Di pertengahan tahun 2010, kerasnya kehidupan wanita bernama Sekar Nabila Putri dimulai. Tak ada dalam benak Sekar jika hidupnya setelah selesai kuliah berubah menjadi generasi Sandwich.
Setiap anak tentu tak bisa memilih di keluarga mana mereka dilahirkan. Ibunya lebih menyayangi sang kakak daripada Sekar. Alasannya sepele, hanya karena kakaknya adalah laki-laki dan menjadi anak pertama. Sedangkan Sekar adalah anak perempuan, si bungsu dari dua bersaudara.
Impiannya menjadi seorang akuntan yang sukses. Untuk menggapai sebuah impian, tak semudah membalikkan telapak tangan. Sekar harus terseok-seok menjalani kehidupannya.
Aku butuh rumah yang sebenarnya. Tapi, saat ini rumahku cuma antidepressant ~ Sekar Nabila Putri.
Akan tetapi sederet cobaan yang mendera hidupnya itu, Sekar akhirnya menemukan jalan masa depannya.
Apakah Sekar mampu meraih impiannya atau justru takdir memberikan mimpi lain yang jauh berbeda dari ekspektasinya?
Simak kisahnya.
Mohon dukungannya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 - Mulut Tetangga
Yuni berhasil masuk ke dalam kamar Sekar. Ia pun coba membuka lemari baju milik Sekar yang memang kuncinya selalu menggantung.
"Di mana ya ia simpan uang atau benda berharga?" batin Yuni seraya sibuk mer0goh tumpukan baju milik Sekar di dalam lemari.
Yuni berpikir Sekar bisa jadi menyimpan uang di selipan baju.
"Huft !! Gak ada," batin Yuni dengan hati dongk0l setelah tak menemukan uang di selipan baju milik Sekar.
Lalu ekor matanya melirik ke arah laci yang ada di dalam lemari tersebut, tapi kondisi terkunci.
"Kuncinya ditaruh Sekar di mana ya?" gumamnya.
Tiba-tiba...
"Ngapain kamu di kamar Sekar?"
Yuni seketika terkejut mendengar suara suaminya dari arah belakangnya. Sontak Yuni pun membalikkan tubuhnya ke belakang dan tak lupa sebelum itu lemari baju Sekar ia kunci kembali. Ternyata Fajar sudah berdiri di depan pintu kamar Sekar yang memang masih dalam kondisi terbuka.
"La_gi ban_tuin naruh baju-baju Sekar di lemari. Kebetulan tadi kan baju kerja Sekar kulihat ada di tumpukan setrikaan. Mungkin Sekar lupa belum masukin ke lemari. Ya udah aku bantu masukin ke lemarinya biar di luar gak numpuk," jawab Yuni dengan nada suara terbata-bata. Ia sengaja berbohong di depan Fajar.
"Ayo keluar! Nanti takutnya Sekar marah kalau tahu kamu masuk sembarangan ke kamarnya!" seru Fajar.
"Iya. Dasar bawel!" omel Yuni.
Ia pun segera keluar dari kamar Sekar bersama suaminya. Tak lama Sekar selesai mandi dan masuk ke dalam kamarnya. Lalu Sekar membuka lemari bajunya.
"Loh, kok gak rapi begini? Perasaan tadi pas ambil baju sebelum mandi, rapi deh. Kok sekarang kayak acak ka_dut begini?" Apa jangan-jangan...?" Sekar mendadak curiga.
Seketika ia teringat menyimpan sebuah cincin emas miliknya di dalam laci lemari bajunya. Kuncinya ada di salah satu selipan baju. Setelah mendapatkan kuncinya, ia langsung membuka laci tersebut.
"Alhamdulillah masih ada," ucap Sekar bernafas lega karena cincin emasnya tak hilang.
Cincin emas itu ia beli dari uangnya sendiri dari menyisihkan gajinya setiap bulan. Setahun yang lalu, ia beli cincin emas itu dengan harga satu juta rupiah. Sekar memang jarang memakainya. Hanya saat ada acara tertentu atau hajatan saja baru dipakai olehnya.
Ada juga beberapa lembar uang di dalam laci lemarinya sebesar dua ratus ribu rupiah. Uang tersebut berada dalam dompet kecil di dalam laci. Sekar sengaja menyisihkan sedikit uang di rumah untuk keperluan mendesak jika tak sempat pergi ke ATM.
"Apa Bang Fajar dan Mbak Yuni yang coba menggeledah lemariku?" batin Sekar.
Pada akhirnya Sekar memilih tak ingin memperpanjang masalah karena barang dan uangnya tak ada yang hilang. Namun, ia sudah memasang mode waspada. Sejak saat itu Sekar selalu mengunci kamar dan lemarinya.
☘️☘️
Dua bulan berlalu.
Sekar saat ini sudah punya banyak perkembangan dalam ilmu menjadi seorang agen call center yang baik sesuai standar perusahaan. Kinerjanya juga lebih baik daripada ketika awal-awal bekerja.
Sekar juga sudah bertemu banyak pelanggan di udara. Baik itu pelanggan yang komplain ringan maupun berat, hingga pelanggan kategori iseng.
"Boleh minta nomor hpnya?" tanya salah seorang pelanggan bernama Dado.
"Nomor hp siapa, Pak?" tanya Sekar pura-pura tak tahu.
"Ya nomor hp kamu lah. Aku suka banget sama suaramu, Nana. Suaramu lembut banget membuat hatiku jadi bergetar pertama kalinya. Pasti kamu orangnya cantik," goda pelanggan tersebut.
