"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.
Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.
Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Sila dan Beny sampai di rumah pukul 2 siang setelah menyelesaikan urusan di kota sebelah yang hanya di tempuh dengan jarak 1 jam. Pasangan suami istri itu dikagetkan oleh beberapa mainan bagus yang sedang di mainkan kedua anaknya di ruang tamu. Mereka langsung beranjak saat melihat kedua orang tuanya datang. Mila dan Akbar bergantian menciumi punggung tangan orang tuanya.
"Mama,, Papa, lihat ini, aku punya boneka barbie." Mila mengangkat barbie di tangan kirinya, dia menunjukkan mainan barunya pada mereka dengan antusias dan binar bahagia di wajahnya.
Akbar juga melakukan hal yang sama. Kedua tangannya mengangkat mobil-mobilan remote berukuran sedang. "Mobil ku keren kan Pah.?" Tanyanya bangga.
Sila menatap suaminya, mereka memang tidak pernah membelikan mainan mahal untuk anak-anak, tapi bukan berarti tidak tau berapa harga mainan di tangan anak-anak mereka.
"Kalian dapat dari mana mainan ini.?" Tanya Beny baik-baik. Meski dia curiga, namun bukan berarti dia bisa menuduh langsung anak-anaknya. Beny lebih memilih bertanya baik-baik pada kedua anaknya.
"Dari Kak Serra,," Jawab keduanya kompak.
"Kami baru pulang dari mall. Mallnya besar dan bagus. Kapan-kapan kita kesana ya Mah, Pah,," Mila merengek. Seumur-umur dia belum pernah dibawa ke mall besar seperti itu. Mama mereka lebih sering mengajak ke pasar tradisional atau pasar malam.
"Kalian lanjutin saja mainnya, Mama mau ke dalam sebentar." Kata Sila sembari mengusap lembut pucuk kepala putrinya.
Dia kemudian memberikan kode pada Beny agar menemani anak-anak bermain. "Aku mau bicara sama Serra dulu." Lirihnya.
Beny mengangguk paham dan membiarkan Sila mengetuk kamar Serra. Sila masuk setelah diijinkan masuk oleh Serra, dia mengunci pintu dan menghampiri Serra yang duduk di tepi ranjang. Semua furnitur di dalam kamar itu memang sudah usang, namun Serra sangat rajin dengan menjaga kerapian dan kebersihan kamarnya. Jadi terlihat enak di lihat. Begitu pula dengan rumah ini yang dirawat baik oleh Serra. Keberadaan Serra cukup mengurangi pekerjaan Sila sebagai ibu rumah tangga yang sesekali menerima pekerjaan dari luar.
"Tante baru pulang.?" Tanya Serra.
Sila mengangguk. "Tante mau tanya soal mainan-mainan mahal yang di pegang anak-anak. Tante kan sudah bilang, kamu tabung saja gaji kamu selama bekerja, jangan menghabiskan uang untuk hal-hal yang nggak penting." Tutur Sila penuh penekan. Kali ini, Sila sedikit kecewa dengan Serra karna tidak mendengar nasehatnya beberapa waktu lalu.
"Serra, mendiang Mama kamu menaruh harapan besar pada kamu. Kak Sena ingin kamu menjadi orang yang berhasil dan sukses, supaya nggak mengalami apa yang Mama kamu alami sepanjang hidupnya. Kak Sena hanya tamatan SMP dan terpaksa merantau menjadi ART, Tante sudah beberapa kali menceritakan ini sama kamu." Mata Sila berkaca-kaca, dia memalingkan wajah dan berusaha menahan diri untuk tidak menangis di depan Serra.
"Tante, Serra minta maaf." Serra meraih tangan Sila dan menggenggamnya.
"Kondisi keuangan Tante dan Om mu serba pas-pasan, nggak ada yang bisa membuat kamu berhasil dan sukses kecuali diri kamu sendiri. Kamu nggak perlu menyenangkan anak-anak dengan mainan mahal, cukup temani mereka bermain, itu sudah membuat mereka senang. Lebih baik, uangnya kamu pakai untuk biaya kuliah kamu nanti." Ujarnya menasehati.
Serra memeluk Sila, air matanya runtuh begitu saja. Sejak awal Serra sudah tau bahwa dia di terima dengan baik oleh Sila dan Beny, bahkan dianggap seperti anak mereka sendiri. Namun Serra masih sering terharu dengan sikap baik dan tulus mereka padanya.
"Serra janji ini nggak akan beliin mainan mahal lagi." Lirihnya. Serra sengaja tidak mengatakan jika mainan itu dibelikan oleh Xander. Dia tidak mau Tantenya menaruh curiga jika mengetahui ada pria yang membayarinya membeli mainan.
"Tante tau niat kamu ingin membuat anak-anak senang, tapi kondisi kita sekarang seperti ini. Nanti kalau kamu sudah sukses, Tante nggak akan melarang kamu memanjakan Mila dan Akbar." Kata Sila seraya mengusap air mata Serra.
