Letnan Hiroshi Takeda, seorang prajurit terampil dari Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II, tewas dalam sebuah pertempuran sengit. Dalam kegelapan yang mendalam, dia merasakan akhir dari semua perjuangannya. Namun, ketika dia membuka matanya, Hiroshi tidak lagi berada di medan perang yang penuh darah. Dia terbangun di dalam sebuah gua yang megah di dunia baru yang penuh dengan keajaiban.
Gua tersebut adalah pintu masuk menuju Arcanis, sebuah dunia fantasi yang dipenuhi dengan sihir, makhluk fantastis, dan kerajaan yang bersaing. Hiroshi segera menyadari bahwa keterampilan tempur dan kepemimpinannya masih sangat dibutuhkan di dunia ini. Namun, dia harus berhadapan dengan tantangan yang belum pernah dia alami sebelumnya: sihir yang misterius dan makhluk-makhluk legendaris yang mengisi dunia Arcanis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sapoi arts, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dunia arcanis
Segalanya menjadi gelap. Kegelapan yang total menyelimuti Hiroshi, seperti saat ia menutup mata dan merasakan tiadanya cahaya. Namun, kegelapan ini berbeda—lebih dalam dan lebih menakutkan.
Lama-kelamaan, titik-titik kecil cahaya mulai muncul di sekelilingnya, semakin lama semakin banyak. Dia melihat galaksi yang berputar, bintang-bintang yang bersinar dalam keabadian, dan akhirnya, seluruh alam semesta dalam pemandangan yang menakjubkan namun mencekam.
Di tengah semua ini, sebuah black hole—lubang hitam yang menakutkan—terlihat, seperti menghisap semua cahaya dan benda di sekitarnya dengan kekuatan yang tidak tertandingi.
Suara yang mengerikan, seperti raungan kehampaan, menggema dalam kegelapan, membuat jantung Hiroshi berdegup kencang.
Dia merasa seolah melayang ke arah black hole, tanpa bisa menghindar. Gerakan gravitasi yang sangat kuat menariknya semakin dekat, seolah seluruh tubuhnya tertarik ke dalam kegelapan yang pekat.
“Apa yang terjadi?” pikir Hiroshi, mencoba memahami situasinya. Namun, dalam kegelapan yang absolut ini, tidak ada yang bisa dia lihat kecuali black hole yang menelan segalanya.
Akhirnya, dia merasakan dirinya memasuki black hole itu. Kegelapan menjadi lebih pekat, dan suara-suara menakutkan semakin memekakkan telinga.
Namun, tiba-tiba, dia merasakan seperti ditarik melalui terowongan yang sangat sempit. Sensasi itu membuatnya merasa terombang-ambing dalam dimensi yang tidak dikenal.
Ketika akhirnya dia merasa bahwa semua kegelapan telah menyusut, Hiroshi tiba di sebuah tempat yang aneh dan misterius. Di sana, dalam dunia yang serba hitam dan putih, dia melihat sosok manusia yang aneh.
Sosok itu berdiri dengan tubuh setengah hitam dan setengah putih, menggabungkan dua warna yang kontras.
Sosok itu melihat Hiroshi dengan tatapan yang penuh arti, seolah menilai setiap inci dari keberadaannya. Suara lembut dan penuh kuasa datang dari sosok itu,
“Selamat datang, Hiroshi Takeda.”
Hiroshi terkejut dan langsung mengangkat senjatanya, laras panjang yang selalu setia di tangannya.
“Siapa kamu? Di mana aku? Dan apa yang kamu inginkan dariku?”
Sosok itu tetap tenang dan tidak terganggu dengan ancaman senjata Hiroshi.
“Aku adalah penjaga gerbang antara dunia. Kamu berada di ambang batas antara dimensi. Dunia yang kamu tinggalkan dan dunia yang akan kamu masuki.”
