"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.06 Menghilang
"Memang rumah kamu di mana?"
"Rumahku tak jauh dari sini?" tunjuk Mahesa ke suatu arah.
Lia mengikut arah telunjuk Mahesa.
Aneh,....
Sejak kapan di tempat ini ada jalan lain, pikir Lia.
Di arah kanan, Lia melihat sebuah jalan yang menuju ke,....... perkampungan???
Sejak kapan ada perkampungan di sana. Bukankah tempat itu tadinya hanya hutan?
"Bagaimana apakah kamu mau?" tanya Mahesa lagi.
Sejenak Lia terlihat ragu. Dia merasa senang karena Mahesa mengajak nya ke rumah pemuda itu. Tapi...
"Bagaimana, ya..?" Lia melihat ke bawah.
Melihat keadaan dirinya. 'Olala, Lia. Lihatlah keadaanmu..! Lusuh dan kotor. Apa nanti kata orang tua nya Mahesa jika melihat keadaan kamu yang seperti ini?' suara hati Lia menimbang - nimbang.
"Sebenarnya aku mau, tapi aku..."
"Kalau begitu, tunggu apa lagi, ayo sekarang kamu ikut aku, ..." ajak Mahesa yang terlihat gembira karena Lia bersedia ikut dengan nya.
Dengan ragu, Lia mengikuti langkah pemuda itu menyusuri jalan kecil menuju ke perkampungan di sana. Perkampungan itu sangat terang seperti siang hari. Padahal saat ini Lia yakin hari sudah malam. Cahaya terang tersebut bukan berasal dari cahaya matahari.
Melainkan sinar bulan. Mengapa bulan itu bentuknya sangat besar sekali , pikir Lia. Belum pernah dia melihat bentuk bulan yang demikian besar meskipun pada saat gerhana bulan sekalipun.
Ada beberapa orang yang kebetulan lewat di dekat mereka. Mereka langsung membungkuk saat berpapasan dengan Mahesa.
"Permisi,... pangeran," ucap mereka.
Lia terkejut mendengar panggilan yang mereka tujukan untuk Mahesa. Pangeran??
Lia menjadi sangat minder.
"Mahesa, tunggu .!" Lia menahan lengan
Mahesa yang kini sedang ingin menggandeng tangan nya.
"Ada apa..? Kita sudah hampir sampai. Itu rumah ku, sudah terlihat dari sini," tunjuk Mahesa pada sebuah rumah paling besar dan megah yang berdiri di antara rumah - rumah lainnya.
"Aku tak bisa,.... " ucap Lia sambil menunduk.
"Lia,....ada apa?" Mahesa terlihat kecewa dengan penolakan Lia.
"Aku merasa takut..."
"Kenapa malu, ....apa kamu takut pada orang tua ku? Lia,... jangan khawatir, mereka itu sangat baik," tanya Pemuda itu. Sebenarnya dia tahu apa yang ada di benak Lia.
"Tidak,... bukan itu." jawab Lia.
"Lalu apa?" Mahesa terlihat sedikit gusar. Dia tak ingin Lia menolaknya.
"Mahesa, lihatlah keadaanku. Aku sungguh tak pantas menemui Kedua orang tuamu dalam keadaan seperti ini,..." ucap Lia lirih.
"Memang kenapa dengan keadaan kamu? Kedua orang tuaku tidak menilai seseorang dari keadaan pisik dan pakaian yang dia pakai," ucap Mahesa.
"Tidak, terima kasih. Tapi aku mohon, lain kali saja aku bertemu mereka. Aku benar - benar malu dengan keadaan ku yang seperti ini," tolak Lia halus.
Lama Mahesa terdiam. Dia hanya memandangi wajah Aaria yang cantik namun terlihat lusuh dan dan lelah. Dia tak sampai hati menolak permintaan gadis itu. Akhirnya dengan berat hati, pemilik iris hijau terang itu pun menganggukkan kepalanya dan mengikuti keinginan Lia.
"Baiklah,... aku tidak akan memaksamu sekarang. Tapi ini sudah malam, izinkan aku mengantarmu pulang. Berbahaya jika kamu pulang sendirian,.." ucap Mahesa.
Lia menganggukkan kepalanya.
"Ayo,.." ajak Mahesa.
Lia bingung mendengar ajakan Mahesa.
"Hah,...apa ?"
"Aku akan mengantarmu pulang dengan cara seperti ini," Mahesa menggandeng tangan Lia dan kemudian...
Settt,.....
"Akh,...." Lia terpekik kaget.
Mahesa melesat terbang sambil mengandeng tangan Lia dan membawa gadis itu melewati hutan yang gelap menembus kepekatan malam.
Lia tak percaya akan yang dia alami. Dia terbang bersama Mahesa. Benar - benar terbang. Lia bisa merasakan hembusan angin malam yang dingin. Karena takut, Lia hanya memejamkan mata. Sampai beberapa saat kemudian,
"Kita sudah sampai, bukalah mata mu!" perintah Mahesa.