...******...
Serra turun dari taksi online di depan lobby apartemen milik Xander. Tepat pukul 4 sore, dia sampai di sana. Tadi Serra meminta ijin pada Tante dan Omnya dengan alasan akan menginap di rumah majikannya karna pagi-pagi sekali harus membuatkan sarapan. Serra sangat lega karna selama ini Tante dan Omnya percaya jika dia bekerja sebagai ART yang di panggil sewaktu-waktu.
Apartemen mewah milik Xander bisa Serra masuki dengan mudah. Sejak awal Xander sangat sudah menaruh kepercayaan padanya. Terkadang Serra merasa bahwa Xander terlalu naif. Dia seperti tidak berfikir bahwa seseorang bisa melakukan kejahatan, apalagi orang yang baru dia kenal. Tapi Xander sangat percaya padanya. Jika Serra punya niat jahat, mungkin beberapa barang branded milik Xander di apartemen ini satu persatu habis di tangan Serra untuk di jual.
Serra mengunci pintu apartemen begitu masuk ke dalam. Dia melangkahkan kakinya menuju ruang fitnes karna beberapa menit lalu, Xander mengirimkan pesan yang mengatakan dia sedang berolahraga.
Dari jaran 1 meter, Serra senyum-senyum sendiri melihat Xander dari balik dinding kaca. Pria berbadan atletis itu sedang angkat beban dengan posisi terlentang dan kedua kaki panjangnya menjuntai ke lantai. Serra segara masuk, langkah kakinya penuh semangat.
"Sore Dok,," Sapanya. Xander menoleh tanpa menghentikan aktifitasnya.
"Mainan pesanan saya mana.?" Tanyanya.
"Serra taruh di ruang tamu." Jawab Serra sembari mendekat dan berdiri di depan kaki Xander. Kedua mata Serra tidak berkedip sejak tadi, dia sibuk memandangi roti sobek milik Xander dan otot-otot di tangannya.
"Dok,, anu,,," Ujar Serra malu-malu.
Kening Xander berkerut. "Anu apa.?" Tanyanya heran.
"Itu, Serra mau pangku. Boleh nggak.?" Serra menyengir kuda.
Xander langsung meletakkan beban dan mengubah posisi menjadi duduk. "Kamu masih peraw an, tapi kelakuan kamu seperti sudah pengalaman." Komentar Xander. Dia heran pada Serra, setiap kali sedang berduaan, selalu Serra yang memancing untuk berbuat mesum.
Bibir Serra mengerucut. "Jangan salahin Serra, makanya punya badan jangan bikin cewek ngiler lihatnya.! Serra kan normal, punya nafsu. Siapa yang tahan lihat roti sobek di umbar-umbar begitu." Cerocosnya tak mau kalah.
"Itu juga.!" Serra menunjuk sesuatu yang menonjol di balik celana pendek Xander. "Gimana otak Serra nggak travelling, lagi tidur aja segede itu." Serra mengacak-acak rambutnya frustasi. Bisa-bisa dia yang kalang kabut sering melihat sesuatu yang menggoda di tubuh Xander tapi tidak bisa merasakannya.
Xander terkekeh. Dia kemudian beranjak dari tempatnya, membuat Serra mengekori di belakang.
"Benda yang kamu bilang gede itu nggak berfungsi, untuk apa kamu tertarik." Ujarnya.
Serra berjalan cepat untuk mensejajarkan langkahnya di samping Xander, lalu mendekap lengan Xander tanpa malu.
"Kenapa Dokter selalu bilang begitu.? Dokter nggak yakin kalau suatu saat akan sembuh.? Serra janji akan bantu Dokter sampai sembuh, tapi Dokter juga harus percaya sama Serra. Percuma Serra sudah usaha, tapi Dokter sendiri nggak punya keyakinan. Sesuatu yang baik itu bermula dari pikiran yang positif, jadi Dokter harus percaya kalau Serra bisa bikin Dokter sembuh." Tuturnya penuh keyakinan.
Xander tersenyum dan mengetuk pelan kening Serra. "Bicara mu sudah seperti dokter saja." Ujarnya.
"Do'akan saja supaya Serra benar-benar jadi dokter." Sahut Serra.
"Dokter mau mandi ya.? Mandi bareng yuk Dok, Serra rela mandi lagi asal sama Dokter." Tawarnya ketika Xander membuka pintu kamar.
"Terserah kamu saja." Jawaban pasrah Xander membuat senyum di wajah Serra merekah sempurna. Dia benar-benar mengekori Xander sampai ke dalam kamar mandi.
mstinya lngsng d dor aja pas ktmu td,kn biar ga bs kbur.....tp yg nmanya pnjht,dia jg pst lcik lh....apa lg ada zayn,mngkn anknya bkln d jdiin sndera.....