Ana, istri yang ditinggal merantau oleh suaminya. Namun, baru beberapa bulan ditinggal, Ana mendapatkan kabar jika suaminya hilang tanpa jejak.
Hingga hampir delapan belas tahun, Ana tidak sengaja bertemu kembali suaminya.
Bagaimana reaksi suaminya dan juga Ana?
Yuk, ikuti kisahnya dalam novel berjudul AKU YANG DITINGGALKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rima Tahu
Jefri yang membaca pesan dari Firman langsung gemetar. Namun, sebisa mungkin Jefri mengatur degup jantungnya, dikarena ada anak berserta istri dihadapannya.
Karena dulu, yang mencelakai Sahil adalah dia dan juga Firman. Karena ada sesuatu rahasia diketahui oleh Sahil. Sehingga membuat kedua orang itu takut.
"Ayah mau ke rumah wak Firman dulu. Ada hal penting." pamit Jefri pada anak istrinya.
Disana, sudah terlihat Firman berputar-putar di terasnya. Tentu saja karena dia sedang gelisah.
"Bang, kemari lah ..." panggil Jefri di luar pagar.
Firman memperbaiki sarungnya dan mendekati Jefri.
"Kamu tahu dari mana bang?" bisik Jefri seolah takut jika ada yang tahu.
"Ana, dia yang memberitahuku langsung ... Tapi, Sahil lupa ingatan." balas Firman juga berbisik.
"Kita bicara di balai sawah yang ditepi jalan sana, takut disini ada yang dengar." ajak Jefri disetujui oleh Firman.
Mereka berdua pun jalan beriringan, saat ada yang tanya. Mereka beralih ingin mencari udara malam.
"Abang yakin, jika Sahil beneran hilang ingatan?" tanya Jefri saat mereka telah sampai pada balai yang dimaksud. "Jangan-jangan dia pura-pura hilang ingatan agar aman tidak menjadi incaran kita lagi." lanjut Jefri.
"Baiknya, kita temui aja dia." cetus Firman yang baru kepikiran jika mungkin saja Sahil pura-pura.
Di rumah, Ana baru sadar jika Arkan tidak ada. Awalnya dia memang mengira jika Arkan menemui Sahil. Namun, sampai jam empat subuh, Arkan tidak kunjung pulang.
Bahkan sekarang Kayla merasakan kecemasan yang sama. Dia takut, jika Abangnya kenapa-napa. Ataupun, dia takut jika Arkan melakukan sesuatu hal diluar nalar.
"Apa mungkin, bang Arkan dibunuh sama lelaki itu?" tanya Kayla.
"Dia ayahmu Kayla." ralat Ana.
"Bukan, bahkan saat tahu dia masih hidup pun, akan tetap sama. Bahkan lebih menyakitkan." lirih Kayla.
Ana menghela napas. Nyatanya diapun sama terluka dengan Kayla. Namun, bukan disini Sahil tidak sepenuhnya salah?
Jam lima subuh, Arkan tiba dengan wajah kusut. Bahkan terlihat jelas jika Arkan menangis, terlihat dengan matanya yang sembab.
"Arkan? Kamu dari mana saja nak?" Ana memeluk tubuh anak sulungnya. Jelas tersirat rasa kekhawatiran dari raut wajah Ana.
"Bu, aku mau istirahat ..." pamit Arkan melirik Kayla yang menjatuhkan air matanya.
Ana melepas pelukannya dan mengizinkan Arkan untuk istirahat.
"Lupakan lelaki itu, anggap lah, kamu tidak mengenalnya, sama seperti sebelumnya." ujar Arkan saat melewati Kayla.
Masing-masing dari mereka memasuki kamar. Dan Ana memilih untuk bermunahajat sama seperti yang sering dilakukannya saat merindukan Sahil.
Namun kali ini berbeda, dia yang dulu berdoa agar segera mendapatkan titik terang tentang keadaan Sahil. Sekarang berdoa agar dia dan anak-anak bisa sabar dalam menjalani hidup ini.
Besoknya, Ana mendatangi rumah Rima. Disana masih ada Dian yang masih menatapnya seperti musuh buyutan.
"Mbak, bisa kita bicara berdua?" tanya Ana mengabaikan tatapan Dian.
"Jika tentang emas itu, aku juga harus terlibat." sahut Dian.
"Ini jauh lebih penting dari emas-emas itu. Dan jika mbak memang menginginkannya, silahkan mbak ambil. Karena aku masih sanggup mencari nafkah sendiri." balas Ana membuat Dian melebarkan matanya.
"Kita bicara di luar aja, di balai depan." ujar Rima supaya Dian tidak bisa membalas ucapan Ana.
Karena mungkin, Ana terlalu lelah dengan sikap Dian. Dan Rima tidak menyalahkan Ana yang telah berkata begitu.
