.

Ketika Alberd mencoba duduk, dia menyadari bahwa dia tidak berada di rumahnya. Ruangan itu sederhana, dengan jendela kecil yang membiarkan sinar matahari masuk. Di kursi di dekatnya, seorang wanita duduk dengan ekspresi tenang. Dia adalah wanita yang sama, wanita dengan penampilan berusia 20 tahun, rambutnya hitam panjang yang menjuntai hingga pinggang dengan pupil mata indah berwarna merah kini menatapnya dengan perhatian.

“Akhirnya kau bangun,” ucap wanita itu dengan suara lembut namun tegas. “Kau tidak tahu betapa beruntungnya bahwa kau masih hidup.”

Alberd menelan ludah, mencoba mengingat lebih jelas. “Kamu gadis yang semalam? dan.. eh.. kita ada dimana sekarang?”

Wanita itu tersenyum samar, lalu berdiri. “Namaku Alena Shevani. Kau bisa menganggapku sebagai... penolong yang tak terduga.” Dia berhenti sejenak, lalu menambahkan dengan serius,

“Tapi aku lebih dari itu. Dan oh ya, lukamu telah aku pulihkan, tapi mungkin masih terasa sedikit sakit.”

"Kau terluka semalam lalu tak sadarkan diri, aku membawamu kemari. Jangan khawatir kita sekarang ada di desa kecil tak jauh dari kota, pondok ini sepertinya sudah lama tidak ditempati jadi aku merapikannya sedikit" Sambung Alena.

"Uhh iya semalam dua bajingan itu mengejarku, dan melukaiku. Terima kasih sudah menolongku, namaku Alberd Reinhard". Jawab Alberd dengan sopan.

Alena mulai menceritakan sebagian kisahnya tidak semuanya, tetapi cukup untuk membuat Alberd memahami siapa dirinya. Dia mengaku sebagai vampir murni yang telah tertidur selama 100 tahun. Alberd awalnya sulit mempercayai itu, tetapi ketika Alena menunjukkan kemampuannya telekinesis ringan untuk mengangkat meja kecil di sudut ruangan, serta menggerakkan air dari dalam gelas, Alberd tidak punya pilihan selain percaya.

“Kau menyelamatkanku,” gumam Alberd. “Tapi kenapa?”

“Karena darahmu,” jawab Alena. “Itu membangunkanku. Mungkin ini adalah takdir, atau kebetulan, tapi aku tak bisa membiarkanmu mati setelah kau menjadi alasan aku terbangun.”

"Oh ya, kalau boleh tau mengapa kau dikejar kejar oleh dua orang itu?" Tanya Alena.

"Awalnya aku sempat memergoki kejahatan mereka, mereka adalah sindikat penculik dan perdagangan manusia, aku tak sengaja melihat aksi mereka dan berakhir dikejar kejar sampai sekarang.." jawab Alberd.

"Sebelumnya mereka juga mengejar dan melukaiku hingga aku lari dan tersesat dihutan".

Alena mendengarkan lalu mengangguk kecil

"Lantas kamu menemukan gua dan bersembunyi disana kan?.. hmm..menarik,, oke aku paham.." ujar Alena.

"Jika nanti mereka mengejarmu lagi, aku akan membantumu menghapus para penjahat itu."

Alberd menelan ludah setelah mendengar ucapan Alena, dia sedikit gugup dan takut. Tapi bercampur rasa kagum yang dalam.

Mereka berdua berbicara lebih banyak. Alberd, meskipun awalnya takut, mulai merasa nyaman dengan Alena. Dia melihat kelembutan dalam sorot matanya, meskipun dia tahu bahwa wanita itu memiliki kekuatan yang mengerikan.

"Apa!! 300 tahun?? Kamu setua itu?" Ucap Alberd kaget.

Ekspresi Alena mendadak kesal dan berkata,

"Hei batang pensil, kau mempertanyakan usia wanita, apa kau bosan hidup?!" Ujar Alena ketus.

