Di usianya yang sudah sangat matang ini, Khalif Elyas Hermawan belum juga menemukan pasangan yang cocok untuk dijadikan pendamping hidup. Orang tuanya sudah lelah menjodohkan Khalif dengan anak rekan bisnis mereka, tapi tetap saja Khalif menolak dengan alasan tidak ada yang cocok.
Mahreen Shafana Almahyra gadis cantik berumur 25 tahun, tidak dapat menolak permintaan sang bibi untuk menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali.
Ya, gadis yang akrab di sapa Alma itu tinggal bersama paman dan bibinya, karena sejak umur 15 tahun, kedua orang tuanya sudah meninggal.
Bagaimana kisah Khalif dan Salma? Ikuti terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
^^^"Kebahagiaan sejati adalah ketika kita mampu menjaga hati dari segala bentuk kemarahan"^^^
...('Ali bin Abi Thalib)...
...🌹🌹🌹...
Setelah berbicara panjang lebar dan penuh dengan perdebatan-perdebatan kecil dengan mamanya, barulah Alma dan Khalif di izinkan untuk pindah. Disinlah Alma sekarang, di rumah yang cukup luas dengan dua lantai. Dengan halaman yang luas, di samping terdapat kolam renang. Puas dengan melihat-lihat yang di luar Almapun masuk kedalam, di lantai atas terdapat dua kamar yang di dalamnya ada kamar mandi masing-masing. Sedangkan di lantai bawah ada dua kamar juga, yang satunya digunakan oleh asisten rumah tangga, yang satunya lagi digunakan oleh tamu jika ada keluarga yang datang.
Hari ini Alma dan bibik Minah namanya, bibik yang biasanya mengurus rumah Khalif. sedang sibuk membereskan rumah. Meletakkan semua perabotan di tempat nya masing-masing.
"Bi Minah, apa setiap Minggu mas Khalif kesini?" tanya Alma penasaran, karena dia melihat sudah ada beberapa barang-barang Khalif di sini.
"Iya mbak, sekali seminggu mas Khalif memang kesini" Alma mengangguk mengerti.
"Mari mbak biar bibik tunjukkan kamarnya" ujar bik Minah sambil membawa koper di tangannya.
Kamar yang begitu luas, sama seperti kamar yang ada di rumah utama. Ranjang ukuran king size, disamping nya terdapat lampu tidur. Sedikit kekanan ada lemari buku yang besar, diisi dengan buku-bukunya Khalif yang tentunya tentang bisnis semua. sepertinya lemari itu menjadi sekat antara kamar dan ruang kerja Khalif. Arah kiri merupakan balkon kamar jika melihat ke bawah langsung disuguhkan dengan kolam renang.
"Mbak barangnya bibik letakkan dimana?" tanya bik Minah.
"Oh letakkan di sini saja, makasih ya bik" ucapku.
"Sama-sama mbak, kalau gitu bibik lanjut beres-beres di bawah mbak" pamit bik Minah.
Khalif tidak bisa menemani Alma untuk beres-beres karena hari ini dia sudah masuk kerja. Alma Sekarang sedang menyusun pakaiannya dan Khalif ke dalam walk in closet . Pakaian Khalif yang di bawa tidak banyak karena sebagian sudah ada disini.
drrrt drrrt drrrt
Ponsel Alma berdering tanda ada panggilan masuk.
"Hallo Assalamu'alaikum mas" Alma menjawab panggilan yang ternyata dari Khalif.
"Wa'alaikumussalam, gimana? Suka dengan rumahnya?" tanya Khalif.
"Suka mas" jawab Alma dengan senyuman walaupun Khalif tidak dapat melihatnya.
"Mas usahain pulangnya cepat hari ini, biar bisa bantu beres-beres" ucap Khalif.
"Kalau mas Khalif lagi sibuk, Alma dan bik Minah juga sudah cukup kok mas" ujar Alma.
"Ya sudah, kalau gitu mas lanjut kerja dulu". Setelah mendengar jawaban Alma barulah Khalif mematikan panggilannya.
"Jadi pindah rumah bro?" tanya Rey yang tiba-tiba saja sudah ada di ruangan Khalif.
"ck, kalau datang tu ketuk pintu dulu" protes Khalif.
"udah aku ketok, tapi kamunya aja yang nggak dengar" sewot Rey. Kemudian duduk di dekat Khalif.
"Gimana rasanya setelah menikah?" tanya Rey penasaran.
"Kalau mau tau nikah aja sendiri" jawab Khalif dengan malas. Rey mendengus dengan jawaban Khalif. Ternyata Khalif memang tidak bisa di ajak bercanda.
