Untuk mengisi waktu senggang diawal kuliah, Om Raka menawari Alfath untuk menjadi tutor anak salah satu temannya. Tanpa fikir panjang, Alfath langsung mengiyakan. Dia fikir anak yang akan dia ajar adalah anak kecil, tapi dugaannya salah. Yang menjadi muridnya, adalah siswi kelas 3 SMA.
Namanya Kimmy, gadis kelas 3 SMA yang lumayan badung. Selain malas belajar, dia juga bar-bar. Sudah berkali-kali ganti guru les karena tak kuat dengannya. Apakah hal yang sama juga akan terjadi pada Alfath?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Kimmy berulang kali melihat jam tangannya, dia cemas karena sebentar lagi, papanya pulang. Saat ini, dia berada di rumah Rachel bersama teman-temannya, mengadakan pesta kecil-kecilan untuk mengisi liburan. Kebetulan rumah Rachel kosong, kedua orang tuanya sedang ada urusan di luar kota.
"Aku pulang dulu ya, Yang," teriak Kimmy pada Farel yang duduk di sebelahnya. Kenapa teriak? karena suara musik disana amat kencang.
"Apa?" Farel tak mendengar.
"Aku pulang dulu," Kimmy bicara di dekat telinga sang kekasih. Dia memakai tas selempang miliknya lalu berdiri.
"Nanti dulu, aku masih kangen," Farel menarik pinggang Kimmy, mendudukkan gadis itu di pangkuannya. "Mumpung kamu bisa keluar, kapan lagi coba bisa ketemu kayak gini," bujuk cowok itu.
"3 hari lagi juga udah masuk sekolah, kita bisa ketemu tiap hari. Aku takut ketahuan Papa."
"Kamu itu penakut banget sih, Beb. Semarah-marahnya orang tua, gak akan mencelakai anaknya, paling cuma dimarahin. Tinggal kamu pura-pura denger, bereskan." Posisi kimmy yang berada dipangkuannya, membuat Farel mengambil kesempatan untuk menciumi leher dan tengkuk gadis itu.
Kimmy yang risih, berusaha menjauh, tapi Farel memegangi pinggangnya erat, membuat dia tak bisa kemana-mana.
"Besok, kamu bisa temenin aku kan, ke ulang tahun Gio?"
"Gak bisa, acaranya malem."
"Kan bisa kabur kayak hari ini."
"Aku takut, Yang."
"Aku tadi kan udah bilang, gak bakal diapa-apain, paling dimarahin doang kalau ketahuan." Farel terua saja menciumi leher Kimmy, menciptakan tanda merah tanpa sepengetahuan gadis itu.
"Yang, geli.. , udah dong."
"Aku bakal udahan asal kamu gak buru-buru pulang," Farel terus saja melancarkan aksinya, membuat Kimmy kegelian sekaligus darahnya berdesir. Nafas Kimmy mulai memburu seiring kecupan basah yang di berikan Farel di leher dan tengkuknya.
Melihat mangsanya sudah mulai terbuai, Farel mengendurkan belitan lehernya, memiringkan posisi Kimmy lalu mencium bibirnya. Kimmy hendak menolak tapi tengkuknya ditahan oleh Farel. Ciuman itu tak bisa bertahan lama karena Kimmy kuat menahan nafas, maklum ini ciuman pertamanya.
Farel mengusap sekitaran bibir Kimmy yang terdapat sisa saliva mereka. Menatap bibir yang merona itu, membuat Farel tak bisa menahan diri untuk tidak menciumnya lagi. Lagian, kesempatan seperti ini tak datang dua kali.
Di luar, Alfath berkali-kali menekan bel karena pintu tak kunjung dibuka. Dia bisa mendengar suara musik, jadi bisa dipastikan, Kimmy berada di dalam. Tak mungkin pulang tanpa Kimmy, Alfath terus menekan bel hingga seorang wanita paruh baya membuka pintu.
"Cari siapa ya, Mas?" tanya wanita yang sepertinya adalah ART.
"Nyari Kimmy, dia ada di dalamkan?"
"Di dalam banyak orang, saya gak tahu ada atau tidak yang namanya Kimmy. Saya panggilkan Non Rachel dulu ya." ART tersebut kembali masuk setelah Alfath menganggukkan kepala.
Setelah menunggu beberapa saat, seorang gadis muda berpakaian sedikit terbuka keluar, dia menatap Alfath dari atas ke bawah. "Kamu... "
"Aku nyari Kimmy," sahut Alfath.
