Luna terpaksa menjadi istri ke-3 dari seorang Tuan yang bernama Daru. Suami Luna sebelumnya di nyatakan telah meninggal dunia dan rupanya memiliki banyak hutang.
Mereka harus Menjadi Pelunas Hutang Suami nya yang katanya berjumlah puluhan Triliun. Luna hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tidak memiliki penghasilan sendiri.
Ia tidak sepenuhnya percaya bahwa suami yang sangat di cintai nya meninggalkan penderitaan untuk nya dan anak-anak.
Ibu dari tiga orang anak itu harus membayar semua hutang suaminya dengan menikah dan menjadi budak. Luna hanya bisa pasrah menerima namun kesedihan selalu melanda kala anak-anaknya harus ikut mendapatkan siksaan.
Mampukah mereka menjadi takdir yang mengejutkan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jumli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hilang
"Putri, Bayu...?"
Setelah pulang dari mengantar Rio ke sekolah, Luna di buat khawatir karena tidak menemukan anak-anak nya di mana pun.
"Maaf, apa Mbak melihat keberadaan Putri dan Bayu di mana?" tanya Luna pada salah seorang Maid yang kebetulan lewat di depan nya. Luna tidak tahu lagi harus bertanya pada siapa. Ingin sekali dia bertanya pada Murti, tapi sepertinya pekan ini merupakan waktu liburannya.
"Anak-anak mu itu? Baguslah kalau mereka hilang."
Bukan nya sebuah penenang akan kekhawatiran nya, Luna justru di jawab seperti itu dan semakin membuat Ibu itu gusar dalam kecemasan.
"Maksud anda apa, Mbak? Apa terjadi sesuatu pada anak-anak ku," tanyanya lagi.
"Mana ku tau, mungkin mereka sudah mati kali," kata Desi tanpa peduli dengan perasaan Luna yang langsung bertalu bak di palu saat mendengar perkataan itu. Apa terjadi sesuatu pada putra dan putrinya?
Setelah mengatakan itu Desi langsung berlalu begitu saja tanpa peduli dengan perasaan Luna. Maid itu harus segera menemui sang Nyonya yang dari tadi memanggil. Siapa lagi kalau bukan Marni. Desi juga tidak akan berani pada Luna jika tidak mendapat dukungan dari Nyonya di rumah ini.
Sementara itu, Luna masih di landa rasa khawatir. Wanita itu tidak menyerah dan terus mencari keberadaan anak-anaknya dalam rumah. Ia terpikirkan untuk bertanya pada Ayu. Wanita itu mungkin tahu di mana keberadaan Bayu dan Putri.
Namun, saat Luna hendak pergi menemui kepala pelayan itu. Ia melihat anak-anak muncul entah dari mana.
Ibu itu segera berlari dan mendekap kedua buah hati nya dalam pelukan. Perasaan lega segera menyelimuti dada Luna saat ini.
"Nak, kalian pergi ke mana? Ibu sangat cemas mencari kalian. Ibu kan sudah bilang untuk tidak kemana-mana."
Luna segera bertanya dengan cepat sambil menciumi anak-anak itu. Ia tidak pernah membayangkan jika saja tidak menemukan mereka.
"Ibu, tadi Bayu makan es cream," tutur Bayu memulai dengan wajah ceria. Anak itu sudah lama tidak merasakan rasa manis dan dingin serta lembut pada es cream. Maka dari itu, Bayu sangat antusias bercerita pada Luna.
"Es cream?" tanya Luna bingung.
Wanita dengan tiga anak itu seakan bertanya pada Putri yang masih saja pucat walau sudah minum obat.
"Iya Bu."
Bayu mengangguk cepat seakan Luna bertanya pada nya. Ibunya itu hanya mengelus kepala dan tersenyum pada bocah kecil itu. Pandangan Luna kembali pada Putri dengan raut khawatir.
"Nak, kamu tidak ikut makan es cream kan?" tanya Luna. Gadis kecil itu menggeleng sebagai jawaban. Luna segera bernafas lega mendengar nya.
"Syukurlah," katanya namun kembali bingung sambil melihat ke dua anak itu.
"Siapa yang kasih Bayu es cream? Kalian juga pergi di mana tadi?"
Walau Luna sudah lega, tapi dia takut jika kedua anaknya ini kembali menghilang seperti tadi. Kemana sebenarnya mereka pergi?
"Nenek Tua."
"Nenek Tua?" Luna tambah bingung dengan jawaban itu. Kini dia beralih pada Putri yang pasti lebih tau. Gadis kecil itu terlihat berpikir dan mungkin sedang mengingat-ingat.
"Nenek Kartika, Bu. Tadi kami di ajak jalan ke taman."
Luna terdiam mendengar itu, entah mengapa dia justru khawatir jika Ibu mertua nya yang membawa anak-anak pergi. Mungkin juga wanita Tua itu masih dendam pada Luna, tepatnya suami Luna, Hendra. Karena membuat Damar masih tetap berada di rumah sakit sampai detik ini.
Sementara itu, di balik pintu yang tidak tertutup rapat. Kartika berdiri sambil melihat dan mendengar interaksi Ibu dan anak tersebut.
Entah mengapa hatinya menghangat, Kartika tidak pernah melihat Marni se cemas Luna pada anaknya. Padahal seharusnya Marni lebih peduli karena Kevin adalah penerus di keluarga Damar.