*****
"Apa kamu lelah?" suara mas Khalif mengejutkanku yang sedang berdiri di balkon kamar, memandangi langit malam yang terlihat indah. Tubuhku menegang, dengan perlakuan mas Khalif. Saat ini mas Khalif memelukku dari belakang, meletakkan dagunya di atas kepalaku. Tangannya yang besar melingkari pinggang dan menggenggam tanganku. Aroma parfum yang mas Khalif pakai serasa menenangkan. Mungkin ini akan menjadi aroma favoritku untuk ke depannya
"tidak mas, pekerjaannya tadi cepat selesai karena di bantu bik Minah sama pak Anto?" jawabku sedikit mendongak keatas melihat wajah mas Khalif. Mas Khalif tersenyum manis ke mendengar jawabanku. Sesekali kurasakan mas Khalif menciumi rambut bagian belakang kepalaku.
"Apa perlu asisten rumah tangga di tambah lagi?" tanya mas Khalif, lalu mas Khalif mambalik badanku agar kami berhadapan. Mas Khalif membelai pipiku, kurasakan hangat tangannya mengalir di pipiku. Kuberanikan untuk memegang tangan mas Khalif yang membelaiku.
"Tidak perlu di tambah lagi mas, bik Minah saja sudah cukup" jawabku pelan. Aku tau suatu saat pasti mas Khalif akan meminta haknya. Dan aku sudah seharusnya melayani mas Khalif dengan baik. Karena ini akan menjadi ladang pahala bagiku. Tapi tetap saja jantungku berdebar dengan cepat. Semakin lama wajah mas Khalif semakin dekat dengan wajahku, kurasakan napas mas Khalif mengenai wajahku. Mas Khalif mencium kening, kemudian mata, lalu turun ke hidung.
Kedua mataku terpejam, menikmati perlakuan mas Khalif. Bibir mas Khalif kini mendarat di bibirku. ciuman yang awalnya pelan semakin menuntut. Dan malam ini aku memberikan segalanya untuk mas Khalif.
Setelah membersihkan diri di kamar mandi, kulihat mas Khalif masih sibuk dengan tablet nya. Rambutnya yang masih setengah basah menambah kesan ketampanan mas Khalif. Sesekali kening mas Khalif melihat tablet yang sedang dia pegang. Dengan inisiatif aku turun ke bawah membuat coklat panas untuk mas Khalif.
"Mas coklat panasnya" aku meletakkan gelas yang berisi coklat panas di atas meja dekat mas Khalif, kemudian ikut bergabung dengan mas Khalif duduk di atas ranjang. "Makasih ya" ucap mas Khalif.
"Kalau udah ngantuk, tidur duluan aja, mas masih ada sedikit pekerjaan". akupun yang sudah merasa ngantuk segera merebahkan diri di atas ranjang. Mas Khalif menyelimutiku kemudian mengecup bibirku sekilas.
"Selamat malam Mahreen" ucap mas Khalif, lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Pipiku terasa panas dengan perlakuan mas Khalif sekilas adengan yang tadi kami lakukan terlintas dipikiran ku.
"Ya Allah kok aku jadi mesum gini sih" segera ku alihkan ingatan itu dari pikiranku.
*****
"Al, besok kamu jadi datangkan ke acara reuni angkatan kita?" di sinilah mereka berada sekarang, di sebuah coffee shop yang akhir-akhir ini sedang buming. Selain karena cita rasa coffee di sini enak, baristanya juga ganteng-ganteng. Dan coffee shop ini juga baru buka sekitar tiga Minggu yang lalu.
Alma yang masih meniup pelan coffee yang didepannya baru teringat tentang acara reuni kampus mereka. Kalau tidak di ingatkan oleh Ranu dia sudah lupa.
"Kalau kamu nggak ngingatin, aku udah lupa" jawab Alma dengan cengengesan.
"Haaah aku udah tau kamu Alma, makanya aku ngajak ketemuan tadi" Rani mulai meminum coffeenya.
"Coffee nya enak kan?" tanya Rani, Alma mengacungkan jari jempolnya. Dia yang biasanya tidak begitu suka kopi, tapi kalau sekarang dia suka, rasanya pas dilidahnya.
"Al, liat deh baristanya ganteng banget" Rani dari tadi tidak berhenti melihat laki-laki yang bekerja sebagai barista itu, terlihat dari gerak-gerik laki-laki itu dia merasa tidak nyaman karena terus-terusan di tatap oleh Rani.
Alma menepuk tangan Rani, dia malu dengan tingkah temannya ini.
"Udah ah liatinnya, kamu nggak malu apa?" sewot Alma, dia risih dengan tingkah Rani.
"Ganteng banget Al" Rani menggoyangkan lengan Alma. Dia sudah seperti anak kecil yang tantrum minta dibelikan permen.
"Jadi gimana dengan reuninya?" Rani kembali bertanya.
"Aku harus bilang dulu ke mas Khalif Rani"
"Pokoknya harus datang, kalau nggak boleh biar aku sendiri yang ngomong sama suami kamu" tegas Rani.
"Iya-iya nanti aku usahain deh"
*****