Mengisahkan tentang perjalana kehidupan seorang anak bernama Leonel Alastair yang berasal dari keluarga Von Adler. Kecintaannya pada musik klasik begitu melekat saat dia masih kecil, demi nama keluarga dan citra keluarganya yang sebagai musisi.
Leonel menyukai biola seperti apa yang sering dia dengarkan melalui ponselnya. Alunan melodi biola selalu membawanya ke masa masa yang sangat kelam dalam hidupnya.
Namun perlahan seiringnya waktu berjalan, kehidupan dan minatnya berubah. Dengan bantuan seorang kakak angkat Raehan dia memiliki tujuan baru, dengan tujuan tersebut dia bertemu seseorang yang menempati hatinya.
Bromance!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: "Tinggal di sudut Desa"
Leonel menatap ke luar jendela kamarnya, di mana sinar matahari pagi menembus celah-celah pohon di halaman. Selama beberapa minggu terakhir, desanya yang tenang dan damai telah berusaha mengambil tempat dalam hidupnya yang penuh dengan penderitaan dan kesedihan. Mila, dengan senyum hangatnya dan suara lembutnya, menjadi cahaya harapan di tengah kegelapan yang membelenggu Leonel. Sejak kehadirannya di rumah kecil itu, Leonel merasa seolah ia tidak lagi terkurung dalam penjara yang membatasi.
Mila selalu ada untuknya, mengajaknya berbincang sambil menyiapkan sarapan, atau mengajaknya ke kebun untuk melihat bunga-bunga yang mekar. Tawa mereka mengisi ruangan, mengubah suasana menjadi lebih cerah. Leonel merasa bahagia meskipun jauh dari rumah dan diasingkan dari keluarganya. Ia mulai menikmati waktu-waktunya di desa, menciptakan kenangan baru yang jauh dari suara ejekan Gento.
Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Suatu sore, saat Leonel dan Mila sedang duduk di teras, Arga, suami Mila, pulang dengan ekspresi marah di wajahnya. Keringat mengalir di pelipisnya, dan tatapannya tajam saat ia melangkah masuk ke rumah. "Mila!" teriaknya, suaranya menggema di seluruh rumah, membuat Leonel terkejut. "Berikan uang gajimu!"
Leonel merasakan ketegangan yang menyelimuti ruangan. Meskipun tidak tahu apa yang terjadi, instingnya memberitahu bahwa ini bukanlah pertanda baik. Mila terlihat cemas, bibirnya bergetar saat ia menjawab, "Tapi, Arga... kita sudah sepakat untuk menabung. Kita butuh uang itu untuk membeli makanan dan membayar tagihan!"
"Jangan berdebat dengan saya!" Arga menggeram, matanya membara. "Uang itu milik saya! Berikan sekarang!" Leonel melihat bagaimana wajah Mila memucat, namun ia tahu ia tidak bisa tinggal diam.
Leonel berdiri, berusaha untuk menempatkan diri di antara Arga dan Mila. "Tunggu, Arga. Kenapa kau harus bersikap seperti ini? Mila sudah bekerja keras. Ini bukan cara memperlakukan istri."
Arga menatap Leonel dengan tatapan mengejek. "Siapa kau? Hanya seorang bocah yang diusir dari rumahnya sendiri. Apa yang kau tahu tentang kehidupan? Pergi saja dari sini sebelum aku melakukan sesuatu yang buruk."
Kekuatannya tidak sebanding dengan sosok di depannya, dan Leonel merasa ketakutan menggerogoti hatinya. Namun, ia tidak akan mundur. "Mila tidak layak diperlakukan seperti ini. Kau tidak seharusnya bersikap kasar padanya!"
Dengan tawa mengejek, Arga mendekat, meraih tangan Mila dan menariknya ke samping. "Kau benar-benar berpikir bisa melindunginya? Lihatlah dirimu, kau bahkan tidak berdaya. Sekarang, berikan uang itu!" Dalam sekejap, Arga merampas dompet Mila yang berisi gaji bulanannya dan melangkah pergi dengan penuh kemenangan, tidak peduli dengan kesedihan yang terpancar di wajah Mila.
Leonel merasa hatinya remuk melihat kejadian itu. Rasa bersalah melanda dirinya. Ia ingin melindungi Mila, tetapi ia juga merasa tak berdaya. Dengan segala upaya, ia hanya bisa berdiri diam, merasakan kekosongan yang semakin dalam. Di depan mata Leonel, kebahagiaan yang ia temukan di rumah kecil itu seolah runtuh begitu saja.
Setelah Arga pergi, Mila terdiam, air mata mengalir di pipinya. Leonel mendekat dan merangkulnya. "Maaf, Mila. Aku tidak bisa melindungimu."
Mila mengusap air matanya dan menatap Leonel dengan penuh pengertian. "Leonel, tidak apa-apa. Ini bukan kesalahanmu. Aku sudah terbiasa dengan Arga. Ia bisa menjadi sangat sulit, tapi aku akan baik-baik saja."
Tetapi Leonel tidak bisa mengabaikan perasaan itu. Ia tidak mau hanya berdiri dan menonton ketika seseorang yang ia sayangi disakiti. Sambil memandang Mila, ia bertekad untuk tidak membiarkan hal ini berlanjut. "Kita harus melakukan sesuatu. Aku tidak akan membiarkan Arga memperlakukanmu seperti ini."
Mila menggelengkan kepala, meskipun Leonel bisa melihat semangatnya yang mulai padam. "Leonel, berdoalah agar semuanya segera membaik. Kita hanya perlu bertahan sampai situasi ini membaik."
Hari-hari berlalu, dan meskipun Leonel tetap pergi ke sekolah dengan wajah penuh kebahagiaan, perasaannya yang gelisah tidak bisa hilang. Setiap kali bertemu Gento dan teman-temannya, semua kenangan pahit kembali menghantui. Namun, di dalam hati, ia tahu bahwa ia tidak ingin menyerah.
Setiap malam, Leonel kembali ke kamarnya dengan semangat baru. Ia berlatih dengan biola lamanya yang masih utuh namun rusak, meskipun ia merasa hancur, biola itu seolah mengingatkan Leonel akan harapan dan kebahagiaan yang bisa ia ciptakan lagi. Mila, dengan sabar, mendengarkan setiap nada yang keluar, dan memberikan pujian yang membangkitkan semangatnya.
Suatu malam, setelah melewati hari-hari berat, Leonel memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Ia mengundang Mila untuk mendengarkan penampilannya. "Mila, aku ingin menunjukkan sesuatu," katanya, matanya berbinar. Dengan hati-hati, ia mengambil biola dan mulai memainkan melodi yang lembut, mengalir dalam irama yang penuh emosi.
Mila duduk mendengarkan dengan tenang, matanya bersinar dengan kebanggaan. "Leonel, itu sangat indah," katanya dengan tulus.
Melodi itu, yang terlahir dari hati, menjadi jembatan bagi Leonel untuk mengekspresikan semua rasa sakit dan harapannya. Ia menyadari bahwa meskipun hidup tidak adil, ia masih memiliki Mila dan musik, dua hal yang memberinya kekuatan untuk bertahan.
Tetapi bayang-bayang Arga masih menghantui mereka. Leonel tahu, suatu hari nanti, ia harus menghadapi kenyataan itu, dan ia berjanji untuk melindungi Mila dari semua keburukan yang mengintai. Dengan harapan yang tak kunjung pudar, Leonel mengangkat biola, berjanji untuk berjuang demi kebahagiaan yang ia impikan.