Menantu ke dua nya itu seakan hanya peduli dengan kekuasaan dan ingin mendapatkan perhatian Daru. Kartika tidak habis pikir, jika saja Marni lebih mendidik anaknya dengan baik, mungkin saja Daru akan lebih perhatian padanya.
Sebenarnya Marni sudah merasa memberikan semua kasih sayang nya pada sang anak, bahkan sangat memanjakan anak semata wayangnya itu. Akan tetapi, sepertinya hal tersebut membuat polah asuh Kevin menjadi tidak mencerminkan untuk di jadikan penerus kekayaan yang keluarga besar ini miliki.
Kartika juga sudah membayangkan akan seperti apa generasi berikutnya jika Kelvin yang melanjutkan. Anak itu bahkan hanya mengandalkan tangisan dan rengekan nya.
Saat Daru berusia sepuluh tahun, putra nya itu sudah sangat membuat keluarga bangga akan semua prestasi akademik yang diri nya raih. Tapi Kevin? Mendapat nilai sepuluh saja sepertinya tidak pernah.
Lain hal nya dengan Rio, Kartika memang hanya berdiam diri menyaksikan. Tapi selama Luna ada di sana bersama anak-anak nya, semua itu tidak luput dari pantauan wanita Tua itu. Rio bahkan mendapatkan rangking satu saat pengambilan raport kemarin, padahal anak itu hanya belajar di sekolah masyarakat kalangan bawah.
Sore telah datang, pasangan suami istri baru saja pulang dari bekerja. Mereka pun berpisah saat akan menuju kamar masing-masing.
Daru memasuki kamar dan wajah nya langsung menghitam saat melihat siapa yang saat ini dengan berani berbaring di atas ranjangnya. Lelaki itu dengan langkah tegap dan tegas segera mendekati Marni yang berlagak menggodanya.
"Apa yang kamu lakukan di sini Marni? Berapa kali harus aku peringatkan untuk jangan sekali-kali memasuki kamar ku ini."
Kata-kata dingin Daru tidak membuat Marni gentar. Wanita itu dengan berani melihat sang suami.
"Kenapa Daru? Aku ini juga istri mu, bahkan aku juga sudah melahirkan anak untuk mu."
Perkataan Marni juga tidak kalah tinggi nya. Padahal dia berharap Daru mau melirik nya di saat seperti ini.
"Aku ini lebih baik daripada perempuan mandul yang tidak bisa memberi mu keturunan itu!" lanjut Marni menyulutkan emosi Daru.
Bugh!
Bukan tamparan yang Marni dapatkan, melainkan sebuah tinjuan yang teramat keras. Kepala wanita itu bahkan seperti berkunang-kunang dan langsung pingsan seketika.
Kenapa juga dia berani membicarakan hal buruk tentang Nisa, padahal dia juga tahu jika hal itu akan membuat Daru sangat marah.
"Ayu...!"
Panggilan Daru seperti menggema, rasanya pria itu belum puas jika hanya memberikan satu pukulan. Tetapi Marni bahkan sudah tidak sadarkan diri karena hal itu.
Ayu yang mendapatkan panggilan segera berlari dengan tergesa. Entah apa yang terjadi sampai sang Tuan berteriak sekeras itu.
"Bawa wanita itu keluar dari sini," perintah Daru tanpa melihat wajah Ayu.
Pria itu segera memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri dan juga meredakan emosi yang masih ada.
Ayu sendiri sempat kaget melihat kondisi Marni yang sepertinya tengah pingsan. Kepala pelayan itu segera memberikan perintah pada bawahnya untuk membawa Marni ke kamarnya sendiri.
"Ya ampun. Marni kenapa?"
Ani berteriak histeris saat melihat Marni di antarkan dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Ibu Marni itu hendak pamit pulang pada putrinya itu dan tidak menemukan Marni di manapun. Saat sedang menunggu di kamar nya, malah seperti ini yang Ani lihat.
"Ayu, apa yang kalian lakukan pada putri ku?!"
Marah Ani bertanya pada Ayu dengan nada marah.
"Anda bisa bertanya kepada anak anda setelah dia sadar kan diri," kata Ayu yang memang tidak tahu pasti kronologi nya seperti apa.
Tetapi Ayu sangat mengenal Daru melebihi pada anaknya sendiri. Sudah pasti Marni mendapatkan pukulan dari suami nya itu, terlihat dari wajah Marni yang terdapat sisa pukulan tersebut.
"Ayu, apa maksud mu berkata seperti itu? Seperti inikah perlakuan mu pada Istri orang yang memberi mu gaji setiap bulan nya."
Ani tidak terima dengan tanggapan tidak peduli Ayu.
"Anda urus lah putri mu itu. Katakan padanya untuk tidak selalu membuat masalah."
Setelah mengatakan itu Ayu segera keluar dari sana.
Ani hanya mengumpati wanita sok benar Ayu, Ani juga akhirnya tidak bisa pulang sore ini karena harus merawat Marni yang sedang tidak sadarkan diri.
.
.
.
Jangan lupa kembali siang nanti untuk membaca kelanjutannya. Langsung ikuti cerita ini agar tidak ketinggalan jam Update 🤗
Jika cerita di atas menarik minat kalian, semoga berkenan meninggalkan jejak berupa Like👍
Jika berkenan Author juga meminta agar teman-teman bersedia membagikan cerita ini pada yang lain agar semakin banyak yang membaca dan membuat cerita ini berkembang dengan baik.
Maaf bila merepotkan dan Terimakasih atas bantuannya 🙏