Dalam novel Janji Cinta di Usia Muda, Aira, seorang gadis sederhana dengan impian besar, mendapati hidupnya berubah drastis saat dijodohkan dengan Raka, pewaris keluarga kaya yang ambisius dan dingin. Pada awalnya, Aira merasa hubungan ini adalah pengekangan, sementara Raka melihatnya sebagai sekadar kewajiban untuk memenuhi ambisi keluarganya. Namun, seiring berjalannya waktu, perlahan perasaan mereka berubah. Ketulusan hati Aira meluluhkan sikap keras Raka, sementara kehadiran Raka mulai memberikan rasa aman dalam hidup Aira.
Ending:
Di akhir cerita, Raka berhasil mengatasi ancaman yang membayangi mereka setelah pertarungan emosional yang menegangkan. Namun, ia menyadari bahwa satu-satunya cara untuk memberikan kebahagiaan sejati pada Aira adalah melepaskan semua kekayaan dan kuasa yang selama ini menjadi sumber konflik dalam hidupnya. Mereka memutuskan untuk hidup sederhana bersama, jauh dari ambisi dan dendam masa lalu, menemukan kebahagiaan dalam cinta yang tulus dan ketenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Jejak di Tengah Kepastian
Dira duduk di pinggir tempat tidurnya, matanya menatap kosong ke jendela. Malam sudah larut, tapi pikirannya terus berputar. Kata-kata Adrian dan kenyataan tentang Arga masih bergema di kepalanya, seperti film yang terus diputar ulang tanpa henti.
Pintu kamarnya diketuk pelan.
Arga: (dari luar) "Dira, aku tahu kau mungkin tidak ingin mendengar apa-apa dariku, tapi aku mohon, beri aku kesempatan untuk menjelaskan."
Dira tidak menjawab. Ia tetap diam, membiarkan suara Arga menggantung di udara. Namun, di dalam hatinya, ia tahu ia butuh jawaban.
Setelah beberapa saat, ia bangkit, membuka pintu perlahan.
Dira: (dengan suara dingin) "Masuk. Jelaskan semuanya. Tanpa ada yang ditutup-tutupi."
---
Pengakuan Arga
Arga masuk dengan wajah penuh penyesalan. Ia berdiri di depan Dira, ragu-ragu sebelum akhirnya duduk di sofa kecil di sudut kamar.
Arga: (perlahan) "Aku tahu aku telah menghancurkan kepercayaanmu. Apa yang Adrian katakan... sebagian besar benar."
Mata Dira membelalak.
Dira: "Sebagian besar? Jadi masih ada kebohongan lain yang belum kau ungkap?"
Arga: "Tidak. Maksudku, ya... aku memang awalnya bekerja untuk Rendi. Aku ditugaskan untuk mendekatimu, mengawasi langkahmu, dan memastikan kau tidak menjadi ancaman bagi rencananya."
Dira: (sinis) "Rencana apa? Menghancurkan hidupku?"
Arga: (mengangguk pelan) "Kurang lebih begitu. Tapi Dira, aku bersumpah, aku berhenti bekerja untuknya sejak aku menyadari bahwa aku mencintaimu. Semua yang kulakukan setelah itu, semuanya demi melindungimu."
Dira tertawa kecil, sebuah tawa pahit yang terdengar seperti ejekan.
Dira: "Melindungiku? Dengan terus berbohong? Dengan menyembunyikan fakta bahwa kau adalah bagian dari konspirasi besar ini?"
Arga: (memohon) "Aku tidak tahu bagaimana cara mengatakannya padamu tanpa kehilanganmu. Aku takut, Dira. Aku takut kau akan membenciku, seperti sekarang."
Dira: "Kau seharusnya takut kehilangan kepercayaanku, bukan aku. Kau mengkhianatiku, Arga. Itu yang paling menyakitkan."
---
Sementara itu, Adrian duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptop dengan senyum penuh kepuasan. Ia baru saja menerima pesan dari salah satu anak buahnya yang menyebutkan bahwa Dira telah membaca dokumen yang ia berikan.
Anak Buah Adrian (via telepon): "Apa langkah selanjutnya, Pak?"