"Mbak, kemarin aku bertemu bang Sahil." lirih Ana setelah duduk dengan nyaman.
"Sa-sahil? Benarkah? Dimana? Bagaimana keadaannya?" beruntun Rima.
"Dia sudah menikah dan memiliki seorang putri. Keadaannya sangat baik. Cuma dia hilang ingatan. Makanya, dia tidak mengenaliku." ujar Ana kembali mengingat kejadian kemarin.
Ana pun menceritakan apa yang Kinan ceritakan. Dan itu berhasil membuat Rima menangis.
Rindu sudah pasti. Namun dia kembali memposisikan diri pada posisi Ana, dia sebagai kakak memang lega jika adiknya selamat. Tapi bagaimana dengan Ana? Ana yang selama delapan belas tahun masih setia menanti kepulangan Sahil. Bahkan dia satu-satunya orang yang mempercayai jika Sahil masih hidup.
"Jadi, yang kamu lihat saat di ambulan." Rima tidak melanjutkan ucapannya.
Ana mengangguk kepalanya.
"Maafkan Sahil, Ana. Mbak minta maaf karena tanpa sengaja adik mbak menyakitimu. Maafkan Sahil." Rima memeluk tubuh Ana yang bergetar karena menangis.
Dian yang penasaran mengintip dari balik jendela. Apalagi saat melihat Rima dan Ana menangis, rasa penasaran nya semakin memuncak.
"Ngomong apa sih? Kok sampai nangis begitu." gumam Dian.
Hari ini, Kinan yang merasa bersalah sama keluarga Ana berusaha mencari dimana rumah Ana. Dia bahkan sudah berhasil mendapatkan cctv di toko sepatu untuk bisa melihat wajah Ana dengan jelas.
Kinan pun, mengirim gambar Ana pada abangnya yang masih berada di perantauan. Tak lupa, dia. menceritakan siapa Ana dan apa tujuannya.
Dengan batuan abangnya, akhirnya Ana berhasil mendapatkan alamat lengkap dari Ana.
Sesudah mendapatkan izin dari Sahil. Kinan menjalankan sepeda motornya ke alamat yang baru saja didapatkannya. Tak lupa di perjalanan dia membeli bolu sebagai buah tangan.
"Assalamualaikum ..." Kinan mengetuk pintu.
Dan terdengar suara sahutan dari dalam.
"Kamu? Mau apa?" sinis Arkan yang membuka pintu. Karena hari ini dia izin gak masuk kerja.
"Aku ingin bicara dengan ibumu, apakah beliau ada?" tanya Kinan menyerahkan bolu yang ada di tangannya.
Namun Arkan tidak mengambilnya, dan membuat Kinan tersenyum pahit.
"Ibu gak ada ..." Arkan hendak menutup pintu.
"Ayahmu lupa ingatan, jadi jangan salahkan dia." ujar Kinan. Karena dia yakin jika Ana tidak mengatakan hal itu. Apalagi, setelah melihat kemarahan Arkan semalam.
"Dan kamu pikir aku percaya?" sinis Arkan.
"Tapi itulah hal yang sebenarnya. Dia lupa ingatan, karena di pukul sama orang. Dan saat itu akulah, penyelamatnya." ucap Kinan.
Kembali Kinan menceritakan segala hal pada Arkan. Termasuk keadaan anak mereka sekarang.
"Mungkin dia bisa selamat, jika kami mendapatkan pendonor ginjal." lirih Kinan.
"Jadi, maksudmu memberitahu tentang keadaan anakmu itu, berharap agar aku ataupun adikku mendonor ginjal untuknya?" cetus Arkan.
"Gak, aku gak berharap begitu. Biarlah ini menjadi penggugur dosa-dosaku. Aku tidak mengharap itu, sungguh. Aku hanya ingin kamu atau siapapun itu tidak memisahkan dia dengan ayah kalian. Dia lemah, dan mungkin ayahnya lah, satu-satunya kekuatannya." balas Kinan.
"Aku pamit dulu, dan dan satu lagi, mungkin aku memang seorang ibu. Dan seorang ibu akan melakukan apapun untuk anak-anaknya. Tapi tidak untuk kali ini, walaupun cuma kalian satu-satunya ginjal yang cocok untuk anakku, aku gak akan egois. Aku gak akan memintanya pada kalian." ujar Kinan.
lekas sehat kembali.💪 ditunggu karya Kaka selanjutnya. 🙏
jgn sampai, andai nara ga ada umur, kamu pun tetap menyalahkan ana n anak2 nya
padahal jelas2 kamu yg merebut kebahagiaan mereka😒
anak kandung suruh ngasih ginjalnya,selama ini yg kamu buat tuh luka yg dalam selingkuh Ampe punya anak.g kasih nafkah.
mau minta ginjal,otakmu dimana sahil