"Ah ma'af.. aku tidak bermaksud begitu, hehe.." jawab Alberd sambil mengelus pahanya yang dicubit Alena.

"Ngomong-ngomong aku turut prihatin dan sedih mendengar kisah keluargamu" Sambung Alberd dengan ekspresi sopan dan hormat.

Alena menghela nafas panjang lalu berkata,

"Yang sudah pergi takkan pernah kembali, meski aku terus mengingat, menangis, atau menyesalinya... semuanya hanya bayangan yang tak bisa kujamah. Tapi aku sudah belajar menerima, meski itu sulit."

"Terima kasih atas rasa prihatinmu".

Ucap Alena sambil tersenyum tipis.

Alberd menatap Alena dengan serius, diam diam dia mulai mengagumi sosok Alena.

Jauh dalam hati kecilnya ada sebuah keinginan untuk menjaga dan melindunginya.

Chapter 5: Alena Suka Es Krim

Alberd tiba tiba mengepalkan tangannya, dadanya tiba-tiba terasa sesak dan panas. Seperti ada sesuatu yang bergejolak disana.

Alberd menekan dadanya sambil mengeluarkan ekspresi menahan sakit.

"Ahh... kenapa ini..." desis Alberd sambil memegangi dadanya, keringat dingin membasahi pelipisnya.

Alena mendekat, ekspresinya cemas. "Alberd, kau kenapa? Apa dadamu juga terluka? Apa mereka juga memukulmu semalam?"

"Tidak tidak, ini hanya... sesak saja. Aku... aku baik-baik saja," ucapnya, mencoba tersenyum meski wajahnya pucat.

"Baiklah berbaring saja dulu, mungkin kau perlu istirahat tambahan, aku akan pergi keluar untuk membeli sarapan. Disini tidak ada bahan apalagi alat untuk masak" ujar Alena sambil membantu Alberd berbaring.

Setelah Alberd berbaring, Alena masih berdiri didepannya sambil menadahkan tangan.

Alberd melihat tangan Alena, lalu menatap wajahnya.

"Ada apa? Kamu bilang mau keluar beli makanan, lalu kenapa malah cosplay jadi patung" tanya Alberd.

"Hei bung, kau pikir aku ini punya uang? Kau lupa aku baru saja bangkit dari tidur seratus tahun? Jangan berharap aku membawa dompet zaman kuno." Jawab Alena ketus dan sedikit jengkel.

"Ah maaf, aku lupa kalau kamu berasal dari jaman purba hehe" canda Alberd sambil mengambil dan mengeluarkan beberapa lembar uang tunai dari dalam dompetnya dan menyerahkannya pada Alena.

"Kamu tau cara menggunakannya kan?" Tanya Alberd.

Alena mengambil uang tersebut, dan berkata dengan sedikit jengkel,

"Tentu saja, apa kau kira aku lahir dijaman batu?!"

Alena pun pergi bergegas keluar.

Alberd memandanginya dari jauh sambil tersenyum kecil.

Dalam hati Alberd bertanya tanya apa yang terjadi padanya barusan.

"Kenapa tadi dadaku terasa panas dan sesak tiba tiba, seakan ada sebuah energi yang bergejolak disana, aku harap ini bukan masalah serius", gumam Alberd dalam hati.

30 menit kemudian Alena kembali dengan sebuah keranjang plastik.

Lalu memberikannya pada Alberd,

"Nih sarapanmu.." ujar Alena sambil menyodorkan keranjang plastik tersebut.

Alberd mengambilnya kemudian memeriksa, seketika ekspresinya berubah ketika melihat isi plastik tersebut.

"Hah? Apa apaan ini? Kamu hanya membeli dua potong roti dan satu botol air mineral? Ketiga benda ini hanya bernilai 3 dolar, sedangkan aku memberimu uang 20 dolar. Teganya kamu hanya membelikanku roti seharga 1 dolar ini" ucap Alberd kesal.

