NovelToon NovelToon
Rahasia Seorang CEO

Rahasia Seorang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Hamil di luar nikah
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Anjar Sidik

Rachel, seorang CEO muda yang sukses, hidup di dunia bisnis yang gemerlap dan penuh tekanan. Di balik kesuksesannya, ia menyimpan rahasia besar—ia hamil dari hubungan singkat dengan mantan kekasihnya, David, yang juga merupakan pengusaha terkenal. Tak ingin skandal mengancam reputasinya, Rachel memutuskan untuk menghilang, meninggalkan kariernya dan kehidupan glamor di kota besar. Ia memulai hidup baru di tempat terpencil, bertekad untuk membesarkan anaknya sendiri, jauh dari perhatian publik.

Namun, anaknya, Leo, tumbuh menjadi anak yang luar biasa cerdas—seorang jenius di bidang sains dan matematika. Dengan kecerdasan yang melampaui usianya, Leo kerap membuat Rachel terkejut sekaligus bangga. Di usia muda, Leo mulai mempertanyakan asal-usulnya dan mengapa mereka hidup dalam kesederhanaan, jauh dari kenyamanan yang seharusnya bisa mereka nikmati. Ketika Leo secara tak sengaja bertemu dengan David di sebuah kompetisi sains, masa lalu yang Rachel coba tinggalkan mulai terkuak, membawa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1: Pertemuan Tak Terduga

Di tengah kesibukannya sebagai CEO perusahaan teknologi ternama, Rachel Ardiwinata menekan rasa lelah yang menghantuinya. Sebagai wanita yang sukses di dunia bisnis, dia terbiasa menghadapi tekanan besar. Namun, hari ini berbeda—seluruh tubuhnya terasa berat, dan pikirannya bercampur aduk. Tak seorang pun tahu bahwa Rachel menyimpan rahasia yang selama ini ia jaga rapat-rapat. Rahasia yang terkait dengan pria dari masa lalunya.

Malam itu, Rachel diundang ke acara gala yang diadakan oleh asosiasi bisnis nasional. Mengenakan gaun hitam sederhana, namun elegan, dia berjalan memasuki ruangan dengan penuh percaya diri. Namun, ketenangannya goyah begitu dia melihat sosok pria dengan postur gagah, mengenakan setelan formal, berdiri di ujung ruangan dengan senyum menawan.

"David?" bisik Rachel, seakan tak percaya. Sudah bertahun-tahun sejak terakhir kali mereka bertemu. Pria itu adalah David Wijaya, mantan kekasihnya sekaligus ayah dari anak yang selama ini ia sembunyikan dari dunia.

David menyadari keberadaan Rachel. Pandangan mereka bertemu, dan dalam sekejap, Rachel merasa seluruh dunianya seakan membeku. Dia merasa terperangkap—seperti seekor rusa yang terjebak di antara cahaya lampu mobil yang mendekat.

"Rachel Ardiwinata?" David tersenyum lebar sambil melangkah mendekatinya. "Sudah lama kita tidak bertemu. Kau terlihat... luar biasa."

Rachel mencoba tersenyum, meskipun hatinya bergemuruh. "David... ya, sudah lama sekali," jawabnya, suaranya sedikit bergetar. "Aku tak menyangka akan bertemu denganmu di sini."

"Aku juga tidak. Namun, sepertinya takdir punya rencana lain," balas David, nadanya penuh misteri.

Rachel menyadari bahwa dia tak bisa lama di sini. Namun, sebelum dia bisa berkata lebih banyak, David telah memulai percakapan.

"Aku dengar, kau kini menjadi CEO di perusahaan besar. Hebat sekali," ucap David. "Aku bangga padamu, Rachel. Selalu tahu kau akan berhasil."

"Apa yang kau inginkan, David?" Rachel memutuskan untuk langsung ke inti pembicaraan. Dia tak ingin larut dalam percakapan basa-basi ini, karena terlalu banyak hal yang dapat terbongkar jika ia lengah.

David tersenyum tipis, seperti telah memperkirakan respons Rachel. "Aku? Tidak ada. Hanya ingin berbicara, mengenang masa lalu, dan... mungkin sedikit bertanya-tanya."

Rachel mengerutkan kening. "Bertanya-tanya tentang apa?"

"Kita dulu berpisah dengan... sedikit terburu-buru, bukan?" David menatap Rachel dengan pandangan yang dalam, membuatnya tak nyaman. "Aku hanya penasaran, apakah ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?"

Rachel menelan ludah. Dia merasakan dadanya berdebar kencang. Pertanyaan itu terlalu dekat dengan kebenaran. "Tidak ada yang perlu dibicarakan, David. Kita sudah memilih jalan kita masing-masing."

David mengangguk, namun sorot matanya tak lepas dari wajah Rachel. "Kau benar, mungkin aku terlalu banyak berpikir. Namun, terkadang... masa lalu itu punya cara untuk kembali, bukan?"

Rachel berusaha tetap tenang, tetapi hatinya gelisah. Dia tidak tahu seberapa banyak yang David ketahui, namun dia tak ingin memberinya kesempatan untuk bertanya lebih jauh. "Aku perlu kembali ke meja tamu. Ada beberapa kolega yang menunggu," ucapnya, mencoba mengakhiri percakapan.

Namun, sebelum dia bisa melangkah pergi, David menahan lengannya, cukup lembut namun terasa seperti belenggu yang menjerat. "Rachel, tunggu. Aku hanya ingin memastikan sesuatu," ucapnya pelan, tatapannya kini lebih intens. "Apa kau bahagia dengan pilihanmu?"

Pertanyaan itu menusuk ke dalam hati Rachel. Kebahagiaan? Dia tak pernah benar-benar memikirkan itu sejak Leo lahir. Setiap keputusan yang ia ambil bukan lagi tentang kebahagiaan pribadi, melainkan demi masa depan putranya.