"Kamu siapanya, saudara?" tebaknya. "Kok Kim gak bilang sih, kalau punya saudara cakep kayak gini." Dia mulai tebar pesona, memasang senyum manis sambil memainkan rambut depannya.
"Mana Kim?" Alfath sedang tak ingin basa-basi, waktunya tidak banyak.
"Boleh minta nomor telepon?"
Alfath berdecak pelan, pantas saja Kimmy suka bikin ulah, ternyata satu circle dengan cewek kayak gini, gak punya malu.
Rachel membuka ponsel yang dia pegang, bersiap menyimpan nomor Alfath. "Berapa?"
"Aku gak punya nomor ponsel, adanya nomor rekening. Mau?"
Rachel berdecak pelan, "Ganteng-ganteng tapi pelit."
"Masih mending, daripada murahan. Mana Kimmy?"
"Gak ada," sahut Rachel sekenanya.
"Gak usah bohong deh, aku tahu dia disini."
"Aku bakal manggilin Kimmy, tapi ada syaratnya, kasih dulu nomor ponsel kamu."
"Aku bisa nyari sendiri," Alfath langsung masuk tanpa menghiraukan Rachel sebagai tuan rumah. "Kim, Kimmy," teriaknya sambil mengedarkan pandangan. Mendengar suara bising dari halaman belakang, dia yakin Kimmy ada disana.
Rachel mengekor di belakang Alfath sambil bersedekap. Dia biarkan saja cowok itu mencari Kimmy sendiri.
Mata Alfath membulat sempurna melihat Kimmy berada di pangkuan seorang cowok. Dan yang lebih membuat dia tercengang, keduanya sedang asyik berciuman. Dengan langkah lebar, Alfath menghampiri mereka lalu menarik lengan Kimmy. Hampir saja gadis itu terjatuh, untungnya tidak sampai karena kakinya masih bisa berpijak di lantai.
Kimmy terperangah melihat Alfath ada disana. Muncul pertanyaan dibenaknya, darimana cowok itu tahu dia ada disini.
"Ayo pulang!" Alfath menarik lengan Kimmy.
"Siapa kamu?" Farel yang tak terima menarik lengan Kimmy hingga terlepas dari cekalan Alfath.
"Ayo pulang!" bentak Alfath, kembali menarik lengan Kimmy.
Farel hendak kembali menariknya, tapi Kimmy menolak. "Aku pulang aja."
Alfath menarik lengan Kimmy hingga halaman depan rumah Rachel, menghempaskan kasar tangannya sambil menatap tajam. Kalau saja tahu murid yang akan dia ajar sebandel Kimmy, sudah pasti dia akan menolak dari awal pekerjaan ini.
Alfath mengambil helm lalu memberikan pada Kimmy. Tadi dia sudah jaga-jaga, pinjam helm satpam sebelum berangkat menjemput cewek itu.
"Astaga," Alfath berdecak pelan, memejamkan mata sesaat sambil membuang nafas kasar. "Lo itu punya otak gak sih?" Dia menarik gadis itu ke dekat spion. "Lihat leher, lo!" bentaknya.
Kimmy sedikit menunduk, memposisikan lehernya sejajar dengan kaca spion. Matanya membulat sempurna melihat ada kiss mark disana.
"Kamu pernah mikir gak? Atau jangan-jangan, kamu emang gak punya otak," Alfath mengetuk kepalanya sendiri dengan telunjuk. "Pernah bayangin, gimana perasaan orang tua kamu kalau tahu kelakuan kamu barusan? Kamu itu masih kecil, tapi kelakuannya.. " Alfath membuang nafas kasar sambil menyunggar rambutnya ke belakang, tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Dia melepas jaket lalu mengulurkan pada Kimmy. "Pakai ini, jangan sampai orang tua kamu tahu kelakuan kamu. Jangan salah mengartikan, bukannya mau menyelamatkan kamu, apalagi membenarkan, tapi hanya ingin menjaga perasaan orang tua kamu."
Kimmy menerima jaket Alfath lalu memakainya. Sedikit menaikkan bagian kerah agar kiss mark di lehernya tidak kelihatan.
Alfath meninggalkan rumah Rachel begitu Kimmy naik ke boncengannya. Sepanjang jalan, Kimmy hanya diam, sampai-sampai Alfath membatin, tumben gadis itu tidak nyerocos seperti biasanya. Mungkin sedang menyesali perbuatannya, kalau memang benar, itu bagus.
Sesampainya di rumah, mereka langsung disambut Mama Ratih. Wanita itu menatap putrinya tajam, ingin memarahi, tapi tak enak karena masih ada Alfath. Sementara dipending dulu, nanti malam, jangan harap ada ampun, dia membatin.