"Hmm.. cuma itu makanan yang dijual didekat sini, bagaimanapun juga itu tetaplah makanan jadi jangan disia-siakan, makanlah," bujuk Alena. "Kamu belum pernah merasakan kelaparan selama 100 tahun" tambahnya.

Alena kemudian bersandar ke dinding lalu mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya dengan ekspresi bahagia.

Alberd yang melihat itu sontak berkata,

"Hei Alena, bukankah itu es krim Lavigne seharga 5 dolar, kamu bilang tidak punya uang?

Kamu hanya membelikanku roti satu dolar agar kamu bisa makan es krim mahal itu? Mengapa kamu setega ini padaku.." ucap Alberd dengan nada sedikit sedih.

Melihat ekspresi Alberd, Alena yang sedang makan es krim pun merasa iba dan merasa bersalah kepada Alberd.

Alena mendekati Alberd perlahan, lalu duduk disampingnya.

Alena kemudian berkata dengan lembut,

"Maaf, aku salah.. tapi aku serius, cuma roti ini yang dijual paling dekat dari sini. Es krim ini hanya kebetulan aku beli dari pedagang keliling yang lewat." balas Alena.

"Es krim adalah makanan paling enak yang aku makan setelah 100 tahun, jadi kalau ada yang menjualnya di depanku aku tidak tahan untuk tak membelinya"

Ucap Alena dengan ekspresi bersalah dan menundukan kepalanya..

Alberd kemudian mengelus kepala Alena lalu berkata,

"Ya sudah tidak apa apa, aku tau kamu sudah kelaparan selama 1 abad sebelumnya, aku seharusnya mempertimbangkan perasaanmu". Ujar Alberd sambil menatap Alena lembut.

Alena tiba tiba mematung, pipinya memerah dan jantungnya pun berdebar debar..

Lalu dengan cepat dia memalingkan mukanya yang malu..

"Ehh ya.. haha tidak apa apa.." jawab Alena gugup.

"Ngomong ngomong apa aku boleh mencicipi es krim nya?" tanya Alberd denga nada menggoda,

"Lihat, es krim nya mulai mencair di tanganmu loh".

"Ahh hhaha ya ya aku lupa es krim nya, kalau kamu tidak keberatan dengan es krim sisaku" ucap Alena sambil menyodorkan es krimnya..

Alberd menatap ke arah Alena, lalu mendekatkan wajahnya ke es krim yang masih dia pegang, kemudian Alberd menggigit sedikit es krim itu. Dengan sedikit senyum kecilnya..

"Emm.. Ini enak sekali.." kata Alberd.

"Kiieekkk..!" teriak Alena spontan, lalu tanpa sengaja menjatuhkan es krim nya..

Alena langsung menunduk, wajahnya memerah seperti mawar yang baru mekar. Tangannya gemetar sedikit, dan ia nyaris tak berani menatap Alberd.

"Ah sayang sekali es krim enak itu jadi sia sia" ucap Alberd.

"Hehe..ternyata kamu bisa tersipu juga.." gumam Alberd dalam hati.

Senyum nakal pun terukir diwajahnya

"Alberd kamu..! Hmmph.. maksudku kamu ambil es krim ini dan makan saja, bukannya kamu yang makan dari tanganku" teriak Alena sambil menahan malu.

"Hahaha, yah aku pikir pasti akan jauh lebih enak kalau disuapi olehmu, Alena-Chan". goda Alberd sambil mengedipkan sebelah matanya..

"Kyaaahhh.. Alberd, kamu bajingan..!" Teriak Alena yang tak sanggup lagi menahan rasa malu, Alena pun berlari keluar diiringi suara tawa Alberd yang tampak puas.

Diluar Alena menghela napas dan mencoba mengatur napasnya, jantungnya berdegup kencang, itu adalah pertama kalinya dia mengalami hal ini selama dia hidup berabad abad.

