Jatuh cinta pada pandangan pertama, membuat Shakala Fathan Elgio Genova, berusaha untuk memperjuangkan cintanya pada Zakira. Gadis manis yang ia temui tanpa sengaja di perusahaannya. Zakira adalah salah satu karyawan di perusahaannya.
Namun, sayangnya saat ia mengutarakan niatnya untuknya melamar gadis itu. Terjadi kesalahpahaman, antara Fathan dan Mamanya. Nyonya Yulia, yang adalah Mamanya Fathan. Malah melamar Nabila, yang tidak lain sepupu dari Zakira. Nyonya Yulia, memang hanya mengenal sosok Nabila, putri Kanayah dan Jhonatan. Mereka adalah rekan bisnis dan keluarga mereka memang sangat dekat.
Nyonya Yulia juga mengenal dengan baik keluarga bakal calon besannya. Akan tetapi, ia tidak pernah tahu, kalau keluarga itu memiliki dua orang anak perempuan. Terjadi perdebatan sengit, antara Fathan dan sang Mama yang telah melakukan kesalahan.
Nabila yang sudah lama menyukai Fathan, menyambut dengan gembira. Sedangkan Zakira, hanya bisa merelakan semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha mawik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10.
Hari baru, juga jabatan baru untuk Zakira. Setelah tiga hari jatuh tempo yang diberikan Fathan, dengan berat hati Zakira menerima tawaran itu. Bisa saja, Zakira menolak kemudian mengundurkan diri dari perusahaan. Namun, entah mengapa hati kecilnya begitu berat untuk beranjak dari tempat itu.
Selain ia mulai nyaman dengan lingkungannya, para staf dan karyawan disana juga sudah akrab dengannya.
"Selamat pagi, Ibu sekretaris," ucap Imam.
"Mas Imam!" sungut Zakira kesal.
Imam hanya tersenyum.
"Sudah siap dengan tugas yang baru?" tanya Imam dengan nada menggoda.
Zakira hanya menarik napas kasar.
"Tenang, Pak Fathan tidak seperti kelihatannya. Sebenarnya, dia itu baik," ucap Imam.
Zakira hanya menoleh sekilas, kemudian melangkah perlahan menuju lift.
"Zak, kamu mau kemana?" tanya Risma.
"Mulai hari ini, Zakira tidak akan berdiri di sini lagi sama kita," kata Imam.
"Kenapa, Zak? Kamu dipecat? Gara-gara apa, Zak?" Risma mulai memberondongi Zakira dengan pertanyaan yang tidak ada habisnya.
"Zakira bukan dipecat, tapi naik pangkat," jelas Imam.
"Apa, naik pangkat?" teriak Risma dan Sinta bersamaan.
"Mas Imam, jelasin semuanya ke kita. Apa yang tidak kita tau?" todong Sinta.
Imam pun mulai bercerita, tentang ia ketahui. Sinta dan Risma tampak terkejut serta takjub. Ia tidak menyangka, kalau sahabat mereka memiliki kepandaian yang luar biasa.
"Aku senang, kalau Zakira jadi sekretarisnya Pak Fathan. Dengan begitu, artinya pak Fathan tidak salah memilih orang," ujar Risma.
"Benar, aku juga setuju," sahut Sinta.
"Kamu sudah siap, Za?" tanya Soni yang tiba-tiba hadir diantara mereka.
"Eh, Pak Soni," ucap Sinta.
"Siap untuk apa, Pak?" tanya Zakira bingung.
"Kita akan meeting diluar, setengah jam lagi," jawab Soni.
"Apa?" kata Zakira terkejut.
"Santai, ini berkas yang harus kamu pelajari dan akan dipersentasikan nanti." Soni meletakkan berkas bermap biru didepan Zakira, kemudian berlalu.
"Oh, ya! Satu lagi...." Soni memutar langkahnya kembali mendekati Zakira dan teman-temannya. "Sebaiknya, kamu kembali ke ruangan kamu sekarang. Sebab, pak Fathan sudah menunggu kamu disana."
Soni tersenyum, melihat wajah panik dan bingung Zakira. Pria itu kembali melanjutkan langkahnya.
"Ya, udah Zak! Kamu pergi ke ruangan kamu sekarang. Kami gak mau, kamu kena masalah," ucap Risma.
Sinta juga ikut mengiyakan dan Zakira menganggukkan kepalanya.
****
"Gimana, Oma? Aku udah cantik, kan?" tanya Nabila.
"Tentu dong, kamu adalah gadis paling cantik di dunia ini." puji Sukma sembari mengacungkan kedua jempolnya.
"Aku gugup sekali, Oma," ucap Nabila.
"Gugup kenapa, Sayang?" tanya Sukma.
"Oma, baru kali ini, aku pergi ke perusahaannya dan baru kali ini juga. Aku mendatangi pria, selain papa, Nabil atau sodara yang lainnya," ungkap Nabila.
