Akibat kenakalan dari Raya dan selalu berbuat onar saat masih sekolah membuat kedua orangtuanya memasukkan Raya ke ponpes. setelah lulus sekolah.
Tiba disana, bukannya jadi santri seperti pada umumnya malah dijadikan istri kedua secara dadakan. Hal itu membuat orangtua Raya marah. Lalu apakah Raya benar-benar memilih atau menolak tawaran seperti orangtuanya?
Tingkah laku Raya yang bikin elus dada membuat Arsyad harus memiliki stok kesabaran yang banyak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkberryss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lamaran
Setelah seminggu kemudian, ini adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu. Bagaimana tidak acara lamaran adalah acara yang sangat penting sebelum pernikahan.
Hari ini Kakek dan nenek Raya juga ikut hadir karena ingin melihat cucunya yang akan mau menikah. Burhan dan Diana nampak serasi, tak lupa ada adik dari Burhan juga ikut beserta istri dan anak kecil mereka. Tidak hanya orangtua dari Burhan, namun orangtua dari Diana juga turut serta ikut. Semua memakai baju yang sama alias couple.
"Mari silakan duduk semuanya,"
Mereka duduk diatas karpet empuk yang sudah digelar di ruang tamu pak Umar. Mereka semuanya hadir seperti Malik dan Inayah, Fira dan Bilal, Farah, dan ada beberapa sesepuh juga.
"Masyaallah Ardi, sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu selama ini?" mereka saling berpelukan menyalurkan rasa rindu bertahun-tahun lamanya. Seorang sahabat yang dekat hingga sukses dengan caranya masing-masing.
"Alhamdulillah aku baik, sangat baik. Ini istriku, Indah,"
"Senang berkenalan dengan anda..."
"Nama saya Sofiyah," Indah mengangguk dan memeluk serta cipika-cipiki.
"Mari duduk."
Acara demi acara dimulai dan berlangsung dengan khidmat. Raya yang masih belum keluar, dia didalam kamar ditemani oleh Inayah, Fira, dan Farah. Setelah didandani oleh MUA profesional, Raya terlihat makin cantik meski hanya polesan tipis tapi tetap saja bikin semua orang pangling.
Dibalut dress panjang dan memakai hijab pashmina yang menjuntai, menutupi bagian dadanya. Warna baju yang senada dengan Arsyad, yaitu navy.
"Masyaallah cantiknya kamu dek, iya kan nak?" Inayah bertanya pada dua anaknya.
"Iya umi, Raya memang cantik walau nggak di makeup juga," sedangkan Fira mengangguk setuju.
"Ih kalian mah bikin aku salting mulu dari tadi, udah deh mujinya kan gue jadi makin deg-degan ini." mereka semua yang didalam kamar pun tertawa.
"Ning lupa saya belum foto. Saya foto bentar ya Ning buat dokumentasi juga nanti bisa di upload kalau Ning berkenan diposting sosial media,"
"Iya kak foto aja. yang bagus ya pokoknya, percuma hp boba tapi kalau foto sembarangan hasilnya jelek," MUA tadi ikut tersenyum mendengar ucapan Raya.
Cekrek cekrek cekrek
Beberapa foto diambil oleh MUA tadi dengan hasil terbaik. Dia memperlihatkan kepada Raya dan dia pun cukup puas karena hasilnya sangat bagus sesuai ekspektasi.
"Eh mbak foto kami bersama dong," Farah agaknya ingin mengabadikan momen dengan menyerahkan hp nya ke MUA untuk meminta difoto kan.
Lima kali hasil foto mereka dengan berbagai gaya. Yang paling banyak gaya sudah pasti Raya karena dia sangatlah pandai dalam berpose apapun.
"Cantik banget sih kita semua,"
"Nggak ya Farah, paling cantik tuh cuma gue," Raya menepuk-nepuk dadanya seakan bangga dengan wajah yang cantik apalagi adanya polesan natural malah semakin seperti bidadari.
"Iya-iya kak Raya emang paling cantik."
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, dibukanya pelan ternyata bi Sumi salah satu pembantu dirumah ini.
"Ning non Raya waktunya turun. Pemasangan cincin," katanya pelan.
"Oh iya bi kami akan segera turun ke bawah,"
"Ayo dek kita turun," Raya menggandeng tangan Inayah sebelah kirinya digandeng oleh Fira. Farah berjalan dibelakangnya.
Saat menuruni tangga semua orang tertuju pada Raya yang mengenakan hijab. Karena baru kali ini seorang Raya yang katanya anti hijab karena dirasa bikin gerah. Kalau dilihat bagaimana wajah Arsyad? Dia terkesima bahkan bibirnya membuka lalu disadarkan kembali oleh Malik dengan menutup kembali bibir yang terbuka tadi.