"Jantungku berdegup begitu keras... ini perasaan macam apa? Alberd... kenapa kau bisa membuatku seperti ini? Apa ini... cinta?" gumam Alena di dalam hati.

"Huh..tapi bagaimana dengan perasaannya padaku? Kalau ternyata bocah nakal itu cuma ingin menggodaku, bukankah itu akan sangat memalukan jika aku terperdaya dengan mudah, aku bahkan baru bertemu dengannya tadi malam" gerutu Alena dalam hati..

Chapter 6: Kebersamaan Alena dan Alberd

Pada esok harinya, Alberd memutuskan untuk membantu Alena memahami dunia modern. Dia mengajaknya berjalan-jalan di kota, menjelaskan teknologi seperti ponsel, mobil hingga pesawat terbang yang membuat Alena terkejut dan kagum.

Alberd membelikan Alena beberapa pakaian sebagai ucapan terima kasih.

Alberd juga membelikan Alena sebuah ponsel pintar, dan mengajarinya cara menggunakannya.

“Apa ini?” tanya Alena dengan nada bingung ketika Alberd menunjukkan sebuah vending machine.

“Mesin penjual otomatis. Kau hanya perlu memasukkan uang, dan minuman akan keluar.” jelas Alberd.

“Manusia modern benar-benar malas,” gumam Alena, membuat Alberd tertawa.

Namun, di balik momen-momen ringan itu, Alena tetap waspada. Dia tahu bahwa dengan kebangkitannya, pemburu vampir mungkin akan mulai bergerak. Dia belum memberitahu Alberd tentang ancaman itu, takut membuatnya terlibat lebih jauh.

Malamnya, Alberd membawa Alena ke tempat favoritnya, sebuah taman kecil di atas bukit yang memberikan pemandangan indah kota di malam hari. Di bawah langit berbintang, mereka berbicara lebih banyak tentang kehidupan mereka.

“Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa seperti mengenalmu sejak lama,” kata Alberd tiba-tiba.

Alena tersenyum lembut, lalu berkata, “Mungkin kita memang ditakdirkan untuk bertemu.”

Keduanya duduk berdampingan sambil menatap langit malam.

Malam itu, saat Alberd hampir tertidur di rerumputan, Alena memeluknya dengan lembut dipangkuannya, merasa bahwa untuk pertama kalinya dalam 100 tahun, dia tidak lagi sendirian.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Pada hari ketiga, ketika Alberd sedang berjalan pulang, Kondisinya saat itu sedikit lemas, karena dia baru saja memberikan sedikit darahnya untuk Alena, sepanjang jalan dia merasa seperti diikuti. Seseorang misterius yang memata-matai mereka sebelumnya, mencurigai keberadaan vampir di kota itu.

Alena segera menyadari hal ini dan bersumpah untuk melindungi Alberd dengan segala cara.

Dia sengaja memisahkan diri dari Alberd menggunakan teknik Stealth dan menekan sementara aura keberadaanya. Untuk memancing orang itu keluar.

“Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu,” ucap Alena dengan penuh tekad, memandang Alberd dari kejauhan dengan sorot mata yang menunjukkan kasih sayang sekaligus kekuatan.

Chapter 7: Pria Misterius

Alberd menyadari bahwa dia telah diikuti, dia dengan sigap berjalan dengan cepat menuju sebuah jalan kecil yang terletak diantara dua buah gedung. Setelah berbelok, Alberd langsung berlari dengan cepat dan bersembunyi dibelakang sebuah mobil yang terparkir disana.

Pria misterius tersebut berlari menuju ke arah Alberd.

Dia lalu berhenti, kemudian memandang kesekeliling mencari keberadaan Alberd.

"Sial kemana perginya bedebah itu!".

Dari belakang Alberd tiba tiba muncul dan dengan kekuatan penuhnya dia menerjang pria tersebut dengan tendangan taekwondonya.

