Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Kabar Bahagia yang Menggusarkan
Di istana, suasana terasa berbeda. Para pelayan dan dayang-dayang tampak lebih sibuk dari biasanya, berbisik-bisik di antara mereka tentang kabar terbaru dari paviliun Putri Kang-Ji. Setelah berbagai usaha yang telah dilakukan, akhirnya doa dan harapan banyak pihak terkabul—Kang-Ji dinyatakan hamil. Namun, kabar baik ini datang dengan sebuah peringatan yang mengkhawatirkan.
Pagi itu, tabib istana menghadap Ratu dan Pangeran Ji-Woon di aula kecil yang lebih pribadi. Dengan nada hati-hati, tabib itu menjelaskan kondisi kesehatan Kang-Ji.
“Putri Kang-Ji mengandung empat minggu, Yang Mulia,” ujar tabib sambil menundukkan kepala. “Namun, kandungannya sangat lemah dan membutuhkan istirahat total. Kami menganjurkan agar dia tidak melakukan kegiatan yang berat, dan sebisa mungkin terhindar dari tekanan fisik maupun emosional.”
Pangeran Ji-Woon tampak termenung mendengar penjelasan tabib. Di satu sisi, ia lega mendengar bahwa Kang-Ji tengah mengandung, yang akan meredakan desakan para menteri yang menginginkan keturunan dari keluarga kerajaan. Namun di sisi lain, kehamilan yang lemah ini berarti Kang-Ji membutuhkan perhatian dan perlindungan ekstra, dan dia harus menaruh perhatian lebih pada Kang-Ji dalam beberapa bulan ke depan.
Ratu yang duduk di sampingnya tampak tersenyum lega. "Ini adalah anugerah yang sudah lama kami nantikan. Pangeran, saya tahu Kang-Ji akan membutuhkan dukungan penuhmu. Sebagai ayah dari anak yang dikandungnya, ini adalah tanggung jawabmu untuk menjaganya."
Pangeran Ji-Woon hanya mengangguk, meski di dalam hatinya ia merasa terpecah. Pikirannya tak bisa sepenuhnya melepaskan Seo-Rin, terutama setelah ia meninggalkan istana. Keinginan untuk segera bertemu Seo-Rin, yang mungkin sedang menunggu kabar darinya, semakin kuat. Namun, kini ia terikat dengan Kang-Ji, yang membutuhkan perhatiannya demi keselamatan calon penerus takhta.
Setelah tabib undur diri, Ratu menatap Pangeran dengan sorot mata tegas. “Pangeran Ji-Woon, ini adalah tanggung jawab yang harus kau emban sebagai seorang ayah dan pewaris kerajaan. Jaga Kang-Ji baik-baik, dan pastikan kandungannya tetap sehat. Saya ingin keluarga kerajaan segera memiliki penerus yang kuat.”
Pangeran Ji-Woon hanya mengangguk sekenanya, setelah itu meninggalkan aula. Dengan cepat ia memerintahkan salah satu penjaga untuk menyampaikan kabar bahagia itu pada Seo-Rin dan meminta Selirnya itu untuk segera kembali ke istana.
"Sampaikan kabar ini pada Seo-Rin," ujarnya tegas. "Beritahu bahwa ini adalah momen yang telah lama dinanti oleh keluarga kerajaan dan aku memintanya untuk kembali ke istana. Katakan padanya bahwa kehadirannya sangat penting bagiku."
Sang penjaga memberi hormat dan segera melaksanakan perintah itu, bergegas menuju paviliun untuk mempersiapkan perjalanan menemui Seo-Rin. Pangeran Ji-Woon, yang merasa sedikit lega setelah memastikan kabar itu akan segera sampai ke Seo-Rin, berjalan menuju taman istana. Namun, tak lama kemudian, suara langkah kaki mendekat. Panglima Han tampak muncul dari arah lorong istana, melangkah penuh percaya diri.
"Yang Mulia," sapa Panglima Han dengan senyuman hangat. "Saya mendengar kabar baiknya. Selamat atas kabar kehamilan Putri Kang-Ji. Ini adalah berita yang tentu sangat dinantikan seluruh negeri."
Pangeran Ji-Woon mengangguk singkat, tampak enggan merespons antusiasme Panglima Han dengan semangat yang sama. "Terima kasih, Panglima. Ini adalah kabar baik, seperti yang diinginkan semua orang."
Panglima Han yang mengenal Ji-Woon dengan baik menyadari perubahan dalam ekspresi Pangeran. "Pangeran, apakah Anda merasa terbebani dengan kabar ini?"
Pangeran Ji-Woon mendesah, menyandarkan tubuhnya pada salah satu pilar taman. "Panglima, kabar ini memang membawa kelegaan bagi keluarga kerajaan. Namun, hatiku masih memikirkan Seo-Rin. Aku tak ingin dia merasa terabaikan atau tidak penting. Sebab itulah aku memerintah penjaga untuk menyampaikan kabar ini kepadanya, agar ia segera kembali ke istana."
Panglima Han mengangguk, seakan memahami sepenuhnya konflik batin yang dialami sahabatnya. "Aku mengerti, Yang Mulia. Seo-Rin adalah sosok yang berarti bagimu, bahkan dalam kondisi serumit apa pun. Namun, tanggung jawab sebagai penerus takhta ini juga hal yang tidak bisa diabaikan."
