Perang terakhir umat manusia begitu mengerikan. Aditya Nareswara kehilangan nyawanya di perang dahsyat ini. Kemarahan dan penyesalan memenuhi dirinya yang sudah sekarat. Dia kehilangan begitu banyak hal dalam hidupnya. Andai waktu bisa diputar kembali. Dia pasti akan melindungi dunia dan apa yang menjadi miliknya. Dia pasti akan menjadikan seluruh kegelapan ada di bawah telapak kakinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ash Shiddieqy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 - Kegelapan
Sinar keemasan dari buku itu seolah membutakan mata Aditya. Namun entah mengapa cahaya dari buku itu perlahan mendatangkan rasa nyaman yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Rasa nyaman itu mengalir ke seluruh tubuhnya seolah ingin memberitahunya sesuatu.
Tiba-tiba cahaya buku itu meredup dan menghilang. Perasaan nyaman yang Aditya rasakan sebelumnya juga menghilang. Namun dia merasakan sesuatu yang lain. Dia merasakan kekuatan di dalam tubuhnya meluap-luap. Dia merasa lebih kuat bahkan jika dibandingkan di kehidupan sebelumnya.
Tanpa basa-basi Aditya meletakkan buku itu di meja dan berlari keluar kamar menuju ke gudang senjata. Dia mengambil sebuah tombak kayu kemudian dia segera menuju ke halaman belakang. Dia ingin memastikan kekuatan yang ia rasakan saat ini.
Sesampainya di halaman belakang Aditya berdiri tegak dan memegang tombak dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya terkepal kuat. Kakinya membentuk kuda-kuda lalu ia mengambil napas panjang sambil menutup kedua matanya.
Aditya memulai gerakan dengan mengayunkan tombaknya ke depan. Dia merasa tubuhnya sangat ringan seolah dia bisa terbang. Gerakan demi gerakan yang sudah ia latih selama 20 tahun di kehidupan sebelumnya ia keluarkan semua saat ini. Tanpa sadar ia juga menghempaskan mana di tubuhnya ke segala penjuru lalu mengalirkannya mengikuti setiap gerakan dari teknik tombaknya.
[Spear Style - Nareswara Spear Dance]
Dia begitu menikmati momen itu. Dia merasa beban yang selama ini dibawanya menghilang. Senyuman tipis terus merekah di bibirnya menggambarkan isi hatinya yang sedang bahagia. Keringat satu per satu mulai membasahi tubuh dan seragam akademi yang dipakainya.
Menit demi menit berlalu hingga tanpa sadar dia sudah melakukan itu selama lebih dari satu jam. Aditya membuka kedua matanya dan terkejut saat melihat ke sekitar.
"Apa-apaan ini?" ujarnya saat melihat benda-benda yang ada di sekitar halaman belakang rumahnya seperti kursi dan meja di gazebo serta lampu-lampu terlempar jauh. Pohon-pohon yang ada di dekatnya sebagian tumbang dan terlempar lalu sebagian yang lain masih berdiri tapi penuh dengan sayatan. Dia juga bisa melihat jejak kakinya yang membekas membentuk retakan di lantai beton yang tebal. Beruntung dia melakukan hal ini agak jauh dari rumahnya.
Aditya terdiam sambil menatap tombak kayu yang ada di tangannya yang sudah berubah bentuk. Tombak itu telah lapuk karena tak mampu menahan aliran mana kuat yang ia keluarkan selama satu jam tanpa henti. Mata tombaknya juga sudah patah dan menghilang entah ke mana.
"Tuan muda. Apa Anda sudah selesai?" tanya pak Farhan yang sudah berada di sampingnya.
"Ah, iya," jawabnya sedikit terkejut. Dia tidak merasakan keberadaan Pak Farhan sama sekali.
"Kalau begitu Anda bisa segera ke ruang makan. Makanan yang kami siapkan sudah tersaji di sana."
"Baiklah." Aditya berjalan pelan menuju ke rumahnya. "Aku minta tolong dibersihkan ya, Pak," kata Aditya sambil terus berjalan.
Pak Farhan menundukkan kepala sambil tersenyum. "Tentu, Tuan Muda. Ini pasti akan selesai sebelum Archduchess pulang."
Aditya tidak menjawab. Kepalanya saat ini dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. Tidak masalah jika seandainya ibunya tahu tentang kekacauan ini. Lagipula dia juga ingin bertanya tentang buku peninggalan ayahnya itu. Kenapa buku itu tiba-tiba mengeluarkan cahaya?
...****************...
Setelah mandi dan berganti pakaian, Aditya segera menuju ke ruang makan. Dia makan dengan kedua mata yang menatap kosong ke depan. Tiga orang maid yang berdiri tak jauh darinya merasa khawatir kalau tuan muda mereka tidak suka dengan makanan yang mereka buat.
Tidak lama kemudian Aditya berdiri dan meninggalkan ruang makan tanpa mengatakan sepatah kata pun. Para maid menghela napas lega saat melihat piring Aditya yang kosong. Itu berarti Tuan Muda mereka tidak sedang membenci masakan mereka hari ini. Mungkin dia hanya punya mood yang buruk.
Aditya duduk di ranjang kamar dengan wajah serius sambil membaca lembar demi lembar buku di tangannya. Di kehidupan sebelumnya ia sudah menghafal setiap gerakan yang diperagakan buku ini. Dia penasaran kenapa cahaya itu tidak muncul di kehidupan sebelumnya?