"Jaga image, Syad. Nanti saja pangling nya," bisik Malik yang tepat berada di samping adiknya.
Puk
Arsyad yang geram dan gemas dengan kakaknya itu lantas menepuk paha dengan lumayan keras namun tak sampai membuat semua orang melihatnya karena atensi mereka masih tertuju pada Raya yang sudah mulai duduk di samping Bu Sofiyah.
Fotografer mengabadikan momen dimana Bu Sofiyah mulai memasukkan cincin ke jari Raya yang sangat indah. Mata Burhan dan Diana berkaca-kaca. Putri yang baru saja ia besarkan sudah mau jadi istri orang, rasanya baru kemarin merasakan gendongan Raya dalam dekapannya. Begitupun dengan Ardi dan Indah, juga Tanto dan Dewi orangtua Diana.
"Alhamdulillah kamu sudah beneran jadi calon mantu saya nak, setelah ini bakal jadi mantu," beliau menatap Raya dengan wajah yang berseri, mengelus-elus kepala Raya yang terbalut hijab.
"Iya umi."
"Lihatlah Raya jadi malu-malu kucing. Padahal sebelumnya dia tak begini. Apalagi semingguan kemarin baru saja berbuat ulah dengan para santriwati.
Bagaimana tidak, Raya sembunyikan beberapa sandal santriwati yang sedang sholat berjamaah. Hal itu diketahui karena terdapat cctv yang terpasang disana. Arsyad memberikan dia hukuman berupa menyetrika pakaiannya karena baru saja dicuci dan kusut jadi dia ada ide untuk memberi hukuman Raya seperti itu.
Satu lagi, baru saja kemarin dia melempar botol air minum dan tanpa sengaja terkena kepala pak ustadz yang mengajar juga di ponpes Darussalam. Mau tau mau Raya meminta maaf dengan tulus, karena sebenarnya Raya sangatlah anti yang namanya minta maaf.
Acara demi acara berjalan dengan lancar semuanya tak lupa diabadikan momennya oleh fotografer yang ahli dan andal. Setelah tukar cincin langsung disambut beberapa dari orang tua. Lalu langsung saja untuk menikmati suguhan yang tersaji didepan.
"Nak..." Burhan lekas memeluk putrinya begitu pula dengan Diana mendekat dan saling berpelukan sebentar.
"Kami sangat terharu sekali, kamu akan menikah dan ini sangatlah mengejutkan kami walau sudah tahu dari awal. Tapi tetap membuat kami merasa bahwa semuanya terlalu cepat," Diana berucap sambil menitikkan air matanya.
"Papa harap setelah ini kurangi nakalmu meski sikapmu tetap seperti itu. Tapi setidaknya setelah menikah selalu nurut sama suami. Papa dan mama hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu," Burhan mengelus-elus kepala Raya dan mengecup pucuk kepala putrinya. Diana juga membalasnya dengan mengecup kedua pipi sang putri cantiknya.
"Jangan bikin Raya jadi melow ya pa ma. Sayang make up nya ini mahal soalnya," Burhan dan Diana kompak menjatuhkan rahang mereka, mendengar ucapan Raya yang tadinya suasana sedih malah jadi sebaliknya.
"Raya... Ya ampun nak!" Burhan meraup mukanya sendiri.
"Ya abisnya makeup nya ini paling mahal loh, semakin natural warnanya nyatu sama kulit semakin mahal, katanya sih begitu bukan yang dempul. Lagian tadi MUA nya sangat effort loh." bibir Raya mengerucut.
Seperti inilah Raya yang sebenernya dibalik sifat nakalnya ada juga komedinya.
Sedangkan pak umar masih setia bercakap-cakap dengan Ardi. Mereka asyik saling bertukar cerita.
"Aku tak punya nomor mu, Ar. Mungkin bisa kasih nomormu supaya kita masih bisa terhubung tali silaturahmi agar tetap berjalan,"
"Hehehe. Iya ini catat langsung di hp mu saja." mereka saling bertukar nomor hp.
"Kak Laya kok beda gini?" dia adalah anak dari adiknya Burhan. Namanya Azam baru berumur 3 tahun.
"Iya dong cantik nggak gue?"
"Kalau kayak gini cantik sih tapi yang kemalin jelek," ucapannya mendapat cubitan kecil dari Raya namun tak membuat Azam kesakitan.
"Enak aja gue meski nggak dandan tetep cantik ya cil bocil,"
"Kadang perkataan orang kecil nggak bohong Lo Ray!" adiknya Burhan berkata.