Perlahan - lahan, Lia membuka matanya. Alangkah terkejutnya Lia karena dia sudah berada di depan rumahnya. Padahal rasanya baru saja dia menutup matanya.
"Ini,...." Lia ingin bertanya pada Mahesa namun pemuda itu sudah keburu menghilang dari pandangan matanya. Sekarang hanya dia seorang diri di depan pintu rumah.
Dengan ragu, Lia mengetuk pintu rumah nya. Suasana rumahnya sangat sunyi. Juga lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. Sepertinya sudah tengah malam.
Teng, teng, teng,.....
Lia mendengar suara kentongan yang dibunyikan oleh petugas ronda. Itu berarti memang benar, sekarang sudah tengah malam.
Tok,... tok.... tok....
Lia mengetuk pintu rumah.
"Ibu,....buka pintunya, ini Lia , bu!" seru Lia memanggil - manggil ibu tirinya. Suaranya terdengar oleh penghuni rumah yang sedang terlelap dan beberapa tetangga yang tinggal di sekitar rumah nya.
"Ck,....siapa sih, malam - malam begini mengetuk pintu. Tidak tahu aturan," gerutu Bu Warti sembari bangun dari tidurnya. Tanpa melihat jam dia terus berjalan ke depan pintu. Setengah sadar, dia mengucek mata dan membuka pintu rumahnya.
"Bu,... ini Lia, Bu..!"ucap Lia dengan sedikit berteriak.
Ceklek,...
Pintu rumah di buka dari dalam.
Lia melihat wanita yang merupakan ibu tirinya itu keluar dari dalam rumah.
"Bu,..." panggil Lia.
"Lia...? kau kah, itu?" tanya Bu Warti.
"Iya, Bu..." jawab Lia.
Plakkk,.....
Tanpa di duga, tangan Bu Warti melayang ke pipi Lia.
"Akh,.... sakit, Bu..!" pekik Lia yang tak menyangka akan mendapat tamparan dari Bu Warti. Bukannya di sambut, malah dapat tamparan.
"Ibu,... kenapa ibu menampar ku?"
Bukannya menjawab pertanyaan Lia, tangan kanan Bu Warti menarik dan menjambak rambut Lia dengan kasar. Tentu saja, Lia kelabakan sembari meringis menahan sakit di kepalanya. Belum lagi hilang rasa perih di pipinya akibat tamparan tadi kini beralih rasa sakit di kepalanya akibat jambakan Bu Warti.
"Anak sialan...! Dari mana kamu, Hah?! Dari mana?" Bentak Bu Warti sambil terus menjambak rambut Lia.
"Aduh,... sakit, Bu..!" Lia berusaha melepaskan tangan Bu Warti namun cengkraman tangan ibu tirinya itu semakin kuat hingga akhirnya,...
Wusss,....
Angin kencang tiba - tiba bertiup dan menerbangkan sebuah ranting dan tepat mengenai kepala Bu Warti.
Bukkk,....
"Aduhh, sialan.....!!" Cengkraman tangan Bu Warti terlepas.
Bu Warti meringis kesakitan dan memegangi kepalanya yang terasa sakit. "Siapa orangnya yang berani kurang ajar padaku, tunjukkan dirimu..!!" bentak Bu Warti.
Lia tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia kabur menuju ke rumah Wak Emah.
"Mak,.....Mak Emah, ini aku, Mak.. Tolong buka pintunya!"
Mak Emah yang memang sudah terbangun sejak tadi karena suara keributan dan teriakan Bu Warti langsung bergerak membukakan pintu untuk Lia.
Matanya terbelalak melihat Lia yang berdiri di depan pintu rumah nya. Mak Emah langsung menarik tangan Lia agar segera masuk ke dalam rumah.
"Astaga, .. Lia. Apa ini beneran kamu?"
"Mak,... benaran. Ini Lia. Mak tolong aku. Aku di kejar sama ibu. Dia ingin memukul ku," Lia terisak sambil memohon kepada Mak Emah.
Dia sudah tidak tahan lagi. Rasanya hidup nya terlalu menderita jika terus tinggal di tempat ini.
"Lia,.... kamu dari mana saja . Sejak tiga hari lalu, orang - orang sibuk mencarimu,"
"Hah?.... sejak tiga hari yang lalu..?" Lia bingung mendengar ucapan Mak Emah.
Perasaan tadi dia hanya pergi ke kebun. Lalu pulang nya bertemu dengan Mahesa. Mahesa mengajak nya mampir ke rumah pemuda itu. Tapi dia menolak nya.
Sekarang sudah tengah malam.
Astaga,.... jadi aku sudah pergi selama kurang lebih tiga hari? Ucap Lia dalam hati.
Bingung...?