Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode dua
Mobil Garren tiba di parkiran mall. Sebelum keluar, ia menyerahkan kartu hitam miliknya.
Namun Septy menolak dengan halus dan mengatakan bahwa ia juga punya uang. Meskipun tidak seberapa bagi Garren.
Tapi bagi Septy uang yang ia miliki sudah lebih dari cukup. Dan juga ia jarang berbelanja di tempat-tempat seperti ini.
"Ambil saja, anggap ini sebagai kompensasi perceraian kita," kata Garren.
Septy tersenyum, agar tidak mengecewakan orang lain, iapun terpaksa mengambilnya dan menyimpannya.
"Beli apa saja yang kamu inginkan, aku tidak mau mama memarahi ku karena tidak memberimu uang." Kata-kata Garren memang terdengar pedas bagi Septy.
Namun ia berusaha bersabar menghadapi sikap Garren yang ketus padanya. Apalagi Garren adalah bosnya ditempat kerjanya.
Keduanya keluar dari mobil, namun mereka berjalan bagai orang asing yang tidak saling kenal.
Dari kejauhan Garren melihat Lica dan Abigail sedang berjalan bersama. Namun mereka belum melihat Garren dan Septy.
Garren segera menarik Septy agar lebih dekat kepadanya. Septy awalnya bingung, tapi setelah melihat Lica dan Abigail, ia seketika mengerti.
"Eh, kalian juga disini?" tanya Lica saat bertemu Garren dan Septy.
"Iya Tante," jawab Garren.
Garren merangkul istrinya dengan mesra, menunjukkan bahwa mereka bahagia.
"Pengantin baru mah beda ya, selalu terlihat mesra."
Septy tersenyum kikuk saat mendengar ucapan dari Lica. Garren juga memperlihatkan senyuman manisnya.
"Oya Tan, Om, kita jalan dulu. Mau beli sesuatu buat istriku," kata Garren.
Garren menggandeng tangan istrinya dengan mesra, mana mungkin ia memperlihatkan sifat judesnya? Bisa-bisa kabar itu sampai kepada kedua orangtuanya.
"Kenapa kesini?" tanya Septy saat Garren membawanya ke toko pakaian.
"Pakaianmu sudah kusam dan perlu diganti. Nanti apa kata mama." Selalu itu yang menjadi alasan Garren.
Namun Septy bodo amat, iapun memilih pakaian yang sesuai dengan seleranya. Termasuk pakaian untuk kerja.
Karena pakaian yang ia pakai hanya itu-itu saja. Itupun semua pemberian dari Carla dan Carlos dulu.
Sementara Septy berbelanja, Garren duduk di sofa menunggu Septy sedang membeli pakaian.
"Sudah?" tanya Garren saat Septy menghampirinya.
"Mmm, kartuku uangnya tidak cukup, pakaian disini sangat mahal," jawab Septy tertunduk.
"Gunakan kartu yang kuberi."
Septy pun kembali ke kasir, tadinya penjaga kasir sempat meremehkan Septy. Karena uang didalam kartu Septy tidak mencukupi. Sementara belanjaan nya dan harga pakaian melebihi uang dalam kartunya.
"Kalau tidak punya uang, tidak usah sok-sokan belanja disini," ejek penjaga kasir.
"Maaf mbak, saya harus minta izin suami saya dulu untuk menggunakan kartu ini," jawab Septy lembut sambil menyerahkan kartu hitam tersebut.
Penjaga kasir melongo saat melihat logo kartu hitam tersebut, yang hanya dimiliki oleh keluarga Henderson.
"Maaf Nona, saya tidak tahu itu Anda," ucap penjaga kasir.
"Tidak apa-apa mbak, orang miskin seperti saya memang patut dihina," balas Septy.
Penjaga kasir menjadi malu karena meremehkan Septy. Dan kata-kata Septy begitu menohok meskipun terdengar lembut.
"Sekali lagi saya minta maaf Nona," ucap penjaga kasir tersebut.
"Tidak apa-apa, lain kali lebih diperhatikan ya mbak sikapnya. Jangan sampai mbaknya kehilangan pekerjaan karena ulah mbak sendiri," ujar Septy.
Kemudian ia pergi tanpa menoleh lagi. Septy tersenyum pada Garren, walaupun senyuman itu tidak dibalas.
"Ternyata kartu hitam ini cukup berkuasa," batin Septy.
"Terima kasih, ini aku kembalikan," kata Septy memberikan kartu tersebut pada Garren.
