Astin yang sakit 3 hari telah meninggal duni, tetapi sebuah jiwa yang tersesat mengambil ahli tubuhnya.
Astin lalu berubah menjadi sangat berbeda, memberi kejutan pada orang-orang yang selama ini menghina Astin.
Kejutan apakah itu?
Yuk baca untuk mengetahuinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon To Raja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Salah paham lagi
"Kau benar-benar mau pulang? Tidak mau melanjutkan pestanya? Hal yang menarik belum terjadi loh?" Tanya Chika pada Astin dengan ekspresi cemas.
Mereka telah mengobati luka Astin, sehingga saat ini Astin berdiri Seraya memegang sebuah alat kompres di pipinya.
Tetapi Chika tidak mau membiarkan Astin pulang lebih awal karena apa yang dia rencanakan hari ini belum terjadi.
Namun kali ini, Astin menggelengkan kepalanya, "aku akan pulang dan beristirahat, aku takut luka ini menjadi lebih parah," kata Astin sambil melepaskan tangan Chika yang menggenggam tangannya lalu berjalan meninggalkan Chika.
Chika menggigit Bibir bawahnya Sambil memandangi Astin yang menjauh darinya, dia benar-benar kesal.
Bukannya hari ini menjadi hari yang sial untuk Astin namun malah menjadi hari yang baik, dia bahkan sudah menjadi satu-satunya perempuan yang diperlakukan dengan baik oleh Irman.
Ketika Chika sedang memandangi kepergian Astin, saat itu juga dari belakangnya muncul Naira.
"Dia sudah mau pulang?!" Ucap Naira dengan menggertakkan giginya.
Dia hendak memberi pelajaran pada Astin, namun tampaknya tidak bisa dilakukan hari ini.
"Sudahlah, luka di wajahnya pasti sangat sakit dan tampaknya sangat bengkak," ucap Chika.
"Hah,, aku sangat kesal padanya! Dia pasti telah mengatakan sesuatu yang buruk tentangku pada Irman sampai-sampai Irman bersikap sangat dingin padaku!" Geram Naira sambil menghentakkan kakinya.
Chika menatap Naira dengan cemas dan prihatin, namun dalam hatinya Dia sedang mengejek perempuan itu, 'Memangnya kau pikir kau siapa sampai-sampai mau diperlakukan dengan baik oleh Irman? Aku saja kesulitan untuk bergaul dengannya, apalagi kau yang bukan siapa-siapa,' ejek Chika dalam hati.
Sementara Astin yang kembali ke mobilnya, Dia sudah duduk di kursi kemudi, menyalahkan mesin mobilnya, dilemparkannya alat kompres wajah ke samping mobil dengan penuh rasa kesal.
"Jangan harap perempuan yang sudah menamparku hari ini akan melepas begitu saja,! Aku akan membalasnya 3 kali lipat nanti!" Kesal Astin segera melajukan mobilnya meninggalkan parkiran hotel dan kembali ke rumah.
Begitu mobilnya memasuki rumah, saat itu seorang pria yang masih berdiri di balkon kamar memandangi kemunculan mobil itu dengan kening berkerut.
Mobil tersebut terparkir tepat di samping rumah, karena biasanya mobil-mobil yang sering di pakai memang di parkir di situ, sementara mobil-mobil yang jarang dipakai akan disimpan di garasi mobil.
Pintu mobil pun terbuka, lalu turunlah Astin yang kemudian membawa tas hermesnya sambil melangkah cepat memasuki rumah lewat pintu samping.
Arga tercengang melihat hal itu,, Astin yang mengendarai mobil itu?
Sejak kapan perempuan itu bisa mengemudi?
Arga terdiam di tempatnya sambil mengerutkan keringnya, namun tatapannya menjadi gelap ketika dia kembali mengingat apa yang terjadi di hotel.
Sepertinya perempuan itu kembali dari hotel, bersama seorang pria!
Clek!
Suara pintu kamar yang terbuka terdengar di belakang Arga, tetapi Arga tidak bergerak dari tempatnya, ia malah berjalan ke arah sudut balkon dan berdiri di sana sambil mengintip perempuan dalam rumah yang tampak langsung melemparkan tas ke atas ranjang.
Astin merasa begitu sesak, dia sangat kesal atas apa yang terjadi hari ini, namun ketika dia ingat Dia harus menjelaskan apa yang terjadi di hotel, dia pun berjalan ke arah pintu menuju ruang kerja dan mengetuk pintu itu.
Tok tok tok...
"Bisakah kita bicara sebentar?" Ucap Astin pada pintu di hadapannya.
Tetapi karena tidak ada jawaban dari kamar, Astin berbalik meramas rambutnya, dia merasa sangat panas, udara di dalam kamar terasa begitu pengap sehingga dia berjalan ke arah balkon dan langsung membuka pintu balkon.
