Jaysen Avshallom seorang pria tampan dan kaya raya yang menjadi buta akibat kecelakaan yang menimpanya. Tragedi itu terjadi di malam saat dia memergoki kekasihnya sedang berselingkuh. Dia berniat membalas dendam pada wanita yg membuat dunianya kini menjadi gelap.
Emily Vionetta yang baru tiba di bandara, di culik dan ditawan oleh orang tak dikenal. Ternyata mereka telah salah menangkap orang. Mereka mengira Emily adalah Eleanor saudari kembarnya. Dia terpaksa menjalani hari-hari menyakitkan dan ketakutan.
Ternyata Jaysen adalah dalang penculikannya. Tanpa dia sadari, perasaan cintanya tumbuh. Dia tahu kalau gadis itu bukan Eleanor. Dia tak ingin melepaskannya. Tapi demi balas dendamnya, dia menjebak Emily dalam pernikahan.
Hingga suatu hari Eleanor kembali dan menyesal. Dia ingin kembali pada Jaysen sehingga mengancam Emily. Akankah Eleanor berhasil merebut kembali Jaysen? Benarkah Jaysen buta atau hanya pura-pura buta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meta Janush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33. JATUH TERSANDUNG
“Aduh” serunya. Karpet persia yang tebal itu memang membuatnya tidak terlalu kesakitan sewaktu jatuh, tapi pergelangan kaki kirinya terasa nyeri dan ada kemungkinan terkilir.
Kaki kirinya terasa sangat perih dan sakit. Ekspresi wajah Emily terlihat meringis menahan sakit.
“Nona!” teriak Argya kaget. Secara reflek pengawal berpengalaman itu sudah langsung melesat kearah Emily. “Anda tidak ap---”
“BERHENTI DISITU ARGYA!” teriak Jaysen. Hanya tersisa jarak tidak lebih dari lima senti meter sampai Argya menyentuh Emily tapi seolah ada rem otomatis sehingga lelaki itu langsung berhenti. Terdiam ditempatnya dan memandang Emily drngan tatapan iba.
“Eleanor, kamu masih bisa berdiri kan?” tanya Jaysen ingin memastikan kondisi gadis itu.
Emily mengeryitkan dahinya, dengan sedikit ketakutan saat mendengar suara Jaysen yang marah membentaknya, perlahan gadis itu berdiri, “Iya...aku bisa berdiri kok!” jawabnya.
“Kalau begitu kemarilah Ele! Duduk disebelahku.” ujar Jaysen lagi masih terlihat acuh takacuh dan menaruh perhatiannya dibeberapa dokumen yang ada ditangannya.
Sambil menarik napas, Emily meringis menahan rasa sakit sewaktu berjalan perlahan.sepertinya kaki kirinya benar-benar terkilir. Sementara itu Argya yang melihat gadis itu berjalan sambil meringis menahan sakit hanya bisa mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat.
Pengawal itu mencoba menahan diri untuk tidak membantu Emily, meskipun dia sebenarnya tidak tega. Ingin rasanya dia memaki Jaysen yang tidak peduli keadaan Emily.
“Sudah Jay.” bisik Emily perlahan duduk diujung sofa. Tubuhnya gemetar ketakutan, dia cemas jika lelaki buta itu akan menyakitinya lagi.
“Kemarikan kakimu.” ucapnya.
“Apa? Untuk apa?”
“Kakimu Ele! Kemarikan, taruh diatas pangkuanku.” ulang jaysen.
Saat ini rasa takut Emily kembali meningkat. Memangnya kenapa Jaysen malah menyuruhnya menaruh kakinya diatas pangkuannya?
“Kakiku mau kamu apakan?” tanya gadis itu sudah nyaris menangis ketakutan. Jaysen melemparkan beberapa berkas yang dipegangnya keatas meja lalu menyugar rambutnya. “Ele! Sejaka kapan perintahku harus dipertanyakan, hem?”
“Ya harus ditanya kalau perintahnya tidak jelas. Ahhhhh!” balasnya ketus.
Emily menjerit karena Jaysen tiba-tiba menarik kakinya. “Jay! Apa-apaan sih?”
“Seharusnya aku yang tanya Ele! Kamu bersikap seperti sangat ketakutan denganku. Tapi disisi lain kamu juga selalu membantah perintahku bahkan sampai membuatku harus mengulang ucapanku sampai beberapa kali.”
“Ahhhh!” desis Emily sewaktu Jaysen meraba kaki kanannya.
“Kenapa? Apa kaki ini yang sakit?” tanya Jaysen lagi.
“Bukan itu Jay! Geli tau!” Emily menggigit bibirnya. Lalu dia melihat lelaki buta itu dan mengeryitkan dahinya, mungkin dia salah lihat barusan. Karena lelaki buta itu tersenyum mendengar ucapannya.
Ya, Jaysen memang tersenyum, sudut ujung bibirnya sedikit menaik membentuk segaris miring senyuman. “Kalau begitu kaki yang mana yang sakit?” tanya Jaysen berlagak kesal. “Aku tidak bisa melihatnya Ele. Jadi arahkan tanganku.”
“Memangnya kamu mau buat apa dengan kakiku?”