Setelah tidak menemukan apapun, Aditya berbaring menatap langit-langit. Dia tiba-tiba teringat dengan ayahnya yang menghilang saat dia masih berumur 10 tahun. Jika dihitung dengan kehidupan sebelumnya dia sudah tidak bertemu dengan ayahnya selama lebih dari 30 tahun. Dia berharap ayahnya ada di sini.
"Apa yang kau pikirkan, Nak?" tanya seorang wanita yang berdiri di samping pintu.
"Ibu? Kapan ibu pulang?" tanya Aditya balik.
Almeera tersenyum lalu duduk di samping putranya. "Ibu sudah pulang dari tadi. Ibu perhatikan kamu sedang memikirkan sesuatu."
Aditya mengambil buku di sampingnya lalu menunjukkan itu pada ibunya. "Apa ibu tahu sesuatu tentang buku ini?"
Almeera mengernyitkan dahi. "Tentu saja. Itu kan buku yang ditulis leluhur keluarga Nareswara yang berisi teknik keluarga. Memangnya kenapa?"
"Tidak maksudku apa buku ini memang hanya berisi teknik itu saja? Tidak ada hal lain?" tanya Aditya lagi.
Ibunya merasa bingung dengan pertanyaan Aditya. "Memang apa yang kamu temukan?"
Aditya tidak mengatakan apapun. Dia hanya menghempaskan mana yang ada di tubuhnya ke segala arah. Melihat itu Almeera terdiam sejenak kemudian tersenyum.
"Sepertinya kamu sudah mendapatkan pencerahan seperti ayahmu," ujar Almeera.
"Tunggu! Ayah juga mendapat sesuatu dari buku ini?" tanya Aditya dengan mata berbinar. Akhirnya dia mendapatkan sedikit petunjuk.
Almeera menghela napas panjang lalu mulai bercerita. "Dulu satu tahun setelah ibu menikah dengan ayahmu, dia sangat terobsesi dengan seni bela diri. Dia berlatih dengan sangat keras hampir setiap saat bahkan ibu sampai merasa cemburu karena ayahmu terlihat lebih menyayangi buku itu daripada ibu." Senyum lebar terbentuk di bibir Almeera saat mengingat momen itu.
"Namun suatu hari ayahmu terlihat sangat frustasi. Dia merasa sudah mempelajari semua bagian di buku itu kecuali lembaran yang hilang, tapi dia merasa tidak ada peningkatan yang signifikan pada kekuatannya sekeras apapun dia berlatih. Sampai suatu hari dia mengatakan kalau buku itu membangkitkan kekuatan dalam dirinya. Ibu tidak tahu bagaimana prosesnya karena ayahmu tidak pernah menceritakannya pada ibu," lanjut Almeera.
"Kekuatan apa yang didapatkan Ayah?"
Almeera mengulurkan tangannya lalu menggenggam tangan putranya. Dia mengalirkan sedikit mana miliknya ke tubuh Aditya dan seketika itu juga aura gelap mulai menyelimuti tubuh Aditya kemudian tersebar ke seluruh ruangan.
"Apa ini?" tanya Aditya.
"Darkness. Kekuatan luar biasa yang dimiliki keluarga Nareswara yang diturunkan dari generasi ke generasi melakui keturunan sejati seperti kamu dan ayahmu," papar Almeera.
"Hah, kegelapan? Bukankah kegelapan adalah kekuatan yang jahat. Dia bisa memperbudak orang lain bukan?," kata Aditya.
"Kamu mungkin benar, tapi tidak sepenuhnya benar. Kegelapan memang penuh dengan kejahatan dan keburukan jika kamu menjadikannya sebagai majikan. Tapi dia adalah budak yang baik jika kamu dapat mengendalikannya," jelas Almeera.
Aditya termenung sejenak. "Apa maksudnya?"
"Kamu tahu Aditya. Ketika kamu terobsesi dengan kekuatan lalu menjalin kontrak dengan iblis atau makhluk jahat, kamu akan menganggap kegelapan sebagai majikan atau tuanmu. Perlahan suatu saat kegelapan itu akan memakanmu. Tapi jika kegelapan itu dari awal adalah milikmu sendiri, ketika kamu bisa mengendalikannya, maka kegelapan itu akan menjadi budakmu yang membuat kamu menjadi lebih kuat."
Aditya menganggukkan kepalanya paham. Memang benar di kehidupan sebelumnya dia juga menggunakan elemen kegelapan, tapi jumlahnya sangat kecil. Walaupun begitu dia sudah disebut-sebut sebagai Dewa Kegelapan saat berada di medan Perang. Sungguh konyol sekali. Apa yang akan mereka katakan saat melihat kegelapan sebesar ini?
Almeera mengusap kepala Aditya. "Sekarang istirahatlah! Jangan terlalu banyak berpikir! Lakukan semua dengan perlahan! Ibu yakin suatu saat kamu pasti akan menjadi salah satu orang terkuat," ucap Almeera sebelum meninggalkan kamar putranya.
Aditya kembali berbaring. Dia menutup matanya sedangkan bibirnya membentuk sebuah senyum simpul. "Aku pasti bisa mengubah semuanya dengan kekuatan ini. Tunggu saja Dark Heaven! Aku akan menghancurkan kalian semua."
^^^Continued^^^
selamat berkarya terus.....