“Kamu tidak bisa mengendalikan nasibku!” teriak Hiroshi dengan marah. “Aku harus kembali ke medan perang! Prajuritku membutuhkanku!”
Sosok itu hanya tersenyum samar. “Kamu tidak bisa kembali. Dunia yang kamu tinggalkan telah hancur, dan kini kamu memiliki takdir baru di Dunia Arcanis.”
Hiroshi tidak mau mendengarkan penjelasan lebih lanjut. Dengan cepat, dia mengarahkan laras panjangnya ke sosok tersebut dan menembakkan beberapa tembakan berturut-turut.
Namun, setiap peluru yang ditembakkan seolah menghilang di udara, tak menyentuh sosok itu sama sekali.
“Keparat! Jika kamu tidak mau bergerak, aku akan memaksamu!” teriak Hiroshi sambil menembak lagi dengan penuh kemarahan.
Sosok itu melangkah maju, mengabaikan peluru yang berusaha melukainya. “Kamu tidak bisa melawan takdir. Kekuatanmu tidak ada artinya di sini.”
Hiroshi merasa kemarahan dan frustrasinya meningkat. Dia terus menembak, tetapi tidak ada hasil.
Dalam sekejap, sosok itu mengangkat tangan, dan sebuah kekuatan tak terlihat meluncur ke arah Hiroshi.
Hiroshi merasa tubuhnya terdorong dengan kekuatan yang sangat kuat, seolah dia sedang dibanting oleh angin yang sangat kencang. Tubuhnya terpelanting ke belakang, dan rasa sakit mendera saat dia terhempas ke dinding kegelapan di sekelilingnya.
“Tidak! Aku harus kembali!” teriaknya dengan penuh keputusasaan.
Namun, usaha Hiroshi sia-sia. Sosok itu mengangkat tangannya sekali lagi, dan dalam sekejap, Hiroshi merasa seperti ditarik melalui kekuatan yang sangat besar. Tubuhnya diangkat dan mulai bergerak ke arah portal bercahaya yang muncul di belakang sosok itu. Tidak ada lagi pilihan.
“Ini adalah akhir dari perjuanganmu di sini, Hiroshi Takeda,” kata sosok itu, suaranya penuh dengan kekuasaan. “Selamat datang di Dunia Arcanis.”
Hiroshi merasakan tubuhnya ditarik lebih dekat ke portal, dan rasa sakit serta ketidakberdayaan membanjiri dirinya. Dengan satu dorongan terakhir, tubuhnya melewati gerbang bercahaya dan menghilang dari pandangan.
Ketika semuanya menjadi terang kembali, Hiroshi terbaring di tanah yang lembut dan aneh.
Hiroshi membuka matanya perlahan, merasakan kelembutan tanah di bawahnya. Kegelapan menyelimuti gua kecil tempat dia terbaring.
Dengan rasa sakit yang masih terasa di seluruh tubuhnya, dia berusaha bangkit, hanya untuk mendapati dirinya berada di dalam gua yang sempit dan dingin.
“Di mana aku?” gumamnya, menatap sekeliling dengan kebingungan. Dia memanggil, “Kaito! Tanaka! Di mana kalian?”
Suara serak dan putus asa mengisi gua, namun tidak ada jawaban.
Hiroshi mengusap wajahnya dan mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Kenangan tentang pertempuran yang kacau dan sosok misterius itu membanjiri pikirannya.
“Keparat!” teriaknya, kesal. “Orang itu… benar-benar melemparkanku ke sini?”
Hiroshi meraih tas ranselnya yang tergeletak di sampingnya dan mulai memeriksanya dengan frustrasi.
“Senjata, peluru, semua peralatan masih ada.” Dia menarik senjata laras panjangnya dan memeriksa kondisi senjata itu dengan cepat, memastikan tidak ada kerusakan. “Setidaknya ini masih utuh.”
Hiroshi menghela napas panjang. “Aku tidak bisa terus di sini. Aku harus menemukan seseorang untuk berbicara dengan.”
