Zira terjebak dalam tawaran Duda saat dimalam pertama bekerja sebagai suster. Yang mana Duda itu menawarkan untuk menjadi sugar baby dan sekaligus menjaga putrinya.
Zira yang memang sangat membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan juga biaya pengobatan bibinya terpaksa menerima tawaran gila itu.
"Menjadi suster anakku maka konsekuensinya juga mengurus aku!" Ucap Aldan dengan penuh ketegasan.
Bagaimana cara Zira bertahan disela ancaman dan kewajiban untuk mendapatkan uang itu?
follow ig:authorhaasaanaa
ada visual disana.. ini Season Dua dari Pernikahan Dadakan Anak SMA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
00031
“Aku…” Bahkan Zira sangat ragu untuk mengatakan hal apa yang sangat ingin ia lakukan.
“Kakimu masih terluka, kau belum bisa berjalan dengan baik. Jadi, katakan kau mau kemana. Aku akan menggendongmu nanti,” ujar Aldan dengan sangat penuh keseriusan.
Zira sampai ternganga sebentar, tidak mungkin satu harian terus digendong Aldan bukan. Ayolah Zira tidak bisa membayangkan hal seperti itu terjadi, bisa-bisa Zira akan terus dipeluk atau dicium oleh Aldan yang memiliki kadar mesum yang sangat tinggi itu.
“Sebenarnya tidak perlu, Tuan. Aku_”
“Perlu! Seperti yang aku katakan tadi, kalau kau itu adalah benda kesayanganku. Sudah pasti aku tidak mau kau terluka lebih parah lagi,” ucap Aldan lebih jelas lagi.
“Benda? Kenapa dia terus menjelaskan bahwa aku adalah benda. Dasar duda tantrum! Kalau bicara tukang ngawur,” Zira mengumpat Aldan didalam hati.
“Katakan kau mau kemana?” tanya Aldan sembari mengikat rambut Zira yang panjang itu bagaikan ekor kuda. Bahkan Aldan sedikit menyisir rambut Zira dengan tangannya, hingga terlihat sangat rapi.
“Mau buang air kecil, Tuan. Tidak mungkin kau mengantarku sampai… Ahhhhh!” Tiba-tiba saja Zira menjerit karna Aldan bangkit sambil menggendongnya.
Dengan sangat mudah Aldan menggendong Zira bagaikan tidak membawa beban sedikitpun. Sebenarnya Zira bingung. “Ini aku yang ringan bagaikan angin atau duda itu yang terlalu gagah?” Zira bertanya didalam hati sambil menatap Aldan yang fokus dengan jalannya.
Aldan menggendong Zira dengan gaya bridal style, membuat Zira merasa aman sebenarnya. Kalau sudah seperti ini Zira menjadi teringat dengan kisah di drama Korea yang sering ia tonton.
~
Aldan menurunkan Zira didekat closet, meskipun Zira tidak bisa berdiri dengan baik tapi Aldan terus membantunya. “Bisa tidak?” Tanya Aldan karena mendapati Zira yang seakan bingung untuk menurunkan celananya dalam posisi kaki yang sakit seperti itu.
Seperti apa yang Aldan katakan tadi, kalau disaat berdiri seperti ini luka dikakinya ternyata sedikit sakit. Aldan takut kalau luka itu akan mengeluarkan darah lagi, jadinya Aldan ber jongkok hingga bisa menurunkan celana Zira.
“Ap-apa ya-yang Tuan lakukan?” tanya Zira dengan kegugupan yang luar biasa, karna Aldan mudah sekali melakukan hal itu semua kepadanya.
“Sudah, ayo cepat lakukan,” Perlahan Aldan menuntun Zira untuk duduk diatas closet. Mata Zira memandang kearah Aldan yang berdiri dengan tangan berkacak pinggang memperhatikan dirinya.
“Tuan, berbalik badan.. Aku malu,” pinta Zira, tapi Aldan tidak melakukannya malah duduk dipinggir bathup memperhatikan Zira lebih seksama lagi disana.
Zira menjadi canggung sendiri, terlebih lagi air pipisnya yang tidak kunjung berhenti. Karena hening membuat suara buang air kecilnya terdengar dengan jelas. Dan Aldan masih dalam posisi yang sama, bahkan menatap serius Zira yang menunduk malu.
“Sudah?” Aldan bertanya disaat merasa jika Zira sudah selesai, wanita itu juga sudah membasuh miliknya dengan air tidak lupa mengelap dengan tissu.
“Sudah, Tuan..” Jawaban Zira membuat Aldan langsung saja menggendong kembali. Kali ini Zira melihat dengan jelas Aldan yang tidak keberatan sama sekali, malah terlihat santai membawa Zira untuk keluar dari bathroom.
