Sebuah pernikahan dari kedua konglomerat terpengaruh di negara Willow. Keluarga Edvane yang menjadi keluarga terkaya kedua di negara itu, mempunyai seorang putri pertama yang bernama Rachel Edvane. Dia gadis sederhana, suka menyembunyikan identitasnya agar bisa berbaur dengan masyarakat kalangan bawah, Cantik, Mandiri, dan seorang atlet beladiri professional namun karena masa lalu yang buruk, dia tidak pernah mempercayai pria lain lagi samapi dia dipaksa oleh ayah nya (Rommy Edvane) untuk menikah dengan Putra pertama keluarga Asher yang dimana keluarga paling kaya dan paling terpengaruh di negara Willow. Namanya Ayres Asher, di depan keluarganya Ayres seorang anak yang sangat berbakti, baik hati serta sangat tampan. Namun nyatanya, diluar itu dia adalah pria nakal, playboy dan suka foya-foya dan gila perempuan, Rachel yang mengetahui sifat Ayres tidak tinggal diam. Rachel memutuskan untuk tetap menikah namun diam-diam memberi syarat-syarat tertentu pada pernikahan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tina Mehna 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10. TMPP
Aku mendongakkan kepalaku sedikit pada orang itu. Bertapa terkejutnya aku melihat Ayres ada beberapa langkah saja dari ku. Dia merangkul 2 orang perempuan berpakaian minim dan berdandan sangat menor. Aku kendalikan diriku, entah kenapa setelah terkejut ingin menonjok nya. Namun di sisi lain, itu adalah hal bagus karena itu akan menjadi alasan juga agar dia tak mencoba mendekatiku. Aku pasang ekspresi datar lalu berkata padanya.
“Siapa? Siapa sayang mu? Ada-ada saja.” Aku mengacuhkan dia lalu hendak pergi dari posisiku saat ini.
“Pemalu banget sih.” Ucap nya menarik tanganku.
“Lepas!”
“Mau kemana? Mau pulang? Ayo, biar ku antar.” Ucapnya lama-lama berbau alk*hol.
Ku menutup hidung ku dan melepaskan genggaman nya padaku.
“Siapa ini Tuan?” Tanya seorang wanita berbaju merah padaku.
“Heh, siapa kamu!” tanya wanita lainnya mendorong bahuku dengan jemarinya seperti jijik padaku.
“Ayo, kita pulang.” Ucap Ayres lagi padaku.
Dia menggandeng ku lagi. Aku putar tangannya dan ku kunci lengan nya.
“Aaaa..” rintihnya.
“Ishh, sudah ku bilang. Jangan pernah menyentuhku.” Ucapku menegaskan.
“Hahahaha,” dia malah tertawa.
Ku sangat kesal setiap dia tertawa. Aku melepaskannya dengan sedikit mendorongnya.
“Heh! Dasar wanita sok jual mahal! Berani-berani nya kamu menolak tuan Ayres! Kamu seharusnya tunduk padanya!” Teriak wanita itu padaku.
“Haha tunduk? Untuk apa ku tunduk padanya? Haha sudahlah, minggir! Aku sama sekali tidak mengenal kalian, jadi jangan halangi aku!"
"Hahaha, sangat menarik. Ini pertama kali aku di tolak. Hahaha" Ucap Ayres dengan percaya diri.
Aku melirik tajam kearahnya lalu aku pergi melewati mereka. Namun baru ku beberapa langkah ke depan, “Iih, dasar wanita sok jual mahal. Kamu tidak tahu dia ini Tuan Ayres Asher. Kamu harus tau itu. Iih, Emmm Tuan, anda mau kemana? Biarkan saja wanita murahan itu pergi. Mari tuan. Kita lanjutkan di dalam. Di dalam teman-teman tuan sudah menunggu.”
"Ya.. Tidak ada seorang wanita yang tidak terpesona melihat ku." ku mendengar pria itu semakin percaya diri.
"Ya Tuan, tapi anda jangan pergi. Wanita seperti dia tidak pantas untuk anda"
Aku mendengar langkah kaki pria itu yang ada di belakangku. Karena itu, Aku langsung berlari dengan cepat. Di sebuah belokan aku mengintip sedikit, ku lihat pria itu sedang di tarik lengannya oleh 2 perempuan itu.
“Dasar! Pria Buaya darat!” Gumam ku tak kesal dan terus berlari.
Aku menoleh ke belakang. Karena sepertinya dia tidak mengejar ku, Aku beralih berjalan santai menuju ke rumah.
“Sudah ku duga, kebanyakan pria tampan itu kalau anti cinta ya pasti penggila wanita. Hmm, Dia selalu cari muka pada semua orang. Bagaimana jika mereka tau kalau sebenarnya dia gila wanita? Dasar! Mentang-mentang pewaris seenaknya.” Gumam ku sendiri.
"Tunggu, Aku menyebutnya tampan? Hiih, Aku pasti sudah gila. Bagaimana mungkin pria seperti Ayres tampan? Hiii, amit-amit" Aku masih menggerutu sendiri.
Seperti biasa 1 km dari rumah, Fried mengikuti ku hingga aku masuk ke dalam rumah. Di dalam, lagi-lagi ku melihat mama sedang memarahi para pelayan. Aku mendekati mereka. Ku memberi isyarat pada penjaga pintu agar tak mengumumkan kepulangan ku.
“Ma, ada apa ini?”
“Sayang, sudah pulang? Ini, katanya vas kuno kesayangan mama pecah. Mama baru tau dan baru sadar tadi. Aduh, ceroboh sekali.” kesal mama dan mencoba memberitahu ku.
Aku melihat para pelayan yang di pimpin oleh Ammy duduk dan menunduk.
