Kekasih Tak Kasat Mata
Assalamualaikum,.
Hai reader aku yang Budiman, salam jumpa lagi di novel aku. Kali ini aku menulis kembali sebuah novel untuk kalian, para reader aku dan mengambil tema yang sama yaitu hubungan antara manusia dan makhluk tak kasat mata dalam dunia jin. Namun kali ini dalam nuansa yang berbeda.
Mohon maaf jika dalam cerita mungkin terdapat banyak kekurangan, sebagai penulis aku juga manusia yang tak luput dari kesalahan.
Namun aku berharap jika novel aku kali ini dapat menghibur para reader sekalian yang mungkin lagi suntuk menjalankan berbagai aktivitas mereka. Atau juga mungkin ada yang sudah jenuh dengan novel tema percintaan manis sesama human. Jadi aku menawarkan pilihan lain untuk bahan referensi.
Akhirnya kata, selamat membaca novel aku dan jangan lupa berikan like, subscribe dan komen ya, biar aku tahu kalau kalian sudah baca novel aku. Ketiga hal itu sangat bermanfaat sekali bagi kenaikan viewer aku.
aku ucapkan semoga kalian semua selalu sehat dan salam manis selalu dari Mina.
***
Di ceritakan, ada sebuah desa yang indah dan asri, di kampung Bumi Asih. Penduduk desa itu hidup dalam damai dan saling tolong menolong. Penduduk desa itu terkenal ramah dan sopan. Meskipun kadang juga mereka sangat tidak peduli jika itu menyangkut urusan orang lain.
Pagi itu keheningan pagi yang sunyi di pecahkan oleh suara bentakan keras dan hempasan benda kaca lalu di susul jeritan kesakitan seorang anak perempuan dari sebuah rumah kayu yang sangat sederhana.
"Dasar anak setan,.....tak tahu diri..!!"
Pranggg,..!
"awww, ...... ssshh, sakit, Bu....! Pekik Lia.
Dia meringis memegangi pelipisnya yang terasa sakit karena terkena lemparan gelas.
Tangan gadis berusia 20 tahun itu segera meraba sesuatu yang mengalir berwarna merah di pipinya.
Wajah Lia berubah pucat dan bibirnya bergetar ketika melihat cairan merah di tangannya yang tadi di pakai mengusap pipinya.
Darah,.....
Pandangan mata Lia berubah nanar.
"Dasar anak tak berguna. Anak pembawa sial, anak setan, tak tahu di untung!" kembali terdengar umpatan seorang wanita paruh baya. Wanita itu adalah bernama Warti, ibu tiri Lia. Dialah orang yang tadi melempar gelas ke muka Lia. Wanita itu sedang berdiri tak jauh dari Lia sembari berkacak pinggang.
Hari ini, Lia kembali menjadi sasaran amukan Bu Warti lantaran kerjaan nya membuat sarapan untuk seisi rumah belum selesai. Padahal saudara - saudara nya yang lain akan berangkat bekerja dan ibu tirinya baru saja bangun.
Hal seperti Ini sudah sering Lia alami selama kurang lebih setahun ini. Sudah setahun ini dia tidak lagi bekerja karena pabrik kapur tempat dia bekerja selama ini tutup, lantaran gulung tikar.
Semenjak itulah, sikap ibu tirinya itu langsung berubah drastis. Ibu tirinya itu selalu bersikap sewenang-wenang, meremehkan dan selalu menindas nya.
Lia tak memiliki siapa - siapa selain ibu tiri dan saudara - saudara nya.
Ibu kandung nya, telah meninggal dunia ketika melahirkan Lia. Pendarahan hebat yang terjadi saat wanita itu melahirkan Lia ke dunia ini menjadi sebab musabab ibunya itu meregang nyawa usai melahirkan dirinya .
Meskipun semua itu bukan kesalahan Lia namun kelahirannya di anggap sebagai penyebab kematian ibu kandung nya yang nota bene adalah kakak kandung Bu Warti, ibu tiri nya. Itulah yang menyebabkan perempuan itu amat membenci Lia.
