TAHAP REVISI PERBAIKAN MUNGKIN AKAN ADA BANYAK KATA YANG DI UBAH BIJAK LAH DALAM MEMBACA 🙏
Menceritakan kisah seorang gadis bernama Adinda Amaliya yang rela menggantikan kakaknya menikah karena kabur di hari pernikahan nya, karena belum mengenal calon suaminya bahkan bertemu saja tidak .
Farel Maherza Argadinata, itulah nama nya, pria yang terkenal Dingin dan Arogan, pria yang bahkan sangat membenci pernikahan, karena luka di masa lalu nya, dan karena desakan Papanya pun pria itu mau menikah, dengan gadis yang sangat mirip dengan masa lalu nya.
Apa kah Dinda sanggup menghadapi kemarahan pria itu, jika pria itu tahu kalau wanita yang akan menikah dengan nya kabur atau justru Dinda bisa merubah pria itu?
Dan bagaimana setelah kakaknya tahu jika pria yang di tinggalkannya adalah pria kaya dan sangat tampan? .
Di bumbui dengan kisah persahabatan dan konflik .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anisa Kalista putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kartu Tanpa Batas
"Ka Devit, kenapa jahat sekali pada ku? kenapa? apa salah ku ka? kakak bilang Aku adalah adik kakak yang paling manis, tapi kenapa sekarang kaka dingin pada ku?" ucap Stella menangis di pelukan Devit, Devit hanya diam tak sedikit pun membalas pelukan Stella atau pun berbicara begitu juga semua orang hanya melihat nya saja .
Dinda hanya merasa kaget saat melihat gadis yang selalu terlihat galak pada nya sekarang sedang menangis, entah apa sebabnya? Sementara Farel hanya melihat nya saja tanpa sedikitpun berbicara .
"Ka Devit, setidaknya makan malam bersama disini ya?" bujuk Stella sambil melepaskan pelukannya dari Devit .
"Maaf Nona, Saya ada urusan," tolak Devit dengan cepat, pria itu langsung melangkah hendak pergi, namun langkah terhenti saat mendengar Farel bersuara.
"Devit, setidaknya makan malam dulu di sini!" ucap Farel datar, membuat Devit pun menghentikan langkahnya dan berbalik menatap tuanya. Farel pun mengangguk melihat Farel mengangguk Devit pun akhirnya dengan ragu berjalan menuju ke arah meja makan. Farel pun duduk terlebih dahulu setelah Pa Beni menarik kursi untuk Farel begitu pula dengan Dinda yang ikut duduk.
Stella pun merasa senang , kakak nya mendukung nya, namun rasa bahagianya berubah menjadi kesal saat melihat Devit duduk di samping Amanda dan Tuan Besar.
"Ka Manda pindah!" perintah Stella pada kakaknya, berharap Kakak nya itu mau mengerti.
"Untuk apa aku pindah? tempat ku kan di sini," ketus Amanda dengan malas tidak sedikit pun ingin beranjak dari tempat duduk nya.
"Ayo lah Ka, berbaik hati lah,"pinta Stella dengan menggoyang tubuh Amanda membuat Amanda mendengus sebal, akhirnya berdiri karena merasa tidak nyaman.
"Dasar adik kurang ajar, mengganggu saja!" gerutunya kesal dan segera pindah ke kursi sebelah Dinda .
"Terima kasih, ka," jawab Stella tersenyum senang tanpa memperdulikan kekesalan kakak nya itu.
Sementara Farel lebih memilih asik dengan makanan nya tanpa memperdulikan adiknya begitu juga Dinda yang tak ingin ikut campur .
Sementara Nyonya Besar dan Tuan Besar justru malah saling pandang, mereka berdua merasa heran dengan putri bungsunya itu yang tidak pernah sedikit pun bersikap seperti itu .
"Ka Devit, Ayo makan yang banyak," kata Stella sambil meletakkan lauk di piring Devit, namun pria itu tak sedikit pun berbicara atau pun protes .