“Ma, bukan mereka yang memecahkan itu tapi Rachel ma. Rachel minta maaf ya ma, Rachel tidak sengaja. Rachel janji mengganti nya kok ma.”
“Apa? Rachel? Apa benar putri mama yang pecahkan? Hmm, ya sudah jangan sayang. tidak apa, itu hanya vas saja. Ya sudah, Ammy kalian boleh bubar.”
Mereka pun bubar, lalu mama menggandeng ku, “Sayang, papa dan Harris sedang memilih jenis undangan pernikahan kamu. Apa kamu mau yang memilihnya?”
Ku menghela nafasku, “Hemmm, kalau mama dan Om Harris saja yang pilih, apa tidak apa-apa? Rachel sekarang ingin sekali tidur ma. Besok Rachel akan berbelanja sedikit-sedikit untuk acara Rachel,”
“Ya tidak apa-apa. Besok bukannya Ayres akan menjemput mu?”
“Ha, tidak ma tidak. Rachel tidak mau.”
“Loh kenapa begitu? Rachel, besok Ayres akan menjemput kamu dan mama untuk memilih gaun, perhiasan, dan lainnya. Kita akan bersama-sama dengan Mertua kamu juga.”
“Hah? Tapi ma.. kenapa dadakan sekali?”
“Eh dadakan? Aduh anak ini! Kamu ini selalu saja di pusingkan oleh anak didik mu jadi seperti ini. Pernikahan kamu kan seminggu lagi sayang, harus di persiapkan lah.”
Mendengar itu, aku seperti di bangunkan dalam tidurku. Karena pengumuman pernikahan tanggal 20 bulan ini, ku tak tersadar bahwa itu tinggal seminggu lagi.
“Aduh sayang. Mama tau, kamu pasti mengira tanggal 20 masih lama ya? Ihhh, dasar..” Mama mencubit pelan pipiku.
“Iya ma..”
“Hemmm, kan.. jadi besok mama mau kamu libur dulu ya. syukur-syukur libur sebulan dulu.”
“Mana bisa ma,”
“Eh, ya sudah.. besok saja besok. Luangkan waktu kamu besok full ya sayang. Sepertinya besok kita seharian akan berbelanja juga.”
"Ya baiklah ma, Rachel akan beritahu dulu teman-teman," Ucapku.
Aku pun masuk kedalam kamar ku. Sebelum tidur, ku beritahu pada teman-temanku mengenai hal itu dan mereka pun memaklumi nya namun ku tak lupa untuk memberitahu mereka agar jadwal agenda tidak di batalkan.
(Keesokkan harinya)
Pagi-pagi sekali, aku seperti biasa olahraga pagi dengan melompat, berlari di atas rumah. Hatiku merasa kesal dan merasa gundah akan sesuatu yang tak lain dan tak bukan adalah pernikahanku sendiri. Entah lah ku sangat kesal, apalagi setelah melihat hal tadi malam. Ku ingin sekali menonjok wajahnya.
"Nona... Nona... Ya ampun ... Nona... Saya mohon turun nona..." Teriak Ammy dari bawah yang melihat ku berlatih memukul dengan angin.
Ku lirik Ammy dengan 3 orang penjaga yang melihatku, namun aku cuek saja dan memilih melanjutkan pukulan ku.
"Huh, di sini sangat enak. sepertinya tempat ini akan ku jadikan tempat favoritku." gumamku masih dengan memukul-mukul ke depan.
"Nona... tolong anda jangan disini nona, berbahaya.." Ku kaget karena mendengar penjaga yang mencoba mendekati ku perlahan.
"Kalian sedang apa? Mau apa? Memangnya aku sedang apa?"
"Nona, saya mohon jangan begini. Anda sebentar lagi akan menikah, jangan membahayakan diri anda dengan berlatih di sini. aaaaaa" Ucap penjaga itu yang sudah berjalan dekat denganku namun terpeleset dan akan terjatuh.
"Aish, kenapa kamu mengikuti ku. Untung saja kamu tidak jatuh." Ucapku padanya.
Aku dengan sigap memegangi bajunya. Untung saja tubuhnya kurus jadi aku bisa menahannya. Aku tarik dia hingga ke posisi awal. Ku lihat dia gemetar ketakutan.
"Sudahlah, aku di sini hanya ingin suasana baru saja. Ayo keluar dari sini." Aku menarik dasi yang dia pakai agar dia seimbang hingga sampai ke balkon lantai 2.
"Terima kasih Nona,"
"Ya sama-sama,"
"Nona... Nona, anda tidak apa-apa?" Ammy berlari menghampiriku.
"Tidak apa-apa? Memangnya kenapa?"
"Nona, saya pikir nona ingin.."
"Ingin apa? Ku hanya berlatih cari suasana baru. Tenang saja!"
"Nona, maaf nona.. lain kali jangan di situ nona. Saya khawatir kalau terjadi sesuatu yang buruk,"
Ku menepuk pundaknya dua kali dengan tersenyum.
"Berjanjilah nona.. Saya tau anda profesional tapi tetap saja nona.."
"Iya, iya.. Ku berjanji.."
"Baiklah nona, kalau begitu mari nona sebaiknya anda sarapan lebih dulu."
"Mama dan papa sudah bangun?" tanya ku sembari berjalan bersamanya.
"Belum nona, tadi saya sudah mengetuk pintu kamarnya namun tidak ada jawaban."
"Ya, baiklah. 10 menit lagi coba ketuk lagi."
"Baik nona,"
Sesampainya di meja makan, ku lihat adikku sudah duduk sambil melahap beberapa piring makanan disana.
"Pagi," Sapaku padanya.
"Hmmm,, hmmm, Hmm" dia hanya berdeham dan menunjuk ke makanan dan ke ruang kosong di sana.
"Apa?"
Bersambung ...