Tiga tahun menjalin hubungan pernikahan, Gempita mengetahui kalau suaminya telah berselingkuh dengan wanita yang lebih muda.
Dalam situasi seperti ini, ia menghadapi kebingungan. Satu alasan yang tidak bisa diungkap. Apakah bercerai atau mendiamkan perbuatan Melvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehidupan Terbalik
Paginya, Melvin pulang ke rumah Gempita dan ia biasa saja saat melihat pekerja membereskan rumah. Ada dua bibi yang biasa membantu serta tukang kebun bersama seorang lainnya. Keempatnya membereskan bagian dalam rumah.
"Di mana Nyonya?" tanya Melvin seraya mengibaskan tangan di depan wajah karena debu beterbangan.
"Nyonya di lantai atas."
Melvin lekas menuju anak tangga setelah tahu keberadaan istrinya. Ia berjalan masuk ke kamar dan Gempita tengah menata rambut.
"Bersih-bersih?"
"Aku mau sedikit mengubah suasana. Di mana rumah barumu?" tanya Gempita dengan tetap menghadap meja rias.
"Jalan Soeraja."
Gempita terdiam sesaat mendengar jalan tersebut karena ia tahu perumahan itu termasuk kawasan untuk menengah ke atas.
"Beli tunai?"
"Kamu sudah dapat rumah ini. Dia juga. Aku mau adil."
Gempita mengangguk mengerti. "Aku paham."
"Oh, Sayang. Aku perlu beberapa barang."
"Barang apa?"
"Baju, aku enggak mungkin bolak-balik kalau mau ke kantor, kan? Kalau aku nginap di rumah Nindi, aku berangkat kerjanya dari sana."
"Tapi, aku mau pergi sekarang. Aku mau belanja perlengkapan rumah sama Sifa."
"Aku bisa sendiri."
Gempita meletakan alat rebonding di meja, lalu mencabut kabelnya. Ia memutar tubuh menghadap Melvin.
"Biar kubantu sebentar." Gempi bangkit dari duduknya, mengambil koper di balik lemari, lalu meletakannya di atas tempat tidur. "Random aja bajunya?"
Melvin mengangguk. "Aku ambil dasi sama ikat pinggang dulu."
Lemari pakaian dibuka. Tanpa memilih lagi, Gempi menumpuk pakaian kerja Melvin dalam koper. Ia juga membawakan pakaian ganti, handuk serta dalaman, bahkan kebutuhan pribadi lain juga ikut masuk dalam koper. Tidak cukup satu, tetapi dua koper penuh.
Melvin yang baru keluar dari ruang binatu lain, kaget kalau pakaiannya sebanyak itu. Ia bahkan melihat dalam lemari jika hanya ada beberapa saja yang ditinggal.
"Sayang, kok semuanya?"
"Kamu bakal beberapa hari sekali baru pulang, kan?"
"Ini sama saja kamu nyuruh aku pindah selamanya ke rumah Nindi."
"Serba salah. Tadi kamu bilang memang mau pindah. Udah, deh, Melvin. Aku sudah susun bajunya. Buat isi lemari, pakaian lama kamu masih banyak banget."
"Ya, sudah. Uang bulananmu sudah kukirim."
"Aku sudah cek." Uang bulanan yang seperti biasanya tanpa dikurangi sedikit pun. "Nanti malam, tidur di mana?"
"Senin malam sampai kamis sore, aku bakal di sini dan sisanya ke tempat Nindi."
"Oke ...." Gempi melanjutkan lagi acara beriasnya.
Melvin melihat istrinya yang memang mau pergi belanja. "Biar aku antar."
"Nanti Sifa jemput, kok. Ini hari Sabtu. Kamu kan harus sama Nindi."
"Ya, sudah." Melvin berjalan mendekat, ia mengecup kedua pipi Gempi. "Aku pulang."
"Hati-hati."
Melvin menurunkan dua koper dari tempat tidur serta tas kecil. Gempi hanya melihat saja suaminya keluar dengan membawa ketiga tas tersebut.
Beberapa saat, ia mengintip dari balik kusen jendela. Melvin yang dibantu dengan pekerja di bawah, tengah memasukan koper dalam bagasi mobil, kemudian berlalu dari rumah.
Gempita pun tidak memberi komentar atas kepergian suaminya ini. Sudah lelah untuk protes karena hasilnya sama saja. Biarlah seperti ini, ia hanya ingin menikmati semua yang ada.
Tidak lama, Sifa datang dengan membawa seorang wanita yang akan mendesain ulang ruangan. Gempita ingin mengubah dapur, ruang tamu serta ruang keluarga.