Sukma berjalan mendekati Nabila yang masih berdiri didepan kaca.
"Kamu tidak yakin dengan diri kamu?" tanya Sukma.
Nabila mengangguk pelan. Sejujurnya, ia tidak ingin bersikap seperti ini. Sebenarnya, Nabila gadis yang pemalu dan tertutup pada lawan jenisnya. Ia akui, ia memang menyukai Fathan sejak pertama kali ia bertemu dengan pemuda itu.
Pembawaan Fathan yang dingin, membuat Nabila hanya bisa menahan semua rasa yang ia punya. Namun, sejak kehadiran Sukma dirumah terutama di kehidupan Nabila. Gadis itu berubah seratus delapan puluh derajat. Ia lebih ceria dari biasanya, bahkan mau berteman dengan siapa saja. Bahkan, baru-baru ini ia membuat Mamanya marah besar dengan keputusannya melepas penutup kepala. Belum banyak yang tahu, dengan keputusan yang Nabila ambil.
Setelah berhasil diyakinkan oleh Sukma, Nabila pun segera berangkat.
"Nabila!" panggil Nabil.
Nabila menoleh sekilas. "Mau apa?"
"Apa-apaan, lu?" tanya Nabil heran, saat melihat penampilan saudari kembarnya itu.
"Ada apa, sih?" tanya Nabila balik.
"Mau kemana, lu dengan dandanan seperti itu?" Nabil menatap tajam ke arah pakaian yang digunakan Nabila.
"Gue mau keluar dan ada apa dengan pakaian yang gue kenakan? Ini lagi ngetren," jawab Nabila.
"Iya, gue tau, ini lagi ngetren. Tapi, apa lu gak malu keluar dengan pakaian seperti itu?" cecar Nabil lagi.
"Gak, gue gak malu. Malahan, gue suka dengan pakaian yang gue kenakan ini," jawab Nabila.
"Astaghfirullah, Bila! Lu udah lupa, apa yang pernah almarhum Oma pesan sama kita?" kata Nabil kembali mengingatkan.
Nabil masih ingat dengan jelas, bagaimana wanita yang paling Opanya cintai itu selalu berpesan pada anak dan cucunya yang perempuan. Untuk selalu menutup auratnya.
"Iya, gue ingat. Tapi, itu dulu. Oma masih ada, sekarang Oma udah gak ada. Jadi, gak ada salahnya, kan gue ubah penampilan sedikit."
Nabil mengepalkan tangannya. Jika, saja saat ini kedua orangtuanya ada di sini, mungkin mereka akan murka. Terutama mamanya, entah apa yang akan dilakukan mamanya, kalau beliau melihat penampilan anak perempuannya seperti ini.
"Kenapa lu, liatin gue kayak gitu? Udah deh, ya! Jangan urus urusan gue, mending lu urus urusan lu sendiri. Gue mau pergi, nemui calon suami masa depan." Nabila meninggalkan Nabil dengan perasaan dongkol.
"Semoga, lu kembali ke jalan yang benar, Bila," gumam Nabil.
****
"Opa!" sapa Zaki.
Kendra menoleh sembari tersenyum menyambut cucu kesayangannya.
"Ada apa, Zak?" tanya Kendra.
Zaki menghampiri dan duduk didekatnya.
"Temen Zaki, ngajakin join bisnis cafe dan resto. Tapi, Zaki bingung, sebab belum punya pengalaman," kata Zaki buka suara.
"Tentuin lokasinya dulu, lalu tema atau konsep tempatnya. Kemudian menu yang menjadi favorit tempat itu," jawab Kendra.
Zaki tampak menganggukkan kepalanya mengerti.
"Kalau kamu mau tau lebih detail. Mendingan, kamu ke rumah Abi Fachri," kata Kendra, memberi saran.
"Ke rumah Abi Fachri? Ngapain?" tanya Zaki.
"Ummi Kirana, kan punya cafe yang udah lama buka. Tapi, masih rame sampai sekarang," kawan Kendra.
Senyum Zaki terkembang. "Nuntut ilmu, ya?"
Kendra mengangguk pelan.
"Oke!" Zaki mengacungkan kedua jempolnya.
"Ada apa ini?" tanya Kiano yang tiba-tiba datang.
Keduanya serentak menoleh.
"Kedengarannya, asik sekali. Ada kata menuntut ilmu segala," ucap Kiano.
"Opa nyaranin Zaki buat nuntut ilmu, Dad," jawab Zaki asal.
"Nuntut ilmu? Ilmu apaan?" tanya Kiano.
"Ilmu terbang dan ilmu menghilang," sahut Zaki.
Kiano terlihat bingung. Sementara Zaki dan Kendra tampak berusaha menahan tawanya. Hingga akhirnya, Kiano pun tersadar karena merasa di jahili oleh putranya sendiri.