Pangeran Ji-Woon menatap lurus ke depan, pandangannya kosong namun dalam, "Aku hanya berharap Seo-Rin memahami pilihanku ini. Aku tak ingin dia mengira bahwa aku memilihnya untuk kemudian menelantarkannya."
Panglima Han menepuk bahu Pangeran Ji-Woon dengan lembut. "Saya yakin, Seo-Rin akan mengerti. Dia wanita yang bijaksana. Dan jika dia mencintaimu seperti yang kulihat selama ini, dia akan mendukungmu dalam situasi apa pun."
Ucapan Panglima Han memberikan sedikit ketenangan bagi Pangeran Ji-Woon. Dengan senyum kecil, ia menepuk tangan Panglima Han yang masih di bahunya.
"Terima kasih, Panglima," ujar Pangeran Ji-Woon dengan nada yang lebih lembut. "Aku tak tahu apa yang akan kulakukan tanpa saran-saran bijaksanamu."
Keduanya pun berdiri dalam keheningan di taman itu, masing-masing merenungkan beban yang mereka emban dalam dunia politik dan cinta yang penuh dilema ini. Mereka tahu bahwa kabar kehamilan Kang-Ji adalah berita besar yang akan mengubah banyak hal di istana, tapi hati Pangeran Ji-Woon tetap tak bisa melepaskan rasa rindu dan harapannya pada Seo-Rin.
*
Pangeran Ji-Woon duduk di ruang kerjanya dengan alis berkerut, menatap jendela besar yang menghadap ke taman istana. Sudah berhari-hari berlalu sejak ia memerintahkan pengawal untuk mengirim pesan agar Seo-Rin segera kembali, namun hingga saat ini, kehadirannya masih absen di istana. Pangeran resah, merasa ada yang tak wajar dari situasi ini.
Tak ingin lagi menunggu tanpa kepastian, Ji-Woon segera memanggil salah satu pengawal kepercayaannya yang sebelumnya diutus untuk menyampaikan pesan itu. Pengawal tersebut masuk ke ruangan dengan sikap hormat, lalu segera melaporkan keadaannya.
"Yang Mulia," ujarnya sambil membungkuk, "saya telah memastikan keadaan Nona Seo-Rin di kediamannya. Ia tampak sehat dan baik-baik saja. Namun, ada sedikit hal yang mungkin membuatnya kesulitan kembali ke istana dalam waktu dekat."
Ji-Woon menajamkan tatapannya. "Apa yang membuatnya tidak bisa kembali?" tanyanya dengan nada penuh tuntutan.
Pengawal itu ragu sejenak sebelum menjelaskan, "Nona Seo-Rin sepertinya sedang sibuk menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh adiknya, Tuan Min-Ho. Adiknya itu sering terlibat dalam berbagai masalah, seperti mabuk-mabukan dan mengganggu ketenangan sekitar. Hal itu mungkin membuat Nona Seo-Rin kewalahan, karena ia harus turun tangan menanganinya."
Pangeran Ji-Woon menarik napas dalam-dalam, menenangkan dirinya yang kian gusar. “Apakah ada tanda-tanda lain yang mencurigakan?”
"Sejauh ini tidak ada, Yang Mulia. Namun, situasinya tampak cukup melelahkan bagi Nona Seo-Rin. Ia benar-benar tampak sibuk mengurusi masalah yang ditimbulkan oleh adiknya."
"Baiklah," ujar Ji-Woon akhirnya, meskipun hatinya masih diliputi kekhawatiran. "Kirim seorang pengawal lain untuk berjaga di sekitar rumah Seo-Rin. Aku ingin laporan rutin tentang keadaannya setiap hari. Dan pastikan ia mengawasi Min-Ho juga. Jangan sampai masalah yang dibuat adiknya itu semakin menghambat kepulangan Seo-Rin."
Pengawal itu memberi hormat sebelum mundur dan meninggalkan ruangan. Pangeran Ji-Woon menghabiskan waktu beberapa lama dalam diam, merenungkan perasaannya yang terus berkecamuk. Rasa rindunya pada Seo-Rin semakin hari kian tak tertahankan. Keputusan untuk mendesak Kang-Ji agar segera mengandung sebenarnya adalah bentuk dari ketulusan Ji-Woon kepada Seo-Rin—agar kelak, Seo-Rin tak lagi menjadi pusat tekanan dari keluarga kerajaan dan bisa hidup lebih damai di sisinya.
Namun kini, tanpa kehadiran Seo-Rin, istana terasa kosong. Ji-Woon kembali teringat senyuman lembut Seo-Rin, tatapan tulus yang selalu menyelimutinya dengan rasa hangat. Tiap detik yang ia habiskan menanti kehadiran Seo-Rin kini serasa menusuknya pelan-pelan.
Sore itu, saat duduk di balkon istana yang menghadap ke arah perbukitan tempat kediaman Seo-Rin berada, Ji-Woon memandang jauh, seolah berharap Seo-Rin akan muncul di depan mata dalam sekejap. Namun, yang ia temukan hanyalah bayangan sepi dan angin yang berdesir dingin.
Di tengah heningnya suasana, ia berbisik pada dirinya sendiri, “Seo-Rin, apakah kau merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan? Ataukah kau sengaja menjauh ... karena tak lagi ada tempat untukku di hatimu?”
Bersambung >>>