Stella terus saja mengeluarkan ingus nya karena tadi menangis, membuat Devit merasa terganggu, sementara yang lain nya lebih memilih fokus makan tanpa memperdulikan sekitarnya.
"Lap ingus nya, jorok sekali!" ucap Devit tanpa melihat ke arah Stella .
Stella yang sadar pun langsung, mengambil tisu
dan tiba-tiba menjadi salah tingkah di buat nya
"Maaf, membuat ka Devit tak berselera," kata Stella sambil tersenyum kikuk .
Setelah selesai makan Devit pamit pada semua nya dan segera keluar, begitu pun juga dengan Farel dan Dinda langsung ke kamar tanpa sedikitpun berbicara .
Sementara Stella yang melihat Devit pergi begitu saja segera mengejar Devit, hingga sampailah di depan mobil Devit, Stella langsung memegang tangan Devit saat pria itu hendak masuk ke dalam mobil nya .
"Ka Devit, setidaknya jawab pertanyaan ku? kenapa ka Devit menjadi dingin pada ku?" ucap Stella dengan penuh harap.
Devit segera melepaskan tangan Stella yang memegang nya, di tatap nya wajah gadis itu dengan tatapan mata penuh kasih.
"Saya hanya ingin Nona, menjadi gadis yang kuat, mandiri dan pemberani, bukan gadis yang manja dan cengeng selalu ketergantungan dengan orang lain," jelas Devit panjang lebar dengan ekspresi wajah datarnya.
"Tapi Ka Devit, Aku tidak sekuat itu, dan kenapa? Ka devit jadi formal begini?" ucap Stella dengan kesal .
"Nona, Anda berhasil menjadi gadis seperti yang Saya inginkan dan Nona seharusnya, kita memang tidak boleh terlalu dekat," jawab Devit panjang lebar sambil membuka pintu mobil nya .
"Tapi Ka Devit Aku ...."
"Ini sudah malam, sebaiknya Nona istirahat, dan belajarlah yang rajin," potong Devit dengan cepat, saat Stella hendak protes.
Pria itu langsung masuk ke dalam mobilnya dan segera melajukan mobilnya ke luar dari halaman rumah itu.
"Dasar menyebalkan, belum selesai bicara main potong aja!" gerutu Stella sambil mencebikan bibirnya kesal, setelah itu segera bergegas masuk, karena merasa udara di luar cukup dingin.
Sementara Di dalam kamar
"Tuan, terima kasih, sudah mengizinkan Saya untuk tidur di ranjang Anda. Tenang Saya sudah mengganti sprei nya begitu juga selimut nya," celoteh Dinda panjang lebar sambil tersenyum tipis, namun Farel hanya diam saja tanpa sedikitpun berbicara .
Dinda tidak ambil pusing gadis itu segera ke kamar mandi untuk menggosok gigi, setelah itu Dinda segera mengganti pakaian tidur nya dan mengambil selimut dan sprei untuk tidur dan mengambil beberapa buku untuk belajar .
Setelah beberapa jam kemudian, Farel merasa mengantuk pun sudah memakai pakaian tidur nya dan naik ke atas ranjang .
"Matikan lampu!" ucap nya dengan datar, Dinda pun segera mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur, namun tiba-tiba teringat sesuatu .
"Tuan, Saya belum membayar uang sekolah, bisakah Anda minta ganti ruginya nanti? dan membantu Saya terlebih dahulu, untuk membayar uang sekolah," ucap Dinda berusaha untuk bernegosiasi, karena tidak ada siapapun yang bisa Dinda minta bantuan selain pria itu, karena jika minta bantuan sahabatnya bisa saja sih, tapi Dinda merasa tidak enak .
Farel sama sekali tidak menjawab ,hal itu membuat Dinda segera mendekati pria itu, Farel yang merasa gadis itu hendak mendekat berpura-pura memejamkan mata nya .