Adrian: "Langkah selanjutnya? Kita biarkan Dira berjuang dengan pikirannya sendiri. Dia akan mulai meragukan semuanya, termasuk Arga. Dan ketika saatnya tiba, aku akan datang sebagai penyelamat."
Adrian menutup telepon dan menyesap kopinya perlahan. Ia tahu permainan ini sudah hampir selesai, dan ia berada di atas angin.
---
Keesokan paginya, Dira memutuskan untuk keluar dari rumah. Ia butuh udara segar untuk menjernihkan pikirannya. Ia berjalan menuju taman kecil di dekat rumahnya, duduk di bangku kayu yang menghadap ke kolam kecil.
Ia mengeluarkan dokumen yang diberikan Adrian dari tasnya, membacanya kembali dengan hati yang berat. Setiap kata terasa seperti duri yang menusuk, mengingatkan bahwa hidupnya tidak lagi sama.
Tiba-tiba, seseorang duduk di sampingnya.
Adrian: (dengan nada tenang) "Pagi yang indah, bukan?"
Dira langsung menoleh, terkejut melihat Adrian di sana.
Dira: "Apa yang kau lakukan di sini?"
Adrian: "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Setelah semua yang kau ketahui, aku yakin kau merasa sendirian."
Dira menatap Adrian dengan penuh curiga.
Dira: "Aku tidak butuh simpati darimu."
Adrian: (tersenyum tipis) "Oh, aku tahu. Tapi kau butuh seseorang yang bisa kau percayai. Seseorang yang bisa menunjukkan kebenaran, tanpa tipu muslihat."
Dira terdiam. Kata-kata Adrian terdengar masuk akal, tetapi ia tahu ia tidak bisa begitu saja mempercayai pria ini.
---
Adrian mengeluarkan sebuah amplop lain dari jaketnya, meletakkannya di bangku di antara mereka.
Adrian: "Ini adalah bukti lain, Dira. Bukti tentang siapa sebenarnya Rendi, dan bagaimana dia telah memanipulasi hidupmu sejak awal."
Dira menatap amplop itu dengan ragu.
Dira: "Mengapa kau melakukan ini? Apa untungnya bagimu?"
Adrian: "Karena aku ingin kau tahu bahwa aku ada di pihakmu. Aku mungkin bukan orang baik, Dira, tapi aku tidak akan pernah membohongimu."
Dira merasa bingung. Hatinya dipenuhi keraguan, tetapi ada sesuatu dalam nada suara Adrian yang membuatnya sulit untuk diabaikan.
Dira: (dengan suara pelan) "Aku akan memikirkan ini."
Adrian tersenyum, lalu berdiri.
Adrian: "Aku tidak akan memaksamu. Tapi ingat, waktu terus berjalan. Semakin lama kau ragu, semakin besar bahaya yang mengintai."
Ia pergi meninggalkan Dira yang duduk termenung, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.
---
Malam harinya, Dira kembali ke kamarnya. Ia membuka amplop yang diberikan Adrian, dan apa yang ia baca membuatnya terperangah. Di dalamnya terdapat foto-foto Rendi bersama seseorang yang tidak ia kenal, tetapi jelas terlihat seperti pertemuan rahasia.
Dira segera mengambil ponselnya, menelepon Arga.
Dira: "Aku butuh bertemu denganmu sekarang. Ini penting."
Arga: (di ujung telepon) "Baik, di mana?"
Dira: "Di taman dekat rumahku. Aku akan menunggumu."
Namun, ketika ia tiba di taman, sosok yang muncul bukanlah Arga, melainkan Rendi.
Rendi: (tersenyum dingin) "Kau seharusnya berhenti mencari tahu, Dira. Tapi sekarang, kau telah melangkah terlalu jauh."
Bab ini ditutup dengan Rendi yang perlahan mendekati Dira, sementara bayangan ancaman terlihat jelas di matanya.
---
Apa yang sebenarnya direncanakan Rendi? Apakah Dira akan berhasil keluar dari situasi ini, atau justru terjebak lebih dalam? Semua akan terjawab di bab berikutnya.
hasil tak akan maksimal sesuatu yg dpaksakn itu.
anggap aja sodara angkat, jika memang tidak berjodoh