"Siapa kau!, apa mau mu?" Ujar Alberd kepada pria tersebut.

Pria itu sedikit terdorong kedepan tapi tetap berdiri.

Melihat itu Alberd sedikit terkejut karena lawannya kali ini cukup tangguh, biasanya serangan tersebut bisa membuat orang lain terpental jatuh tapi tidak dengan pria ini.

Pria misterius tersebut berbalik sambil menodongkan pistol ke arah Alberd dan berkata,

"Menyerahlah dasar vampir, atau aku akan menghabisimu!".

Albert sedikit tersentak mendengar ucapan pria tersebut, dia dengan cepat menyadari bahwa pria ini bukan dari kelompok orang yang mengejarnya selama ini.

Kemungkinan orang yang dicarinya adalah Alena.

Albert lalu berkata,

"Aku bukan vampir, aku manusia, dan lagipula omong kosong apa yang kau katakan? Apa kau terlalu terobsesi dengan kisah fantasi atau film?".

Ekspresi pria tersebut langsung berubah kesal lalu berkata,

"Jangan pura pura bodoh dihadapanku, kalau kau manusia lantas mengapa kau memiliki aroma vampir ditubuhmu? Jawab dengan jujur atau aku tidak akan ragu menghabisimu sekarang!". Teriak pria tersebut dengan nada tinggi.

Albert sekali lagi berkata dengan tegas,

"Sudah ku katakan aku bukan vampir, dan aku tidak mengerti apa maksudmu. Lagipula apa urusan serta hubungan hal yang kau sebut vampir itu dengan dirimu"

"Aku adalah Simon, leluhurku adalah pemburu vampir, aku merasakan keberadaan vampir di sekitar sini serta aroma vampir dari tubuhmu. Apa kau seorang campuran? Apa kau memakai lensa kontak untuk menipuku?". Ucap Simon.

"Pemburu vampir? Bicaramu semakin ngelantur, sudah ku bilang aku bukan vampir seperti yang kau tuduhkan itu!". Ujar Alberd dengan wajah yang panik.

"Kau benar benar menguji batas kesabaranku, apa kau kira aku anak kecil berumur 3 tahun hingga bisa dengan mudahnya kau bodohi?!"

Seru pria tersebut dengan wajah yang semakin kesal.

Suasana ditempat itu semakin tegang dan berbahaya.

Tapi Alberd tetap mencoba untuk menenangkan dirinya, dia berusaha keras untuk tak menunjukan ekspresi apapun yang mencurigakan.

Sementara pria misterius yang bernama Simon itu tampak semakin serius seraya menodongkan senjatanya ke arah Alberd.

Chapter 8: Alena Terluka

Di tempat lain, Alena yang sedari tadi mencari jejak Alberd merasakan adanya bahaya yang mengancam Alberd, sebelumnya dia sempat kehilangan jejak Alberd karena efek dari skill penekan hawa keberadaan.

Alena mengangkat tangan kanannya,

"Summon familiar.." ucapnya.

Lalu seekor kelelawar kecil muncul melalui bayangan hitam ditelapak tangannya.

"Temukan aura ini.."

Kelelawar itu kemudian terbang ke udara.

Alena bergegas mengikutinya sampai akhirnya dia menemukan Alberd.

Dia melihat Alberd yang sedang ditodongkan senjata oleh seseorang.

"Berhenti..!!" Ucap Alena, suaranya memecahkan ketegangan situasi disana.

"Aku adalah orang yang kau cari.."

Simon lalu menoleh ke arah Alena, dia melihat sosok gadis berambut hitam panjang dengan mata merah menyala berdiri di arah sumber suara.

"Tidak.. Alena, pergi dari sini..!" Ujar Alberd dengan lantang.

Alena tiba tiba melesat ke arah Alberd dan dalam sekejap dia sudah berdiri membelakangi Alberd, dia menoleh lalu berkata,

"Masalah ini adalah karena Aku, seharusnya aku tak melibatkanmu Alberd".