"Itu untukmu, karena aku sudah memilikinya."
Septy mengangguk mengerti, ia menyimpan kembali kartu hitam tersebut didalam dompetnya.
Garren melirik dompet Septy yang sudah kusam. Maklum saja, harganya pun murah. Lalu Garren menggandeng tangan Septy dan membawanya ke toko tas branded dan juga dompet.
Garren meminta pelayan toko untuk memilihkan tas branded untuk Septy, serta dompet untuk mengganti dompet nya yang sudah usang.
"Mas, apa tidak terlalu berlebihan?"
"Daripada aku dimarahi oleh mama."
Septy pun terdiam, jika sudah menyangkut ibu mertuanya, Septy tahu jika Garren tidak akan berkutik. Diam-diam Septy tersenyum, ternyata suaminya hanya takut pada sang mama.
Setelah puas berbelanja, merekapun pulang. Sepanjang perjalanan tidak ada suara dari kedua. Sama-sama seperti orang bisu.
Hingga mereka tiba di mansion, Garren berubah manis dan membawa belanjaan Septy serta menggandeng tangan Septy.
Lita menoleh ke suaminya. Karena anak dan menantunya terlihat mesra. Namun berbeda dari pandangan Carel.
Carel lebih jeli dalam mengamati sikap putranya. Terlihat seperti dibuat-buat, namun Carel tetap diam. Mungkin saja penglihatannya salah.
Sebelum masuk kedalam kamar, Septy mencium tangan kedua mertuanya. Sedangkan Garren duduk di sofa ruang tamu.
"Ma, besok aku ingin pindah rumah, aku ingin memulai hidup baru bersama istriku. Kebetulan rumah yang aku beli juga tidak ditinggali," kata Garren.
"Apa Septy setuju?" tanya Lita.
"Tentu saja Ma, Septy gadis penurut sudah pasti dia setuju," jawab Garren.
"Ya sudah, jaga menantu mama dengan baik. Jika kamu sakiti dia, mama akan pecat kamu jadi anak!" ancam Lita.
Gleek ... Garren menelan salivanya dengan susah payah. "Bagaimana jika mama tahu jika kami sedang mengurus perceraian?" batin Garren.
"Aku masuk ke kamar dulu ya," ucap Garren menghindari mamanya.
Kemudian ia berlari menaiki anak tangga, hingga tiba didalam kamar, Garren membuka pintu yang memang tidak terkunci.
"Aaaah...!" Septy menjerit karena ia hanya memakai d***man saja. Ia ingin mencoba pakaiannya dan lupa jika pintu tidak terkunci.
Garren secepatnya keluar dan kembali menutup pintu. Garren bersandar di pintu, baru kemudian ia kembali turun ke bawah.
"Ada apa?" tanya Lita.
"Septy kaget aku tiba-tiba masuk," jawab Garren. Kemudian ia berlalu ke dapur. Ia mengambil air di kulkas dan meneguknya setengah.
Garren menghela nafas, kemudian meneguk kembali airnya hingga habis. Kemudian membuang botolnya ke tong sampah.
Garren pergi kebelakang mansion, ia duduk dikursi taman belakang mansion. Melihat bunga-bunga yang mekar.
"Mengapa disini?" tanya Gavesha.
"Kak, kok sudah pulang? Biasanya juga pulang malam."
"Kakak tidak banyak pekerjaan, tadi setelah ketemu klien, kakak langsung pulang."
Gavesha duduk disamping adiknya. "Kalau kamu tidak cinta, mengapa kamu mau menikah? Kamu bisa menolak jika tidak mau."
"Aku tidak bisa menyakiti hati mama," jawab Garren lesu.
"Tapi Septy gadis yang baik. Aku harap Septy bisa menemukan pria yang benar-benar tulus mencintainya. Kasihan dia, hidup sebatang kara."
Garren menatap lekat wajah kakaknya. Tapi yang ditatap malah bangkit dan pergi dari situ.
Garren memikirkan kata-kata sang kakak. Seolah-olah kakaknya mengetahui semuanya. Garren menghela nafas, kemudian ia kembali ke kamarnya.
Saat tiba dikamar, Garren sudah mendapati kamarnya rapi. Dan ia membuka lemari pakaian Septy, ternyata pakaian sudah tersusun rapi.
Dan Garren melihat pintu balkon terbuka, dilihatnya Septy sedang berdiri di pembatas balkon.
berjuta indah ny.. 😀😀😀