"Dasar, anak nakal!" Kiano melempar Zaki menggunakan bantal sofa.
Zaki berlindung dibelakang Opanya. Ia tergelak, melihat wajah kesal Daddy-nya. Dari kejauhan, Zavira hanya menggeleng kepala pelan, melihat kelakuan anak dan suaminya.
****
"Aku ingin bertanya padamu," ucap Fathan, saat bertemu Zaki siang itu.
"Tentang, Zakira?" tebak Zaki.
Fathan mengangguk samar.
"Katakan," lanjut Zaki.
Fathan menarik napas pelan sembari memejamkan matanya.
"Aku sering melihat, Zakira bekerja menggunakan sebelah tangannya. Baik itu, saat ia mengetik, makan atau yang lainnya," Fathan menjeda kalimatnya. Ia kembali menarik napasnya.
Sedangkan Zaki sendiri, ekspresi wajahnya berubah datar. Namun, ia masih ingin tahu kelanjutan cerita Fathan, tentang adiknya.
"Semula, aku mengira mungkin tangan sebelahnya lelah. Tapi semakin ke sini, aku perhatikan ia memang lebih sering menggunakan tangan kanannya. Aku yakin, pasti ada sesuatu pada tangan kirinya." tebak Fathan.
Kali ini, Zaki yang menarik napas dalam dan panjang.
"Lu, benar! Zakira memang hanya menggunakan satu tangannya, untuk semua aktivitasnya," sahut Zaki.
"Kenapa? Apa yang terjadi? Apa tangan satunya, maaf." Fathan menangkupkan kedua tangannya. "Apa dia cacat?"
"Bisa dibilang begitu," jawab Zaki.
Fathan masih menatap serius wajah Zaki. Ia masih penasaran dengan keanehan yang dimiliki Zakira.
"Tapi, itu bukan bawaan lahir," kata Zaki.
"Maksud kamu?" Fathan sudah tidak sabar, ingin mendengar penjelasan dari sahabatnya ini.
"Kejadian itu, terjadi beberapa tahun yang lalu," ucap Zaki yang memulai ceritanya.
Saat itu, ia dan Zakira sedang diburu waktu untuk berangkat ke desa tempat tinggal Opa dan Omanya. Saat itu, Oma nya baru saja dikabarkan meninggal dunia. Disaat yang lain memilih untuk langsung berangkat. Tidak dengan Zaki, ia lebih memilih menemani Zakira yang saat itu sedang menyelesaikan ujian akhirnya dihari terakhir.
Setelah selesai, keduanya berangkat menggunakan motor sport milik Zaki. Tepat ditengah perjalanan, ban motor Zaki tergelincir karena mengalami pecah. Suasana jalan yang licin, akibat hujan. Zakira terlempar ke belakang, Zaki juga tidak tahu dengan pasti bagaimana posisi Zakira saat terpental. Ia juga pingsan setelah kejadian dan siuman setelah berada dirumah sakit.
Zaki sempat mendapat perawatan intensif, berbeda dengan Zakira. Ia hanya mengalami luka lecet dan patah tulang tangan sebelah kiri. Sebulan kemudian, keadaan Zaki sudah membaik dan diperbolehkan untuk pulang. Sedangkan Zakira ia hanya dirawat jalan, untuk mengobati tangannya.
Namun, berselang dua bulan, kondisi tangan kiri Zakira tidak ada menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Malah, saat itu ia bahkan tidak bisa menggerakkan tangannya.
Mendengar hal itu, baik Kiano maupun Zavira kembali membawa putrinya untuk kembali diperiksa.
Ternyata, ada kesalahan fatal dalam kecelakaan itu. Setelah dilakukan serentetan pemeriksaan, tangan Zakira pun divonis lumpuh. Hal itu sempat membuat Zakira down dan shock.
Zaki juga merasa bersalah dengan kondisi yang dialami adiknya. Ia tidak hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Akan tetapi saat itu, Zakira tidak pernah mengatakan sesuatu pada Kakaknya. Ia mengatakan, jika semua ini sudah ada takdir yang harus ia jalani.
Kiano dan Zavira selaku orang tua juga menginginkan yang terbaik untuk putrinya. Ia segera membawa Zakira keluar negeri untuk menjalani pengobatan. Setelah hampir satu bulan melakukan terapi rutin. Akhirnya, ada secercah harapan. Tangan Zakira mulai bisa digerakkan, walau hanya bagian telapak tangannya.
"Hingga saat ini, Zakira masih menjalani terapi rutin dua Minggu sekali," ucap Zaki.
Fathan menarik napas, mendengar cerita Zaki. Ia tidak menyangka, Zakira adalah sosok gadis yang kuat. Bukan anak manja yang hanya akan mengeluh, jika mengalami sedikit masalah. Fathan semakin memantapkan hatinya pada sosok Zakira.