"Hmm.. wind step? jadi ternyata kau adalah vampir, dan tampaknya kalian saling kenal, pantas saja dia memiliki aroma vampir meski samar," ucap Simon,

"Aku tidak akan basa basi, serahkan dirimu dan aku berjanji akan mengampuni pemuda ini, Vampir adalah ancaman umat manusia, keberadaan mereka adalah bencana bagi dunia" sambungnya.

Alena menatap tajam Simon dengan sinis lalu berkata,

"Omong kosong!, kalian pemburu vampir adalah orang-orang munafik yang bersembunyi dibalik topeng keadilan, faktanya leluhur kalian adalah pemuja bangsa Lycan yang merupakan musuh besar umat manusia." teriak Alena.

"Lycan memangsa dan membunuh manusia, sedangkan vampir sejak dahulu telah hidup berdampingan dengan manusia, sejak dulu kalian menutup mata atas kebenaran ini. Dengan dan atas dasar apa kau berkata kami para vampir adalah ancaman bagi dunia?". lanjut Alena dengan nada marah.

"Tutup mulutmu jalang! Jangan banyak omong kosong, serahkan diri atau kalian berdua mati". Balas Simon seraya menodongkan senjatanya.

"Memangnya siapa kau? Dengan sombongnya mengatakan itu!" Ucap Alena dengan nada marah.

Simon tersenyum jahat lalu berkata,

"Heh, maka kau perlu mencobanya".

Simon menekan pelatuk dan menembak Alena.

Alena tak bergeming, karena jika dia menghindar, peluru itu pasti akan mengenai Alberd, lalu peluru tersebut dengan cepat menembus bahu Alena, darah pun menetes dari bahunya. Dan berkat darah vampir murni, luka Alena hanya luka dangkal.

"Ahh... !!" Alena memegang bahu kanannya mencoba menahan darah yang menetes,

"Alena..!!! Kau terluka," teriak Alberd panik dan langsung berlari ke arah Alena, "tapi bukankah peluru tidak bisa melukaimu". Ujar Alberd sambil memegangi tubuh Alena.

"Ini peluru perak.. satu satunya kelemahan vampir" gumam Alena lirih sambil menahan sakit dan memegangi bahunya.

"Aku tak apa Alberd.. sepertinya aku tak punya pilihan selain menggunakan teknik ini.." ucap Alena.

Lalu dia mengangkat tangan kanannya ke arah Simon..

"Haha.. ini dia, cepat berikan aku darah itu, dengan demikian aku akan... Ahhckk!"

Sebelum menyelesaikan kalimatnya tiba tiba tubuh Simon gemetar, pistolnya terjatuh, lalu dia perlahan roboh ketanah dengan lutut yang menopang tubuhnya.

"Apa ini, apa yang kau lakukan padaku?

Hmm.. ini blood control, sialan kau..!!" Ujar Simon kesakitan.

Dia merasakan sakit disekujur tubuhnya seakan semua otot di tubuhnya akan meledak, urat disekitar lehernya nampak keluar, tak lama kemudian dia roboh tak sadarkan diri.

Tanpa membuang waktu Alena dan Alberd pergi dari tempat itu, Alberd menggendong Alena menuju mobilnya dan bergegas pergi.

"Alena bertahanlah.." ujar Alberd khawatir.

Alena tampak lemas dan hampir pingsan.

Mereka kemudian menuju apartemen Alberd.

Disana Dia membantu Alena mengeluarkan peluru perak dari bahunya.

Alena menjelaskan bahwa satu satunya yang bisa membunuh vampir adalah senjata perak.

Peluru perak mencegah regenerasi luka, itulah mengapa harus segera dikeluarkan.

Dua jam kemudian luka Alena sembuh dan tidak ada bekas luka sama sekali.

"Syukurlah kau tak apa apa.." ucap Alberd lega.

"Terima kasih Alberd," Alena membalas dengan sedikit tersipu.