"Maaf, kami belum bisa melayani di luar informasi layanan produk kartu PT. HALLO."
"Ayolah," bujuk si pelanggan yang tetap bersikukuh meminta nomor pribadi Sekar alias Nana.
"Maaf Pak, belum bisa."
"Ya sudah. Nanti setelah aku tutup teleponnya, kamu langsung chat saja di nomor yang kupakai telepon ke call center sekarang ini ya." Pinta pelanggan tersebut yang tetap merayu dan membujuk Sekar.
"Maaf, belum bisa Pak Dado. Kami hanya melayani informasi, permintaan dan keluhan produk kartu sim dari PT. HALO saja."
"Please..."
"Apa ada yang bisa kami bantu terkait produk kartu PT. HALO, Pak Dado?"
"Nomor hpmu,"
"Mohon maaf Pak Dado, belum bisa. Jika memang tak ada yang ditanyakan terkait produk layanan kartu kami, saya akhiri panggilannya. Terima kasih telah menghubungi kami dan selamat beraktivitas, Pak Dado." Sekar menutup panggilan dari kategori pelanggan iseng tersebut dengan ramah dan sesuai prosedur.
Bip...
Jam kerja Sekar pun berakhir setelah panggilan tersebut. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Sekar memutuskan pulang karena tubuhnya sedang kurang enak badan. Namun ia terus bersemangat karena tidak boleh sampai sakit. Masih ada sisa satu bulan masa percobaan sebelum berhasil teken kontrak.
Saat baru tiba di rumahnya, Sekar tengah sibuk memarkirkan motornya di halaman depan. Ada tetangganya yang kebetulan lewat di depan rumah Sekar. Namanya Bu Gondo.
"Loh, kok udah pulang kerja Kar?" sapa Bu Gondo.
"Iya, Bu. Kerjanya cuma sampai jam satu siang jadi sekarang sudah di rumah," jawab Sekar apa adanya dengan sopan.
"Kerja apa itu kok siang hari udah pulang? Kalah dong anak sekolah,"
"Kerja di call center, Bu."
"Oh, operator gitu toh."
"Iya, Bu."
"Bukannya kamu itu sarjana ekonomi, Kar. Kok malah kerja jadi operator. Gak nyambung begitu. Mending kamu jadi teller di bank, admin kantor atau kasir minimarket ngunu loh," ujar Bu Gondo.
"Dapat kerjanya di call center, ya Sekar jalani saja Bu Gondo. Daripada nganggur toh," jawab Sekar.
"Tapi kasihan orang tuamu, sudah kuliahin kamu sampai jadi sarjana ekonomi kok ujungnya jadi operator doang. Palingan jadi operator gitu lulusan SMA ya cukup," sindir Bu Gondo.
"Maaf, Bu Gondo. Tapi pas saya baca syarat melamar jadi operator call center di kantor saya sekarang, minimal sarjana Bu. Bukan lulusan SMA,"
"Ah, moso toh! Perasaan yang ku tahu sekelas operator itu lulusan SMA saja bisa toh. Kan cuma modal bicara doang, gak pakai keahlian lain dari bangku kuliah."
"Saya permisi masuk dulu, Bu. Kebetulan masih banyak pekerjaan di rumah," pamit Sekar yang merasa tak nyaman dengan cibiran tetangganya itu. Bu Gondo pun berlalu begitu saja dari sana dengan bibir komat-kamit seperti Mbah Du_kun baca mantra.
Begitulah dinamika kehidupan. Baik kita tinggal di kampung, di kota besar, di perumahan mewah sekalipun pasti ada tetangga modelan Bu Gondo yang suka mencampuri urusan tetangganya. Bahkan hobi menyindir kekurangan orang lain secara terang-benderang.
Sejatinya saudara terdekat kita itu adalah tetangga, walaupun tak sedarah. Seharusnya sebagai tetangga yang baik, bisa menjadi saudara yang punya tenggang rasa dan saling menghargai.
Sekar maupun keluarganya tak pernah meminta makan atau belas kasihan pada tetangganya terutama Bu Gondo. Namun yang terjadi, Bu Gondo kini mulai mencibir pekerjaan Sekar yang dipandangnya sebelah mata.
Sebagai manusia, kita tak mampu menutup mulut orang lain yang berniat ingin mencela hidup dan pribadi kita. Akan tetapi, Tuhan telah memberi dua tangan yang bisa menutup telinga kita dari suara-suara sumbang seperti yang dilayangkan Bu Gondo pada Sekar tadi.
Sekar meletakkan tasnya di atas meja kamar. Ia pun merebahkan dirinya di atas kasur sambil melihat langit-langit kamarnya.
"Tetangga oh tetangga. Terserah aku lah mau kerja apa. Yang penting halal dan gak jadi perebut suami orang. Aku dan keluargaku bisa hidup dan makan tiap hari, juga gak minta sama dia kok. Eh sekarang malah ngurusin pekerjaan orang yang gak cocok sama jurusan kuliah. Hidup sudah susah keleeesss! Jangan ditambah lagi urusan gak penting ketemu manusia model begini !!" keluh Sekar.
Ia sengaja meluapkan kekesalannya di dalam kamarnya. Demi kewarasan mentalnya tetap terjaga. Daripada dipendam di hati, nanti bisa membuatnya drop dan makin stres.
"Bodo amat lah," gumam Sekar. "Selain donatur, dilarang ngatur!" sambungnya.
Bersambung...
🍁🍁🍁
cintanya emang pollllllllllllllll
Sekar pelan² sajaaaaaaa
dihhh si yuni ga di beliin oleh" ko sewot, dasar ipar ga da ahlak