"Yah sudah tidur, cepat sekali? Ya sudah lah, selamat malam Tuan, semoga mimpi indah," keluh Dinda merasa kecewa di buatnya, setelah itu Dinda akhir nya memutuskan ke tempat tidur nya karena merasa sudah tidak ada harapan.
Sementara Farel yang pura-pura tidur kini tersenyum-senyum dibuat nya.
PAGI HARINYA
Setelah melakukan tugas seperti biasanya dan sarapan pagi Dinda pun mengantarkan Tuan nya sampai di depan mobil nya, Farel pun segera masuk ke dalam mobil setelah Devit membuka pintu tersebut .
"Hati-hati Tuan," ucap Dinda sambil tersenyum ke arah Farel, Farel pun seperti biasanya hanya diam dan acuh tak menoleh sama sekali. Sebelum masuk ke dalam mobil, Devit mendekat ke arah Dinda, entah apa yang ingin di lakukan nya?
"Nona, ini untuk Anda," ucap Devit sambil menyodorkan sebuah kartu berwarna hitam .
"Apa ini? Saya tidak meminta ini?" tanya Dinda dengan mengerutkan keningnya heran.
"Itu kartu tanpa batas, Nona bisa menggunakan kartu itu untuk keperluan Nona, Oya pin nya tanggal pernikahan Nona," jawab Devit panjang lebar. Setelah mengatakan hal itu Devit segera bergegas masuk ke dalam mobil dan langsung melajukan mobilnya, tanpa memperdulikan kebingungan Dinda.
"Yah, Aku kan belum selesai bicara? Dan apa tadi pin nya tanggal pernikahan ku?" batin Dinda bertanya-tanya merasa bingung sendiri. Akhirnya karena merasa tidak ingin terlambat Dinda segera masuk ke dalam mobil saat sang supir sudah membuka pintu untuk nya.
Sepanjang perjalanan Dinda terus saja heran sambil membolak-balikan kartu itu seperti orang bodoh saja.
"Kenapa dia memberikan kartu ini? Aku tidak tahu menahu lagi? mending Aku tanya ke Citra aja nanti," gumam nya di dalam hati sambil memasukkan kartu tersebut ka dalam tasnya .
Beberapa saat kemudian, Dinda pun sudah sampai di depan gerbang sekolah nya dan segera turun, bertepatan dengan bel berbunyi, membuat gadis itu langsung berjalan cepat menuju kelasnya .
"Untung, Aku tidak terlambat," gumam Dinda sambil berlari masuk .
Semua murid sudah berkumpul, Dinda pun segera duduk di bangku tempat nya.
"Tumben telat lagi, Din?" tanya Citra dengan berbisik, namun Dinda hanya menanggapi nya dengan tersenyum tipis tanpa sedikitpun berbicara .
"Pagi anak-anak," sapa bu guru yang sudah datang.
"Pagi bu," jawab seluruh siswa siswi dengan kompak.
"Baiklah, kita mulai pelajaran nya buka halaman 120 dan kerjakan dengan baik," ucap bu guru singkat .
Semua murid-murid pun segera membuka halaman yang di tunjukkan Bu guru itu.
"Din, soalnya susah sekali, Aku tidak memahami nya," bisik Citra di telinga Dinda, namun Dinda hanya menanggapi nya dengan diam dan tetep santai .
"kalian berdua sedang ngapain? kerjakan sendiri-sendiri" ucap Bu guru memperingati, membuat Citra segera berekspresi seperti biasanya .
"Dasar Bu guru nyebelin, hanya berbisik saja langsung tahu apa maksud ku," umpat Citra di dalam hati nya dan segera membuka buku tersebut. bagi Citra pelajaran paling menyulitkan adalah pelajaran matematika .
JAM ISTIRAHAT TELAH TIBA
Citra yang masih mengerjakan tugas nya berusaha untuk membujuk Dinda untuk membantu nya.
"Din, bantu Aku," pinta Citra dengan menampilkan mimik wajah memelas.