Karena lampu di luar balkon tidak dinyalakan, maka hanya cahaya temaram yang ada di sana membuat penglihatan tidak cukup jelas, namun karena Astin sudah familiar tempat itu, dia pun langsung berjalan ke arah pagar pembatas dan berdiri di sana sambil memegangi pagar pembatasnya dengan erat.
"Sial!" Astin mengumpat sambil menggertakkan giginya.
Ini pertama kalinya Arga mendengar kata 'sial' keluar dari mulut Astin sehingga dia yang berdiam diri di pojokan balkon mengerutkan keningnya memperhatikan perempuan itu, namun dia tetap diam seolah-olah tidak ada di sana.
"Beraninya perempuan itu menamparku!" Astin memegangi pipinya, namun pipinya malah menjadi sakit karena bersentuhan dengan jarinya membuat dia kembali memindahkan tangannya dari pipi, "sial!" Geram Astin.
"Hah,,," Astin mengerutkan keningnya, saat ini pikirannya kembali teringat akan kejadian di lift, beberapa saat terdiam, dia bergumam, "Dia pasti sudah salah paham gara-gara paper bag itu. Asshh,, Padahal aku membelinya untuk diberikan padanya, tapi malah diberikan pada orang lain gara-gara kecelakaan itu. Bagaimana aku menjelaskannya nanti? Kenapa juga dia harus muncul di depan lift?! Kenapa tidak menggunakan tangga darurat saha?" Astin merasa begitu sakit kepala, dia tahu bahwa sebelum nya hubungannya dengan suaminya tidaklah baik dan mereka berdua sama-sama berharap untuk segera bercerai.
Namun Sekarang keadaan menjadi semakin para, Apakah dia memiliki kesempatan untuk menjelaskannya?
Sakit kepala Astin semakin menjadi-jadi, Dia pun akhirnya berbalik masuk ke dalam kamar dan memilih untuk mengguyur tubuhnya dengan air dingin.
Begitu pintu kamar mandi tertutup, Arga keluar dari tempatnya, Dia berjalan memasuki kamar dan menghentikan langkahnya sambil menatap ke arah pintu kamar mandi.
'Apa katanya tadi?' Arga menyipitkan matanya menatap pintu kamar mandi.
Perasaannya tiba-tiba menjadi campur aduk. Pria itu kembali ke ruang kerjanya dan duduk di meja kerjanya dengan bersandar sambil memejamkan matanya.
Sebenarnya dia memiliki berkas-berkas yang harus diperiksa, namun gara-gara apa yang terjadi hari ini, dia merasa begitu risau, tidak fokus lagi untuk mengerjakan dokumen-dokumen yang menumpuk di mejanya.
Sementara itu, Astin yang selesai mandi kini berdiri di depan pintu ruang kerja Arga sambil menggigit Bibir bawahnya.
Tiba-tiba dia merasa ragu untuk mengganggu pria di dalam ruang kerja, takutnya suaminya malah akan mengamuk jika Dia mengetuk pintu di saat-saat suaminya sedang mengerjakan dokumen sehingga Dia menjauhi pintu tersebut dan duduk di meja rias.
Setelah menggunakan serangkaian perawatan wajah, Astin memakai sebuah piyama yang baru saja dibeli hari ini.
Piyama tipis yang adem tersebut hanya sampai di pertengahan pahanya saja, tanpa lengan membuat kulitnya yang putih mulus pun begitu terekspos.
Tak hanya itu, saking tipisnya pakaian itu membuat pakaian dallam yang ia kenakan pun bisa terawang dari luar.
Astin pun berjalan untuk naik ke ranjang ketika tiba-tiba saja pintu ruang kerja terbuka memperlihatkan Arga yang juga telah berganti piyama namun menggunakan piyama berwarna merah maroon dengan kancing depan.
Dua orang itu saling menghentikan gerakan mereka, saling bertatapan satu sama lain.
Terutama Arga yang memperhatikan istrinya, dengan pakaian setipis itu, dia jelas bisa melihat lekuk tubuh istrinya yang tampak menggiurkan, dan kulit seputih susu seolah-olah mengundangnya untuk menyentuhnya.
Beberapa saat keheningan terjadi, akhirnya Astin berkata, "itu,,, soal pertemuan kita di hotel tadi..."
Bam!
Tiba-tiba pintu dibanting oleh Arga hingga pintunya kembali tertutup membuat Astin tersentak kaget.
"Sial!" Astin menggerutu pada dirinya sendiri, perempuan itu menjadi tidak tenang lagi.
Sementara Arga yang membanting pintu gema dia berdiri memandangi pintu yang langsung tertutup.
Tiba-tiba telinganya menjadi memerah, dan 'sesuatu' yang tak pernah berdiri sebelumnya tiba-tiba saja mendobrak celananya.
Nafas Arga tiba-tiba menjadi berat membuat pria itu dengan cepat berjalan ke arah kamar mandi.
Dia perlu air dingin untuk menemukan 'sesuatu' itu!
kalo lihat jangan pingsan ya rik🤣🤣🤣