Gaya rumah ini, lebih banyak memang atas kesukaan Melvin. Kali ini, Gempi ingin rumah seperti yang ia inginkan. Lelah juga hidup dengan kesukaan orang lain, meski suami sendiri. Gempi melakukan semua perintah Melvin karena memang ia telah menyerahkan semua pada pria ini.
Masa lalu membuatnya tidak ingin kehilangan lagi. Tapi, sekuat apa pun Gempi mencoba, Melvin lepas juga ke tangan wanita lain.
Gempita memberitahu apa saja yang akan ia ubah dan beberapa referensi barang yang akan dibeli. Hampir satu jam ia menghabiskan waktu bersama designer interior itu, barulah pergi dengan Sifa.
Tujuan mereka tentunya pusat berbelanjaan. Membeli beberapa barang yang diperlukan termasuk berbelanja pakaian karena Sifa mengajak Gempi mengunjungi Night Club. Sabtu malam memang waktunya untuk berkumpul bersama. Mumpung Melvin asik bersama Nindi. Kapan lagi menikmati hari-hari seperti lajang.
Gaun hitam blink-blink menjadi pilihan. Keduanya menyempatkan makan serta ke salon, dan langsung menuju kelab malam ketika waktu sudah menunjukan pukul 10 malam.
"Aku cukup senang di sini," kata Gempi.
"Kadang kita juga harus di ini. Ya, meski hanya membuat perasaan senang sesaat."
"Kita langsung ke lantai dansa saja." Gempi menarik Sifa, lalu berjoged bersama.
Tidak disangka jika keduanya bertemu dengan teman-teman lama. Minum bersama, bercerita, dan Gempi merasa dunianya sedikit teralihkan dari Melvin.
"Jangan sampai kamu mabuk. Aku enggak mau angkat kamu," kata Gempi pada Sifa.
"Tega sekali dengan sahabatmu sendiri."
"Eh, kita ke Bandung, yuk! Ada destinasi baru." Wanita cantik berbaju pink neon mengusulkan acara berlibur bersama.
"Boleh, tuh. Kapan?" Gempita rasa dua hari ke Bandung tidak masalah.
"Minggu depan gimana?"
"Sifa, kamu ada waktu?" Gempi menyenggol lengan sahabatnya itu.
"Boleh, deh."
Kebiasaan Gempita seperti itu hingga jadwal Melvin tidur di rumah, maka ia akan diam saja. Kegiatan sehari-hari mulai padat, termasuk Gempita karena ia akan mengadakan event lagi.
Seminggu berlalu, Melvin mengatur jadwal dengan baik. Namun Minggu ini, Gempita mendapat pesan kalau suaminya tidak akan pulang. Gempita tidak masalah soal itu. Ia juga sibuk dengan pekerjaan, lalu bersenang-senang.
Melvin tidak pulang selama seminggu, lalu pulang senin malam, kemudian tidak pulang lagi. Entah bagaimana kehidupan pria itu, Gempita sendiri tidak ambil pusing.
Ia mulai mencintai dirinya sendiri. Merawat diri, mempercantik untuk dirinya sendiri. Sementara Cal, sibuk menghabiskan jadwal pekerjaan agar ia bisa segera ke Indonesia. Komunikasinya bersama Gempita juga jarang.
Melvin sendiri mewujudkan keluarga impian bersama Nindi. Ia sering makan malam keluarga, sahabat, lebih mengarah ke arah positif karena ia dan Nindi tengah menantikan kehadiran buah hati. Ya, Nindi dinyatakan positif hamil setelah sebulan lebih pernikahan. Itu sebabnya, Melvin tidak pulang ke rumah Gempita.
"Makasih, Sayang. Kamu udah bawa aku ke tempat ini." Nindi memeluk suaminya ini. Keduanya makan malam di restoran seafood.
"Ibu ngidam harus dituruti semua." Melvin mengecup kening istrinya ini. "Sudah kenyang, kita pulang, yuk!"
"Kenyang banget." Nindi sampai mengusap perutnya.
Melvin memanggil pelayan untuk membayar dan seorang pria berpakaian rapi melewati meja mereka. Nindi menoleh pada pria tersebut yang duduk, lalu melambaikan tangan ke depan.
"Nona Gempita, saya di sini."
Mendengar itu, Melvin bergeser sedikit karena pandangannya dihalangi oleh buku tagihan. Nindi pun menoleh ke depan dan wanita yang tengah berjalan ini juga kaget karena ada madu serta suaminya.
Gempita menggunakan setelan jas wanita berpotongan rendah berwarna hitam dan riasan yang sedikit tebal karena ini malam hari. Yang menjadi tarik adalah lipstik merahnya. Karena postur Gempi yang tinggi, ia bak model yang berjalan di catwalk.