"Kau itu, hanya tahu tentang pangeran modern, masa menghitung saja tidak bisa?" jawab Dinda dengan santai tanpa sedikitpun ingin membantu.
Setelah itu Dinda segera keluar bersama Daniel membiarkan Citra belajar sendiri, meskipun Citra sedikit kesulitan.
"Din, kita ke kantin yu!" ajak Daniel sambil menarik tangan Dinda menuju kantin .
Mereka berdua pun sudah sampai di kantin dan segera memesan makanan seperti biasa nya .
BEBERAPA SAAT KEMUDIAN .
"Tara makanan sudah siap," ucap Daniel menyodorkan makanan Dinda dengan mimpik wajah bahagia.
"Citra mana sih? kenapa belum datang?" tanya Dinda sambil menengok ke kanan dan kiri.
"Sudah makan dulu aja, nanti juga dia datang," jawab Daniel berusaha untuk membujuk, membuat Dinda menuruti
Citra yang baru saja selesai pun segera ke kantin, gadis itu berjalan dengan cepat mata nya menengok ke kanan dan kiri mencari kedua sahabatnya itu, setelah melihat keduanya sedang makan dengan lahap, gadis itu langsung saja berjalan menghampiri kedua nya.
"Hay enak banget sih?" ucap Citra sambil menyambar makanan Daniel .
"Citra, kenapa mengambil makanan ku?" tanya Daniel mendengus kesal .
"Kau pesan lagi saja? Aku sudah lapar," jawab Citra dengan santai nya, membuat Daniel kesal dan segera kembali memesan makanan, sementara Dinda hanya menertawakan Daniel yang menurutnya sangat begitu lucu saat sedang kesal.
"Ck...Kau ini iseng sekali?" decak Dinda sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabat nya itu.
"Abis kalian ninggalin Aku sih?" gerutu Citra dengan melahap makanan nya .
"Cit, kartu tanpa batas itu apa ya?" tanya Dinda tiba tiba membuat Citra menatap sahabatnya itu dengan heran.
"Emang kenapa? ko tanya begitu?" Citra bukan nya langsung menjawab justru malah bertanya balik.
"Hanya ingin tahu saja, katanya bisa untuk keperluan?" jawab Dinda dengan polos nya.
"Dinda-Dinda, kau ini pandai dalam pelajaran, tapi masalah uang saja tidak paham, tentu saja bisa. Kau bisa menggeseknya di ATM, atau bisa mencairkan nya di Mall, asal tahu pin nya aja sih," jelas Citra panjang lebar sambil geleng-geleng kepala menatap sahabatnya itu yang terlihat kebingungan.
"Oh begitu ya? terima kasih infonya," ucap Dinda sambil mengangguk mengerti, membuat Citra kembali melanjutkan makan nya.
DI SISI LAIN
Clara pun akhirnya memutuskan untuk menemui Tuan
Fikram, gadis itu segera turun dari mobil nya, setelah sudah sampai di depan sebuah gedung perusahaan, tentu saja tidak sulit baginya untuk mencari di mana perusahaan tersebut karena dia lagi-lagi mencari tau lewat pencarian .
Clara masuk dengan gaya anggunnya, mendekati petugas resepsionis .
"Hay Mba, Saya ingin bertemu Tuan Fikram, di mana ruangan nya ya?" tanya Clara berusaha berkata lembut .
"Maaf, apa noyna sudah membuat janji? jika belum sebaiknya Nona tunggu dulu di sana," ucap petugas resepsionis itu sambil menunjuk ke arah kursi .
"Kau belum tahu siapa Saya? Saya ini calon menantu nya," ucap Clara dengan percaya diri nya .
Mendengar penuturan Clara wanita itu akhirnya mengijinkan Clara untuk naik ke atas dan menunjukkan di mana ruangan Tuanya karena merasa takut di salahkan.
Clara yang sudah keluar dari lift pun berjalan ke arah pintu dan segera mengetuk pintu, setelah mendengar suara dari dalam Clara pun segera masuk .
BERSAMBUNG