"Aku melakukan apa yang perlu dilakukan," jawabnya, nadanya datar namun tegas.

David mengangguk perlahan, seakan memahami jawabannya namun tidak benar-benar puas. "Kau selalu seperti itu, ya, Rachel? Begitu tangguh, begitu tak tersentuh. Tetapi aku tahu kau tidak sekeras yang kau tunjukkan."

Rachel menggigit bibirnya. Pertahanan dirinya terasa rapuh di hadapan pria ini, yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya. "Aku tidak perlu membuktikan apa pun kepadamu, David. Masa lalu kita sudah berlalu, dan aku baik-baik saja tanpamu."

David terdiam, menatapnya dalam-dalam, seakan mencari sesuatu di balik kata-kata Rachel. "Jika kau yakin begitu..." Suaranya melembut, lalu dia melepaskan genggamannya dari lengan Rachel. "Aku hanya berharap kau benar-benar baik-baik saja."

Rachel tak menjawab, hanya menatap David sejenak sebelum membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauh. Namun, di dalam benaknya, pertemuan ini seperti membuka luka lama yang tak pernah benar-benar sembuh. Dia merasa seperti berlari dalam kegelapan, berusaha melupakan masa lalu yang kini datang menghantuinya.

Saat malam berakhir dan Rachel kembali ke rumah, pikirannya dipenuhi oleh kekhawatiran. Bayangan David dan tatapan curiganya terus menghantui. Bagaimana jika David mengetahui tentang Leo? Bagaimana jika dia menuntut untuk terlibat dalam hidup anak mereka? Pikiran-pikiran itu mengguncang dirinya hingga dia tak mampu memejamkan mata sepanjang malam.

 

Keesokan harinya, Rachel berusaha menjalani harinya seperti biasa, namun bayang-bayang pertemuannya dengan David masih menghantui. Di sela kesibukannya di kantor, pikirannya kembali pada sosok anak laki-lakinya yang berusia lima tahun—Leo. Leo adalah anak yang cerdas, mungkin terlalu cerdas untuk usianya. Dia sering bertanya-tanya tentang ayahnya, dan Rachel selalu merasa sulit untuk memberikan jawaban.

Sore itu, Rachel pulang lebih awal. Saat masuk ke rumah, dia disambut oleh Leo yang langsung berlari menghampirinya.

"Ibu!" seru Leo sambil memeluknya. "Aku tadi membuat robot dari balok mainan! Kau mau lihat?"

Rachel tersenyum, mengelus kepala Leo dengan penuh kasih. "Tentu, sayang. Ibu ingin melihat karya hebatmu."

Leo membawa Rachel ke ruang tamu dan menunjukkan robot yang dia rakit dengan susah payah. Rachel tertawa kecil, merasa sedikit tenang di tengah kekacauan pikirannya. Anak ini adalah dunianya, alasan mengapa dia bertahan dan berusaha keras selama ini.

Namun, di balik senyum itu, Rachel tak bisa sepenuhnya mengabaikan kecemasan yang menyelimutinya. Leo semakin besar dan semakin pintar, dan dia tahu, suatu hari nanti anaknya akan mulai mengajukan pertanyaan yang lebih sulit tentang ayahnya.

"Ibu, apakah aku punya ayah?" Pertanyaan Leo tiba-tiba menggema, memecahkan keheningan di antara mereka.

Rachel terdiam, wajahnya sedikit pucat. Dia telah berusaha menghindari pertanyaan ini selama bertahun-tahun, namun kini ia terpojok. "Leo, kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"

Leo menatapnya dengan mata polos namun tajam. "Karena teman-temanku punya ayah, dan aku ingin tahu apakah aku juga punya."

Rachel merasa sulit untuk menahan emosi. Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha keras menyembunyikan rasa bersalah yang membebani hatinya. "Leo... Ibu selalu ada untukmu. Apapun yang kau butuhkan, Ibu akan berusaha untuk memberikannya."

"Tapi Ibu, ayah itu berbeda, kan?" Leo menatap Rachel dengan penuh harap, seakan mencari jawaban yang selama ini disembunyikan darinya.

Rachel terdiam, tak mampu berkata-kata. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa suatu hari ia harus menghadapi pertanyaan ini dengan jujur. Namun, malam ini, ia hanya ingin menunda, sekali lagi.

"Ibu mencintaimu, Leo. Sangat mencintaimu," bisik Rachel, mencoba menenangkan Leo dan dirinya sendiri.

Namun, jauh di lubuk hatinya, dia tahu rahasia yang dia sembunyikan selama ini mulai retak. Dia menyadari bahwa kedatangan David tidak hanya mengguncang hidupnya, tetapi juga akan mempengaruhi masa depan anaknya. Dan itu membuatnya takut—takut akan apa yang akan terjadi jika kebenaran akhirnya terungkap.

 

Di akhir malam, setelah Leo tidur, Rachel duduk sendirian di kamar, merenung. Ponselnya bergetar, dan saat dia membuka pesan yang masuk, hatinya terasa tenggelam. Itu pesan dari David:

"Aku tidak akan menyerah untuk mengetahui yang sebenarnya, Rachel. Aku berhak tahu."

Rachel terdiam, tangannya bergetar. Ia tahu, ini baru awal dari konfrontasi yang akan membongkar seluruh rahasia yang ia jaga.

1
Ana Jus
lanjut
Ana Jus
semangat
🍾⃝ͩ𝙆𝙪ᷞ𝙯ͧ𝙚ᷠ𝙮ᷧ㊍㊍✅
judulnya kayak kereta 🤩
Delita bae
mangat ya 😇😊
Delita bae
mangat salam kenal ya👋😇🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!