"Buruan masuk, terus belajar, jangan sampai Papa tahu kalau barusan kamu kabur dari rumah."
Kimmy mengangguk kemudian masuk ke dalam kamar. Sebelum ganti baju, dia mematut diri di depan cermin, mengamati kiss mark yang ada di leher. Kalau papanya sampai tahu, habislah dia.
Setelah ganti baju dan mengambil buku, Kimmy menuju ruang tengah, tempat dia les dengan Alfath. Baru membuka buku, papanya pulang. Dia merapikan kerah baju dengan jantung berdebar, semoga saja, tak ada yang mempertanyakan kenapa sore ini dia pakai pakaian dengan kerah yang menutupi leher.
"Sore, Om," sapa Alfath.
"Sore, Al. Om seneng kalau pulang kerja gini, lihat kalian belajar bareng, enak dilihat. Gimana Kimmy, udah ada perkembangan belum?"
"Em.... " Alfath garuk-garuk tengkuk yang sebenarnya tidak gatal. "Maaf, Om, belum ada." Dia tak mau berbohong, kenyataannya memang seperti itu. Kalaupun dianggap tidak kompeten, lalu dipecat, dia akan terima konsekuensi itu.
Pak Bram menghela nafas panjang, menatap putrinya yang sedang menunduk, sok sibuk mengerjakan sesuatu. Baru dua minggu, sepertinya dia yang sudah tidak sabaran ingin melihat hasilnya.
"Yang sabar ya, Al. Om yakin, kamu bisa membuat Kimmy sedikit lebih pintar."
"Pah," rengek Kimmy. "Aku gak sebodoh itu kali," gadis itu cemberut.
Pak Bram hanya tersenyum mendengar protesan anaknya. "Ya sudah lanjutkan, Papa masuk dulu."
Waktu mengejar Alfath hanya tersisa 10 menit. Hari ini dia tak bisa mengajari Kimmy apapun karena waktunya terbuang sia-sia hanya untuk mencari cewek yang kabur-kaburan itu.
"Udah, beresin bukunya, main dramanya udah selesai," ujar Alfath. Gimana mau pintar, kalau belajarnya cuma akting. Sebenarnya dia tutor atau bodyguard sih?
Memang dasarnya Kimmy malas belajar, dia langsung membereskan buku tanpa rasa bersalah.
"Yang kayak tadi jangan diulangi," Alfath mengingatkan. "Kamu cantik, anak orang kaya, jadilah cewek yang berkelas, bukan murahan."
"Gak usah sok tahu deh."
"Bukan sok tahu, tapi emang tahu. Hanya cewek murahan yang mau duduk di pangkuan laki-laki, sambil ciuman pula." Alfath memutar kedua bola matanya malas. Dia punya dua teman dekat perempuan, Alula dan Nifa, keduanya tidak bisa disamakan dengan Kimmy, sangat jauh berbeda. Meski Alula hamil diluar nikah, tapi karena kecelakaan, bukan karena dia nakal.
"Gak usah sok bijak, palingan kamu juga kayak gitu kalau pacaran," Kimmy mencebikkan bibir.
"Eits, jangan samakan aku dengan kamu apalagi dengan cowok yang kata kamu 1000 kali lebih tampan dari aku. Aku cowok berkelas, gak level dengan hal-hal murahan kayak tadi."
"Halah, gak usah muna deh," Kimmy memutar kedua bola matanya malas. "Zaman sekarang, mana ada pacaran gak pelukan, gak ciuman. Lagian aku tahu kok batasannya pacaran."
Alfath terkekeh mendengar kalimat Kimmy. "Yang lazim, belum tentu benar," dia menegaskan. "Mungkin benar kata kamu, pergaulan anak zaman sekarang sangat meresahkan. Pelukan, ciuman, itu dianggap wajar, tapi kita gak harus ikutankan? Gak harus melakukan itu juga biar dikata keren? Dan apa tadi, tahu batasan? Ciuman masih dalam batasan maksud kamu?" Alfath geleng-geleng kepala. "Itu udah diluar batas untuk anak remaja seperti kamu. Ingat, dimana-mana, yang mahal itu lebih keren daripada yang murahan." Alfath mengambil tas lalu memakainya di punggung. "Aku pulang dulu."
...----------------...
.
Sambil menunggu kisah Alfath dan Kimmy, yuk mampir di cerita author yang berjudul Riana's Revenge.
Karya tersebut masuk nominasi YAAW 2024. Bagi yang belum baca, cuz mampir.