“Sudah larut malam, sebaiknya segera tidur..” Kata Aldan sembari merebahkan tubuh Zira diatas ranjang dengan sangat perlahan seakan menaruh berlian saja.
Zira menatap lugu Aldan yang menutupi dirinya dengan selimut, tanpa sadar Zira tersenyum manis kepada Aldan. Tapi, pria itu sepertinya tidak sadar dengan senyuman Zira. Hingga disaat Aldan ingin pergi ntah kemana, Zira meraih tangan Aldan untuk jangan pergi meninggalkan dirinya.
“Disaat sakit seperti ini aku sangat ingin ditemani, Tuan. Aku boleh meminta waktumu sedikit saja untuk menemani tidurku malam ini?” tanya Zira dengan penuh hati-hati kepada Aldan yang menatapnya aneh.
Perlahan Aldan mengangguk saja, ia berbaring disebelah Zira. Bahkan tangan Aldan masih digenggaman Zira, wanita itu memainkan jari-jemari tangan Aldan hingga rasa mengantuk itu menghampiri.
“Tidurlah..” ucap Aldan yang mana membuat tatapan mata Zira jatuh sempurna kearahnya. Zira mengangguk mantap saja sambil menatap telapak tangan yang dua kali lebih besar dibandingkan kedua tangannya.
“Sebenarnya siang tadi di pantai, aku kesal kau meninggalkan aku begitu saja bersama dengan Rey, Tuan.” ucap Zira, tapi tidak ada jawaban dari Aldan.
Zira melihat Aldan yang sudah tertidur pulas, padahal Zira yang sakit tapi malah Aldan yang tertidur pulas seperti itu. Bahkan mendengkur, tidak bohong Aldan terlihat lelah sekali dari cara tarikan napas pria itu.
“Terimakasih atas semua malam ini, Tuan..” ucap Zira sembari tersenyum menatap wajah Aldan yang tidur pulas.
Dengan begitu Zira bisa menikmati ketampanan Aldan lebih lama lagi, tanpa mendapatkan tatapan tajam dan menyebalkan dari pria itu.
•
Silau matahari yang sangat terik membangunkan Aldan dari tidurnya, ia membuka matanya yang sebenarnya masih sangat mengantuk. Pertama kali pemandangan yang Aldan lihat adalah wajah Zira yang sangat cantik.
“Kalau tidur begini, nggak kelihatan sintingnya.” ucap Aldan sembari melepaskan diri dari pelukan maut yang dilakukan Zira.
Karena kedua kaki Zira seakan melilit tubuh Aldan, sangat susah bagi pria itu untuk melepaskan diri. Malah Zira menggeliat dengan sedikit mengeluh, ia malah semakin erat memeluk Aldan. Tangannya mendarat pada wajah Aldan, menarik hidung itu dengan sangat gemas.
“Emmm.. Mau kemana, jangan pergi..” Zira ngelindur, membuat Aldan ingin tertawa sebenarnya.
“Jadi, maksud Nona Zira.. Aku tidak perlu bekerja begitu? Lalu nanti kita akan makan apa, sayang?” Suara dari Aldan itu membangunkan Zira. Bahkan kedua mata Zira langsung terbuka sempurna, ia terkejut menyadari tangannya sudah seakan menguasai Aldan.
Seketika Zira bangkit dari tidurnya, ia mengusap usap wajahnya sendiri karena sangat malu dengan Aldan. “Maafkan aku, Tuan. Aku benar-benar tidak sadar,” ucap Zira sambil menatap Aldan yang rebahan disampingnya.
Posisi rebahan Aldan kali ini menyamping dengan tangan kanan sebagai penopang kepalanya. Menatap Zira sambil menahan tawa, ia yakin kalau memang Zira tidak akan melakukan hal seperti tadi kalau memang dalam keadaan sadar.
“Kemarin malam kau melecehkan aku, Zira.” ucapan Aldan membuat Zira terkejut.
“Aku? Melecehkan dirimu, Tuan?”
Aldan menjawab dengan anggukan kepala. “Kau menyentuh bagian sensitifku, tidak hanya itu tapi juga memelukku seharian..” jelas Aldan dengan ekspresi sedih yang seakan-akan anak cewek yang habis diperkosa.
“Apa kabar denganku yang kau gempur sepanjang malam? Apa itu tidak termasuk pelecehan?” tanya Zira balik, ia menatap kesal Aldan yang malah sepertinya terkena rencananya sendiri.
dah sakit aja baru
tp kenapa yaaaa...si aila bisa seegois ituu 😞🙈pdhl dh liat tuhh papa nya nangis bombay di tgl ultahnya aila