novel fantsy tentang 3 sahabat yang igin menjadi petualang lalu masuk ke akademi petualang dan ternyata salah satu dari mereka adalah reinkarnasi dewa naga kehancuran yang mengamuk akbiat rasnya di bantai oleh para dewa dan diapun bertekad mengungkap semua rahasia kelam di masa lalu dan berniat membalas para dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Albertus Seran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Bayangan Pengkhianatan
Malam itu di akademi terasa lebih mencekam dari biasanya. Kabut tebal menggantung di udara, menyelimuti pepohonan dengan keheningan yang tidak wajar. Di sebuah aula kuno, cahaya lilin berkelap-kelip, membentuk bayangan menyeramkan yang menari di dinding. Aric, Lyria, dan Kael duduk di tengah ruangan, napas mereka terengah-engah setelah pertempuran yang nyaris menghabisi mereka. Namun, ketegangan di antara mereka jauh lebih besar daripada ancaman dari luar.
_"Kita harus bicara,"_ kata Aric, memecahkan keheningan. Matanya yang tadinya memancarkan rasa percaya pada kedua sahabatnya kini menyiratkan keraguan. _"Ada sesuatu yang tidak benar, dan aku tidak bisa mengabaikannya lagi."_ Ia menatap Kael, yang tampak gelisah di tempat duduknya.
Kael mengalihkan pandangannya, menghindari tatapan Aric. _"Apa maksudmu?"_ suaranya terdengar kaku, seolah ia berusaha menahan sesuatu yang sulit diungkapkan. Tangannya yang memegang pedang gemetar, namun ia segera merapatkan genggamannya, berusaha terlihat tegar.
Lyria memandang keduanya dengan cemas. _"Tolong, jangan berdebat sekarang. Kita sudah cukup lelah dan terluka. Kita perlu saling mendukung, bukan saling mencurigai."_ Ia mengulurkan tangannya, mencoba meredakan ketegangan, tetapi rasa gelisah tetap ada.
_"Ini bukan soal kelelahan, Lyria,"_ Aric melanjutkan, suaranya terdengar tajam. _"Aku merasakan sesuatu... sejak kita tiba di akademi, aku merasa ada bayangan yang menghantui kita. Kael, kau menyembunyikan sesuatu dariku, bukan?"_
Kael terdiam sesaat, matanya berkedip cepat seolah mencari jawaban yang tepat. Tapi alih-alih menjawab, ia berdiri dengan tiba-tiba, menatap Aric dengan tatapan penuh amarah. _"Kau pikir kau tahu segalanya, ya?"_ bentaknya. _"Aku telah berjuang bersamamu, berdiri di sisimu saat kau kehilangan kendali, dan sekarang kau menuduhku?"_
Aric tetap tenang, meski hati kecilnya mulai hancur mendengar suara penuh amarah dari sahabat yang ia percayai. _"Aku tidak ingin menuduh,"_ katanya perlahan. _"Tapi ada sesuatu yang kau sembunyikan, dan aku perlu tahu apa itu. Demi kita semua."_
Kael mengepalkan tinjunya. _"Kau ingin tahu kebenarannya, Aric? Baik, aku akan memberitahumu."_ Suaranya merendah, penuh keputusasaan. _"Aku... Aku dihubungi oleh mereka. Pasukan cahaya. Mereka tahu segalanya tentangmu, tentang kekuatanmu, dan mereka mengancam untuk menghancurkan kita semua jika aku tidak bekerja sama."_
Lyria terkejut, wajahnya memucat. _"Kael... kau... bekerja sama dengan mereka? Bagaimana bisa?"_ air matanya mulai menggenang, rasa takut dan marah bercampur menjadi satu.
Kael menundukkan kepala. _"Aku tidak punya pilihan! Mereka akan membunuh kita semua. Mereka memberiku janji... mereka bilang jika aku membantu mereka menaklukkan Aric, mereka akan membiarkan kita hidup. Aku hanya ingin melindungi kalian."_ Suaranya pecah, penuh dengan rasa bersalah.
Aric mengepalkan rahangnya, menahan gejolak emosi yang membara di dalam dirinya. _"Kau tahu apa yang mereka inginkan dariku, Kael. Mereka ingin aku menjadi monster, senjata untuk menghancurkan segalanya. Dan kau hampir menyerahkan aku kepada mereka?_" Rasa sakit di matanya begitu jelas, namun ada kekecewaan yang lebih dalam daripada amarah.
_"Aku tidak tahu,"_ Kael memohon, menatap Aric dengan mata berkaca-kaca. _"Aku tidak tahu bahwa mereka akan sejauh ini. Aku hanya ingin kita tetap hidup... aku ingin menyelamatkan kita, tetapi aku tersesat di dalam janji mereka."_
Sebuah keheningan yang berat jatuh di antara mereka. Lyria memegangi dadanya, mencoba menahan air mata. _"Kita seharusnya saling percaya. Kita adalah sahabat... bagaimana semuanya bisa menjadi seperti ini?"_
Aric menutup matanya, mengambil napas dalam-dalam. _"Aku ingin mempercayaimu, Kael,"_ katanya, suaranya melembut meskipun masih ada ketegangan. _"Tapi sekarang, aku harus tahu apakah kau masih di pihak kami, atau kau akan terus mengikuti perintah mereka."_
Kael mengangkat wajahnya, air mata menetes di pipinya. _"Aku... aku ingin menebus semuanya. Aku ingin bertarung di sisimu, Aric, dan menghancurkan mereka yang memanipulasi kita."_ Ia menjatuhkan pedangnya, tanda bahwa ia telah menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada keputusan Aric.
Aric menatap pedang yang terjatuh itu, lalu melihat Kael. Ada luka yang tidak mudah disembuhkan di antara mereka, tetapi di matanya ada sedikit kilau harapan. _"Kita harus menyusun rencana,"_ katanya, mencoba meredakan ketegangan. _"Jika mereka tahu tentang kita, maka kita harus bergerak lebih cepat daripada mereka."_
Lyria menghapus air matanya, menguatkan dirinya. _"Kalau begitu, kita harus tetap bersama. Hanya dengan begitu kita bisa menghadapi semua ini."_ Ia meraih tangan Aric dan Kael, menyatukan mereka dalam genggaman yang kuat.
Kael menatap Aric, lalu Lyria. Rasa bersalah masih ada, tetapi ada juga rasa tekad baru yang muncul di matanya. _"Aku akan menebus semuanya. Aku berjanji."_
Namun, di luar aula, bayangan gelap bersembunyi, menguping setiap kata mereka. Persekongkolan yang lebih besar tengah terjadi, dan kebenaran pahit masih menanti untuk diungkap.