Kebencian itu bahkan menular pada ayah dan juga saudara - saudara nya yang lain. Ayahnya membenci Lia. Bahkan ke 4 saudara nya yang lain juga ikutan membenci Lia dan mereka selalu mengucilkan Lia. Apalagi sekarang, semenjak kematian ayahnya beberapa tahun yang lalu, Lia seakan kehilangan tempat berpijak dan semakin di jauhi oleh saudara - saudara nya yang lain.
Lia memegangi pelipisnya yang masih mengeluarkan darah. Dia bergegas pergi meninggalkan rumah itu. Dia tak tahan lagi dengan sikap sewenang - wenang Bu Warti yang juga adalah budenya.
Makian Bu Warti sering kali terlontar tanpa memikirkan bagaimana perasaan Lia. Meskipun selama ini Lia selalu berusaha untuk berbuat baik kepada ibu sambung nya itu itu tapi tidak pernah sekalipun dia mendapatkan pengakuan.
Lia berjalan menuju ke sungai yang berada di dekat rumahnya. Tempat itu menjadi saksi bisu Lia dalam mencurahkan segala keluh kesah dan kesedihan nya. Hanya di tempat itu lah Lia mendapatkan ketenangan hati nya.
Lia menuruni jalan setapak yang sedikit berbatu dan licin untuk sampai ke sungai itu.
Tangan nya meraih beberapa lembar daun Afrika yang banyak terdapat di sisi jalan menuju ke sungai itu. Dia pernah mendengar jika daun itu sangat ampuh untuk mengobati luka atau beberapa penyakit lainnya.
Daun itu akan dia gunakan sebagai obat untuk mengobati pelipisnya yang tadi terluka.
Juga tak lupa Lia mengambil beberapa buah jambu air yang sedang berbuah. Pohon jambu air itu adalah milik Wa Emah. Wanita tua itu tak pernah marah jika dia mengambil beberapa buah jambu untuk di jadikan pengganjal perut nya.
Biasanya jika sedang di marahi seperti saat ini, ia tidak di perbolehkan untuk mengambil makanan di rumah. Jadi dari pada kelaparan maka dia memutuskan untuk makan buah jambu saja. Lia terus berjalan menuju sungai yang letaknya di bawah sana.
Sampai di sungai, Lia duduk di atas batu besar. Dia duduk sambil memakan buah jambu yang tadi dia petik.
Habis buah jambu air itu dia makan. Dia memang sangat lapar. Sejak tadi pagi tak ada secuil pun makanan yang masuk ke dalam perutnya.
Lia duduk termenung menatap jernih nya air sungai yang tengah mengalir.
Lama Lia menatap aliran sungai yang airnya jernih dan tenang. Tiba-tiba sebatang kayu melintas di air tepat di bawah kakinya.
Mata Lia tak berkedip menatap batang kayu itu. Ada yang aneh dengan batang kayu itu. Batang kayu itu seperti bergerak-gerak.
Apa itu..? Pikir Lia sambil mengamati batang kayu itu lebih lanjut.
Alangkah kagetnya Lia saat menyadari bahwa batang kayu yang dia lihat tadi ternyata seekor ular.
Akan tetapi, Lia sedikit pun tak merasa takut. Dia juga tak beranjak dari tempat itu. Yang dilakukan nya hanya memandangi ular itu dari atas batu.
Dan sekarang ular itu juga memandang Lia.
Hari sudah menjelang sore. Matahari sudah mulai beranjak tenggelam di ufuk barat. Warna dedaunan sudah mulai terlihat gelap. Lia pun memutuskan untuk pulang ke rumah.
Tanpa Lia sadari, ular itu ternyata mengikut Lia sampai ke rumah gadis itu.
Tak jauh dari rumah Lia, sepasang mata merah itu terus menatap Lia dari kejauhan. Mata itu berasal dari sesosok makhluk yang tubuhnya tak menapak di tanah. Dan tak juga kasat mata.
Perlahan - lahan, makhluk itu menghilang dari pandangan mata setelah meninggalkan tawa keras yang hanya bisa di dengar oleh bangsa jin dan makhluk kegelapan lainnya.
#Minaaida_92
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments