Aku di kenal sebagai gadis tomboy di lingkunganku. Dengan penampilanku yang tidak ada feminimnya dan hobby ku layaknya seperti hobby para lelaki. Teman-teman ku juga kebanyakan lelaki. Aku tak banyak memiliki teman wanita. Hingga sering kali aku di anggap penyuka sesama jenis. Namun aku tidak perduli, semua itu hanya asumsi mereka, yang pasti aku wanita normal pada umumnya.
Dimana suatu hari aku bertemu dengan seorang wanita paruh baya, kami bertemu dalam suatu acara tanpa sengaja dan mengharuskan aku mengantarkannya untuk pulang. Dari pertemuan itu aku semakin dekat dengannya dan menganggap dia sebagai ibuku, apalagi aku tak lagi memiliki seorang ibu. Namun siapa sangka, dia berniat menjodohkan ku dengan putranya yang ternyata satu kampus dengan ku, dan kami beberapa kali bertemu namun tak banyak bicara.
Bagaimana kisah hidupku? yuk ikuti perjalanan hidupku.
Note: hanya karangan author ya, mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Pengorbanan Galaksi
Aku menatap layar ponselku dengan gelisah. Aku baru saja menerima pesan dari salah satu pemasok kopi, mengabarkan bahwa akan ada keterlambatan pengiriman. Masalah kecil sebenarnya, tetapi di tengah persiapan besar untuk pernikahanku dengan Galaksi, semuanya terasa lebih berat.
Sore itu, Aku memutuskan untuk berjalan kaki ke pasar terdekat, berharap menemukan bahan pengganti sementara. Aku tak memberitahu Galaksi karena tahu lelaki itu sedang sibuk dengan urusan keluarga.
Langit mulai mendung ketika Aku selesai berbelanja. Aku membawa kantong-kantong belanjaan dengan kedua tanganku, berjalan di trotoar yang mulai dipadati orang. Pikiranku melayang ke masa depan, apakah Aku benar-benar siap menjalani hidup baru sebagai seorang istri?
Saat melintasi jalan yang ramai, tiba-tiba sebuah motor melaju kencang, hampir kehilangan kendali.
“AWAS!” seseorang berteriak.
Aku yang sedang menyeberang jalan tak menyadari bahaya itu hingga terlambat. Motor itu meluncur lurus ke arahku. Jantungku berdegup kencang, tubuhku membeku, tak sempat bergerak.
Namun, sebelum motor itu sempat menyentuhku, sebuah tubuh besar melompat ke arahku.
“Senja, minggir!”
Tubuh Galaksi menghantam tubuhku, mendorongku ke pinggir jalan dengan keras. Aku jatuh ke trotoar, kantong belanjaanku berserakan. Tapi saat Aku membuka mataku, pemandangan di depanku membuat napasku tertahan.
Galaksi tergeletak di jalan. Motor itu telah menabraknya sebelum pengendara berhasil menghentikan laju kendaraan. Darah mengalir dari pelipis Galaksi, tubuhnya terkulai lemas.
“GALAKSI!” teriakku panik.
Aku berlari menghampiri lelaki itu, mengguncang bahunya. “Galaksi, bangun! Tolong jangan tinggalkan aku!”
Orang-orang mulai berkumpul, beberapa memanggil ambulans. Aku terus memanggil nama Galaksi, tapi lelaki itu hanya mengerang pelan sebelum pingsan.
Di Rumah Sakit
Suara sirine ambulans masih terngiang di telingaku, ketika Aku duduk di ruang tunggu rumah sakit. Tanganku gemetar, wajahku pucat. Di dalam ruang gawat darurat, dokter dan perawat sedang berjuang untuk menyelamatkan Galaksi.
“Kenapa ini harus terjadi?” gumamku sambil menahan air mata.
Tak lama kemudian, Ummi Ratna datang dengan wajah panik. Dia langsung menghampiri Aku, memegang kedua bahuku.
“Senja, apa yang terjadi? Kenapa Galaksi bisa kecelakaan?” tanya Ummi, suaranya bergetar.
Aku menunduk, merasa bersalah. “Itu... semua salahku, Ummi. Dia menyelamatkanku. Kalau dia nggak datang, mungkin aku yang tertabrak.”
Ummi menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. “Senja, jangan menyalahkan dirimu. Galaksi melakukannya karena dia peduli sama kamu.”
Tangisku seketika pecah. Aku merasa beban di dadaku semakin berat.
Setelah beberapa jam yang terasa seperti seumur hidup, seorang dokter keluar dari ruang gawat darurat.
“Keluarga Galaksi?” tanya dokter itu.
“Saya ibunya,” jawab Ummi Ratna.
Dokter tersenyum tipis. “Syukurlah, kondisinya stabil. Tidak ada cedera internal serius, tapi dia mengalami patah tulang di lengan kirinya. Kami akan memindahkannya ke ruang perawatan.”
Aku dan Ummi Ratna menghela napas lega bersamaan.
Pemulihan Galaksi
Galaksi membuka matanya perlahan. Cahaya lampu kamar rumah sakit menyilaukan matanya, tetapi dia segera mengenali wajah yang duduk di samping tempat tidurnya.
“Senja?” suaranya serak.
Aku yang tertidur di kursi terbangun, mataku membelalak. “Galaksi! Kamu sadar!”
Aku langsung berdiri, mendekat ke tempat tidur. Tanganku menggenggam tangan Galaksi dengan erat, meskipun mataku masih basah karena air mata. Melupakan sejenak bahwa Ummi pernah mengingatkan agar kami menahan diri agar tak bersentuhan.
“Kamu gila, tahu nggak? Kenapa kamu nekat begitu?” kataku sambil mencoba tersenyum, meskipun suaraku bergetar.
Galaksi tersenyum lemah. “Aku nggak akan biarin sesuatu yang buruk terjadi sama kamu, Senja. Kamu terlalu berharga buat aku.”
Kata-kata itu membuat air mataku kembali mengalir. Aku menggelengkan kepala. “Aku nggak pantas buat kamu, Galaksi. Aku selalu bikin kamu khawatir. Aku nggak tahu apa aku bisa jadi istri yang baik buat kamu.”
Galaksi mengangkat tangan kanannya yang masih lemah dan menyentuh pipiku. “Kamu sempurna apa adanya, Senja. Jangan pernah ragu soal itu.”
Kunjungan Maya
Beberapa hari setelah itu, Maya datang ke rumah sakit. Aku baru saja keluar untuk membeli makanan ketika Maya masuk ke kamar Galaksi.
“Aku dengar kamu kecelakaan,” kata Maya, berdiri di samping brankar.
Galaksi menatapnya dingin. “Iya, tapi aku nggak mau ada urusan sama kamu, Maya.”
Maya tersenyum tipis, mencoba terlihat ramah. “Aku cuma mau memastikan kamu baik-baik saja, itu aja.”
“Tapi kehadiran kamu di sini nggak perlu. Aku udah bilang berkali-kali, aku cuma peduli sama Senja,” kata Galaksi tegas.
Maya menggigit bibirnya, merasa malu. “Kenapa sih kamu milih dia? Dia nggak baik buat kamu, nggak ada lembut-lembutnya, nggak cocok buat kamu.”
Galaksi menatap Maya tajam. “Dia adalah Senja. Itu udah cukup buat aku. Kalau kamu nggak bisa terima itu, silakan pergi.”
Maya akhirnya menyerah. Dia keluar dari kamar tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Janji di Rumah Sakit
Malam itu, Aku duduk di samping tempat tidur Galaksi. Tanganku menggenggam tangan lelaki itu, seolah-olah takut kehilangan. Sedangkan Ummi Ratna ku minta pulang, kasian Ummi jika harus tidur di sofa kecil rumah sakit. Andai Ummi melihat aku menggenggam tangan putranya, sudah di pastikan Ummi akan menceramahi kami.
“Galaksi,” kataku pelan.
“Hm?”
“Kenapa kamu selalu bikin aku bingung?”
Galaksi tersenyum kecil. “Karena aku cinta sama kamu, Senja. Dan aku nggak akan berhenti bikin kamu bingung sampai kamu benar-benar yakin sama aku.”
Aku tertawa kecil, meskipun air mataku mengalir lagi. “Kamu bodoh.”
“Tapi kamu tetap sayang sama aku, kan?” tanya Galaksi, mencoba menggoda.
Aku hanya diam dan mengalihkan pandangan, menahan panas di pipiku. Galaksi tahu Aku sedang menahan malu.
Galaksi menatap Aku dengan penuh cinta. “Kalau gitu, kita janji. Setelah aku sembuh, kita nggak akan nunda-nunda lagi. Kita akan nikah.”
Aku tersenyum. Untuk pertama kalinya, Aku merasa yakin bahwa keputusanku untuk menerima Galaksi adalah yang terbaik.
“Janji,” jawabku.
Di tengah rasa sakit dan cobaan, cinta kami justru semakin kuat. Galaksi tahu, dia akan melakukan apa saja untuk melindungiku. Dan Aku akhirnya mengerti, bahwa cinta sejati tidak pernah menghakimi atau memaksa, tapi selalu menerima dan melindungi.
To Be Continued...
apa yg dikatakan Senja benar, Galaksi. jika mmg hanya Senja di hatimu, tidak seharusnya memberi Maya ruang dalam hidupmu. padahal kamu tahu betul, Maya jatuh hati padamu.
Tidak bisa menjaga hati Senja, berarti kesempatan lelaki lain menjaganya. jangan menyesal ketika itu terjadi, Galaksi