“Apa lagi memangnya? Tentu saja aku mau memeriksanya. Apa kamu pikir aku akan mematahkan kakimu ya?” ujar Jaysen menaikkan alisnya. Dengan perasaan merana akhirnya Emily pun meraih tangan lelaki buta itu lalu menyentuhkannya diatas pergelangan kaki kirinya.
“Ini yang sakit Jay.” bisiknya sedikit malu. Saat berikutnya dia terkesiap dan meremas lengan Jaysen tanpa sadar sewaktu lelaki itu sedikit menekan pergelangan kaki kirinya.
“Issss…..sakit.”
“Kakimu benar-benar terkilir Ele,” ujar Jaysen dengan nada tinggi sehingga membuat gadis itu ketakutan dan spontan menarik kakinya. “Diam Ele! Jangan banyak bergerak.”
“Argya!”
“Ya Tuan Muda.”
“Panggilkan dokter untuk memeriksa kaki Eleanor—shit! ****!” Jaysen kembali memaki kesal. “Apa kita tidak punya dokter pribadi selain si brengsek Gian itu?”
“Biasanya memang dokter Gian yang menangani keluarga Wisesa, Tuan Muda.” jawab Argya masih dengan ketenangan yang sangat mengagumkan.
“Segera cari dan rekrut dokter pribadi lain. Usahakan perempuan, ah tidak, harus dokter perempuan khusus untuk menangani Eleanor! Aku nggak suka kalau milikku disentuh lelaki lain!”
Emily melongo mendengar perkataan lelaki buta itu, Argya juga sempat tercengang meski setelah sekian detik dia segera menguasai dirinya lagi.
“Baik,Tuan Muda. Untuk sekarang saya akan menghubungi dokter Gian dulu agar segera datang. Lalu saya akan segera mencarikan dokter pribadi lain untuk Nona Eleanor.”
“Ingat ya Argya. Harus perempuan! Danjuga harus yang sudah sangat berpengalaman.”
“Baik Tuan Muda. Perintah anda sudah saya terima. Kalau begitu saya permisi dulu.”
Setelah kepergian Argya, kini hanya ada dua orang saja diruangan yang seketika hening itu. Gadis itu bahkan takut untuk bergerak sedikit dan hanya duduk diam dengan kaku. Sepintas lalu, dia memperhatikan tumpukan kertas yang tadi dilemparkan oleh jaysen yang ternyata berisi beragam garis dan titik yang timbul.
‘Apa itu huruf braille? Memangnya apa isi kertas-kertas itu? Sepertinya tadi Jaysen membacanya dengan sangat serius. Apa itu soal pembebasan ayahnya dari penjara hari ini? Bagaimana kalau dia sedikit mempelajarinya sekarang? Setidaknya kalau nanti Jaysen membutuhkannya sewaktu-waktu, dia bisa membantunya.
“Loh?” Emily mengerjap menyadari pikiran yang baru saja melintas dibenaknya. Kenapa dia sampai berpikir sejauh itu? Buat apa dia peduli untuk membantu lelaki buta itu? Padahal kalau ada kesempatan, Emily pasti akan berusaha lepas dari lelaki iblis ini.
“Lemaskan kakimu Ele. Jangan terlalu kaku.” suara Jaysen terdengar menyela. Gadis itu lalu menggelengkan kepala beberapa kali untuk menjernihkan pikirannya. “Sambil menunggu dokter brengsek itu datang, aku akan memijat kakimu agar nggak terlalu sakit. Lagi pula kenapa kamu tadi bisa sampai terjatuh gitu?”
“Eh, itu….” Emily menelan salivanya sadar bahwa dia tidak bisa jujur mengatakan kalau dia jatuh karena ketakutan saat Jaysen memintanya untuk mendekat. “Ta—tadi aku tersandung karpet.”
Yang dia katakan tidak bohong, memang dia terjatuh karena tersandung ujung karpet yang sedikit menyingkap. Emily kembali menelan salianya berharap kebohongan kecilnya tidak akan tercium.
“Oh begitu. Aku akan mengganti akrpetnya. Bukan hanya karpet diruang kerja ini tapi juga diseluruh rumah.” gerutu jaysen membuat Emily membelalak.
“Jau….nggak perlu sampai seperti itu kok. Tadi itu aku---”
“tadi itu kamu jatuh sampai kakimu terkilir dan sekarang aku harus memanggil laki-laki brengsek itu agar datang kesini untuk memeriksamu.”
Emily terdiam. Dia memilin ujung roknya dengan wajah murung. Apa Jaysen sangat tidak menyukai memanggil dokter untuk memeriksa kakinya? Tadi saja lelaki itu sampai membentak Argya dan melarangnya untuk membantu Emily.
“Kalau memang kamu nggak mau manggil dokter untukku, nggak usah juga nggak apa-apa kok Jay.”
Sambil menundukkan wajahnya dia berkata lagi, “Aku nggak apa-apa Jasy. Cuma sakit sedikit saja.”
“Apa maksudmu bicara seperti itu?” ujar Jaysen dengan nada tajam membuat Emily kembali merasa ketakutan. “Apa menurutmu aku tidak sanggup memanggilkan dokter untukmu? Hah?”
nyesel kan jaysen,
semoga akhrnya nanti bahagia