Dengan marah, dia berdiri dan memeriksa gua itu lebih dekat. Gua kecil ini tampaknya alami, dengan dinding yang lembap dan suasana dingin yang menyelimuti. Di sudut-sudut gua, dia bisa melihat beberapa kristal yang memancarkan cahaya redup.
“Tempat ini sangat aneh.”
Dia menemukan celah kecil di dinding yang tampaknya bisa dijadikan jalan keluar.
“Mungkin aku bisa lewat sini. Aku harus mencobanya.”
Dengan penuh kemarahan dan tekad, Hiroshi merayap ke celah tersebut, siap menghadapi apapun yang mungkin menghadangnya.
Dia melanjutkan perjalanannya, memikirkan sosok misterius yang telah membawanya ke tempat ini dan bertekad untuk menemukan jalan pulang.
“Apa pun yang terjadi, aku akan kembali ke medan perang.”
Hiroshi akhirnya keluar dari terowongan dan terpesona oleh pemandangan yang terbentang di depannya. Pegunungan tinggi menjulang di sekitar, dipenuhi dengan hutan hijau yang lebat dan hamparan padang yang luas.
Matahari yang cerah bersinar di langit biru yang jernih, berbeda jauh dari pemandangan kelam medan perang yang penuh dengan asap dan darah yang biasa dia lihat.
“Ini… di mana ini? Pemandangan seperti ini sangat berbeda dari medan perang.”
Dia berjalan perlahan menuju tepi jurang, menatap lembah yang dikelilingi pegunungan. Terdapat sebuah desa kecil di kejauhan, dikelilingi oleh sawah dan sungai yang mengalir tenang.
Aura damai dan keindahan alam di tempat ini sangat kontras dengan kengerian perang yang dia tinggalkan.
Hiroshi memutuskan untuk mendekati desa kecil di kejauhan. Setiap langkahnya penuh dengan kewaspadaan dan rasa ingin tahu.
“Aku harus mencari seseorang. Mungkin mereka bisa membantuku memahami situasi ini.”
Setelah beberapa saat berjalan, Hiroshi akhirnya mencapai pinggiran desa. Rumah-rumah kecil yang terbuat dari kayu dan batu terlihat sederhana namun kokoh. Beberapa penduduk desa terlihat bekerja di ladang dan berjalan di jalan setapak dengan senyum ramah.
Hiroshi berhenti sejenak, memperhatikan mereka dengan hati-hati. Dia kemudian mendekati seorang pria tua yang sedang berkebun di dekat pagar desa. Dengan penuh harapan, Hiroshi bertanya,
“Permisi, tuan. Di mana tempat ini? Bisakah Anda memberi tahu saya ke mana harus pergi?”
Pria tua itu menatap Hiroshi dengan rasa ingin tahu, namun jelas bahwa dia tidak mengerti bahasa Hiroshi.
Pria itu hanya menggelengkan kepala dan berkata dalam bahasa yang sama sekali tidak bisa dipahami Hiroshi.
“Maaf, saya tidak mengerti.”
Hiroshi mengerutkan dahi, merasa frustrasi. Dia mencoba lagi dengan lebih mendesak,
“Apakah Anda bisa berbicara bahasa lain?”
Pria tua itu menggeleng sekali lagi dan tampak bingung. Hiroshi menghela napas panjang.
“Apa yang harus aku lakukan…”
Merasa putus asa, Hiroshi mundur dari pria tua itu dan melanjutkan perjalanan menuju pusat desa. Dia mencari tanda-tanda yang mungkin bisa membantunya memahami situasi ini lebih baik.
Di pusat desa, sebuah bangunan besar berdiri dengan megah di tengah-tengah. Dari kejauhan, dia bisa melihat menara kecil dan sebuah kuil yang tampaknya menjadi pusat kegiatan di desa ini.