"Enak aja ya om. Eh cil nanti nggak gue kasih lo duit lagi loh, nggak akan ada yang ngasih coklat sama es krim," dia menjulurkan lidahnya.
"Oh jadi selama ini kamu yang sering beliin coklat sama es krim ya?"
Sepertinya Raya salah ucap, dia membocorkan sendiri rahasianya yang dulu sering sekali membelikan Azam kalau sedang berlibur ke rumahnya.
"Nggak kok om, jarang. Maksudnya sering tuh sering main bukan beliin begituan," ucapnya gelagapan.
"Soalnya akhir-akhir ini sering ngeluh sakit gigi Ray," istrinya menimpali.
"Oh ya? Ya ke dokter gigi kak. Bukan karena gue yang ngasih kan?" mereka hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Permisi, Ning silakan foto bareng." ucap fotografer.
Raya bersanding dengan Arsyad hanya berdua untuk sesi foto pertama. Hanya tiga kali potretan. Selebihnya bergantian lalu yang terakhir adalah foto bersama.
Selang beberapa menit akhirnya mereka sudah balik. Kini Raya ditinggal lagi oleh orangtuanya.
"Capek nak? Kalau capek mending istirahat dikamar saja,"
Raya menggeleng, "Nggak umi. Pengen tetep disini."
"Asal kalian tahu tadi pas Raya turun si Arsyad nggak bisa mingkem," ucapan Malik mendapat geplak an dari Arsyad.
"Hanya menguap saja tadi kenapa dibahas lagi?"
"Memangnya menguap bisa kecil ya terus lama gitu?" mereka tak dapat menahan tawanya alhasil Arsyad menjadi malu sendiri tapi tetap pada pendiriannya yang terkesan dingin.
"Astaga... Nak kalau pangling nggak papa nggak ada yang larang menatap calon istrimu tadi. Cuma jangan berlebihan nanti setelah sah jadi suami istri pasti akan bisa natap terus." Abinya saja menggoda dirinya sama seperti kakanya Malik. Memang buah jatuh nggak jauh dari pohonnya. Entahlah Arsyad lebih nurun ke siapa kalau begini, perasaan uminya biasa aja tidak cuek malahan sangat welcome kepada semua orang.
'Orang-orang disini kenapa aneh semua malah kayak mas Malik, astaghfirullah...' batin Arsyad menjerit.
"Ya siapa yang menolak pesona gue ya nggak Gus? Kan gue masih gadis muda, cantik iya, soal pinter ya jangan ditanya gini-gini pernah meraih juara lomba sains loh, walau nggak menang sih tapi masuk lima besar!" dia membanggakan dirinya agar semua tahu bahwa nggak hanya kenakalan dia yang terkenal tapi juga kepintarannya.
"Wah pencapaian sangat bagus itu nak," sahut bu Sofiyah.
"Iya kak Ray, aku aja lomba bahasa Arab kemarin hanya sepuluh besar, sedangkan sains kan agak sulit ya." kata Farah.
"Dulu saya juga menang lomba makan kerupuk," ucap lirih Arsyad tak sampai didengar orang lain namun tak sadar bahwa Raya mendengarnya karena disampingnya.
"Apa? Lomba makan kerupuk!" teriak Raya kencang hingga membuat telinga Arsyad berdenging.
"Kamu bisa pelan tidak ngomongnya?"
"Ya mana bisa gue kaget kali. Lo... Lo menang lomba makan kerupuk emang pas agustusan ya?"
"Dulu pas waktu kecil nak, dia paling semangat waktu diadain lomba agustusan di pondok ini. Ikutlah dia lalu menang dapat bingkisan isinya gayung bentuk cinta," sahut pak Umar.
Raya tertawa terbahak-bahak, dia tak bisa membayangkan seperti apa mukanya saat makan kerupuk cepat-cepat. Arsyad hanya bisa menahan malunya, terlihat dari raut wajah yang memerah.
"Oh gayung bentuk love itu ya? Emang buat apa gayungnya?" mereka semua saling tatap menatap. Apa Raya nggak tahi fungsi gayung?
"Kamu nggak tahu beneran Ray gayung?" tanya Fira.
Raya menggeleng,"Tahu sih bentukannya cuman nggak tahu kalau bisa dipake mandi, baru tahu pas lihat ada bocah mandi didepan sambil pake itu gayung." mereka tergelak atas ucapan Raya. Memang sedari kecil Raya sudah hidup bergelimang harta dari orangtuanya. Farah masih terbengong dengan mulut yang terbuka akhirnya ditutup kembali oleh uminya.
"Mingkem nak, awas ileran!" bisiknya.