"Kemari mendekatlah.." ucap Alena sedikit malu.

Alberd pun mendekat tanpa ragu, lalu Alena dengan wajah malu mencium pipi Alberd..

Alberd sedikit kaget, tapi entah kenapa dia merasa senang, dan jantungnya berdebar kencang.

Alena mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Alberd jauh lebih dalam dari sekedar rasa terima kasih. Sementara itu, Alberd juga mulai memahami bahwa wanita misterius ini mungkin lebih dari sekadar orang yang menyelamatkan hidupnya, dia adalah seseorang yang juga ingin dia lindungi.

1
Wulan Sari
critanya sangat menarik lho jadi kebayang bayang terus seandainya kenyataan giman
makasih Thor 👍 salam sehat selalu 🤗🙏
John Smith-Kun: Terima kasih, kebetulan ini novel pertama yang saya tulis, syukurlah klo ceritanya menarik
total 1 replies
Siti Masrifah
cerita nya bagus
John Smith-Kun: Thank u👍
total 1 replies
Author Risa Jey
Sebenarnya ceritanya bagus, ringan dan cocok untuk dibaca di waktu santai. Cuma aku bacanya capek, karena terlalu panjang. Satu bab cukup 1000 kata lebih saja, agar pas. Paling panjang 1500 kata. Kamu menulis di bab yang isinya memuat dua atau tiga chapter? ini terlalu panjang. Satu chapter, kamu buat saja jadi satu bab, jadi pas.

Bagian awal di bab pertama harusnya jangan dimasukkan karena merupakan plot penting yang harusnya dikembangkan saja di tiap bab nya nanti. Kalau dimasukkan jadinya pembaca gak penasaran. Kayak Alena kenapa bisa tersegel di gua. Lalu kayak si Alberd juga di awal. Intinya yang tadi pakai tanda < atau > lebih baik tidak dimasukkan dalam cerita.

Akan lebih baik langsung masuk saja ke bagian Alberd yang dikejar dan terluka hingga memasuki gua dan membangunkan Alena. Sehingga pembaca akan bertanya-tanya, kenapa Alberd dikejar, kenapa Alena tersegel di sana dan lain sebagainya.

Jadi nantinya di bab yang lain nya akan membuat keduanya berinteraksi dan menceritakan kisahnya satu sama lain. Saran nama, harusnya jangan terlalu mirip atau awalan atau akhiran yang mirip, seperti Alena dan Alberd sama-sama memiliki awalan Al, jadi terkesan kembar. Jika yang satu Alena, nama cowoknya mungkin bisa menggunakan awalan huruf lain.
John Smith-Kun: Untuk sifat asli Alena ada di bab 15 dan terima kasih atas sarannya
Author Risa Jey: 5.

Pengen lanjut baca tapi capek, gimana dong penulis 😭😭😭
total 5 replies
Dear_Dream
Jujur aja, cerita ini salah satu yang paling seru yang pernah gue baca!
Siti Masrifah: mampir di cerita ku kak
John Smith-Kun: Terima kasih🙏
total 2 replies
John Smith-Kun
Catatan Penulis:
Novel ini adalah karya pertama saya, sekaligus debut saya sebagai seorang penulis.
Mengangkat tema vampir dan bergenre romansa-fantasy yang dibalut berbagai konflik dalam dunia modern.
Novel ini memiliki dua karakter utama yang seimbang, Alena dan Alberd.

Novel kebanyakan dibagi menjadi dua jenis; novel pria dan novel wanita.
Novel yang bisa cocok dan diterima oleh keduanya secara bersamaan bisa dibilang sedikit.
Sehingga saya sebagai penulis memutuskan untuk menciptakan dua karakter utama yang setara dan berusaha menarik minat pembaca dari kedua gender dalam novel pertama saya.
Saya harap pembaca menyukai novel ini.
Selamat membaca dan terima kasih,
Salam hangat dari author.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!