Follow My IG : @mae_jer23
Geyara, gadis kampung berusia dua puluh tahun yang bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga Cullen. Salah satu keluarga terkaya di kota.
Pada suatu malam, ia harus rela keperawanannya di renggut oleh anak dari sang majikan.
"Tuan muda, jangan begini. Saya mohon, ahh ..."
"Kau sudah kupilih sebagai pelayan ranjangku, tidak boleh menolak." laki-laki itu terus menggerakkan jarinya sesuka hati di tempat yang dia inginkan.
Tiga bulan setelah hari itu Geyara hamil. Masalah makin besar ketika mama Darren mengetahui sang pembantu di hamili oleh sang anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamar dokter Arka
Ketika Yara membuka matanya, ia menyadari dirinya sedang berada di sebuah tempat yang asing.
Kamar siapa ini?
Ruangan kamar ini besar sekali. Sedikit lebih besar dari kamar tuan mudanya, namun sama-sama mewah. Hampir keseluruhan kamar itu berwarna abu-abu khas laki-laki. Aroma mint pun tercium begitu kuat.
Yara berpikir keras. Sebenarnya dia dimana? Seingat dia tadi dirinya sedang berada di taman, menangisi nasibnya yang seorang anak pungut, lalu ... Yara tidak ingat lagi setelah itu.
"Kau sudah bangun?" suara bariton seorang pria mengagetkan Yara. Wanita itu menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka, dan menampilkan laki-laki tinggi yang masuk membawa nampan. Entah apa yang ada di atas nampan itu, Yara tidak mau tahu.
Sekarang dia lebih bersikap waspada. Pengalaman dirinya yang telah dilecehkan oleh majikannya sendiri membuat lebih waspada kepada yang namanya laki-laki. Walaupun dia akui ia mulai menikmati apa yang dilakukan tuan mudanya terhadap dirinya, tetap saja sikap waspada terhadap laki-laki lain itu selalu ada. Apalagi dalam keadaan sendirian di dalam kamar kosong begini.
Yara menggeser tubuhnya hingga bersandar di kepala tempat tidur. Kasur yang sangat besar dan nyaman menurutnya. Kalau mahal sih pasti beda rasanya.
"A ... Anda siapa?" Yara belum melihat benar wajah pria itu.
"Kau lupa? Aku sudah menyelamatkanmu dua kali." Arka membalas pertanyaan Yara.
Mendengar itu Yara mengangkat wajahnya menatapi pria itu dengan saksama.
Ah, dokternya papa.
Entah kenapa perasaan takutnya berubah, seolah-olah dia tahu dengan pasti bahwa laki-laki itu tidak akan pernah menyakitinya.
"Do ... Dokter yang waktu itu?" sampai sekarang Yara lupa namanya.
"Namaku Arka, bukan dokter yang waktu itu." Yara tersenyum canggung.
Ia melihat laki-laki itu menaruh nampan di atas meja. Ada segelas susu di atasnya. Wanita itu masih berpikir keras bagaimana sampai dia bisa berada di tempat ini. Pasti kamar ini adalah kamar milik pria itu.
"Ke_ kenapa aku bisa," ucapan Yara berhenti tiba-tiba pada saat ia menyadari sesuatu. Pakaian yang dia pakai sekarang bukanlah pakaian yang ia kenakan tadi.
"Dokter yang ganti pakaianku?!" Serunya panik. Arka terkekeh melihat kepanikan di wajah Yara.
"Jangan khawatir aku bukan pria yang akan melakukan sesuatu seperti itu pada wanita yang bukan istriku, kecuali kau adalah istriku." ucapannya membuat Yara bernafas lega sekaligus malu.
Ya ampun, dia bertingkah seperti seorang perawan yang masih polos sekali. Padahal ..."
"Kau ingat tadi kau menabrakku di jalan?"
Benar, Yara baru ingat.
"Aku lihat kau tidak sedang baik-baik saja. Jadi aku mengikutimu, melihatmu menangis dan tertidur. Apa kau selalu seperti itu?"
Yara menatapi dokter bernama Arka itu bingung.
Maksudnya seperti itu?
"Apa kau selalu ketiduran seperti mayat di sembarang tempat? Kau tahu itu tidak aman untuk perempuan lemah seperti dirimu kan?"
Lelaki ini mengomelinya?
"Saat aku mendekatimu tiba-tiba turun hujan. Dan karena kau tidur seperti mayat, aku tidak punya pilihan lain selain membawamu ke rumahku."
Ini pertama kalinya lagi Arka berbicara panjang lebar pada perempuan. Mungkin karena wanita ini sangat mirip dengan bubble-nya.
"A ... Maaf kalau saya merepotkan anda." kata Yara merasa tidak enak.
"Minum susu dulu. Kau baru habis kehujanan. Kalau tidak mengkonsumsi yang sehat-sehat kau bisa jatuh sakit." lalu pria itu mengambil susu di atas nakas dan memberikannya ke Yara.
"Minumlah." awalnya Yara sempat ragu karena belum ada yang memperlakukannya selembut ini sebelumnya. Namun karena pria itu terus menatapnya, ia pun mengambil susu tersebut dari tangan Arka dan meminumnya.
"Terimakasih." ucap Yara sungkan.
"Tidak perlu sungkan. Di luar sana masih hujan deras, aku akan mengantarmu setelah hujannya berhenti. Tidak apa-apa kan?" Yara mengangguk.
"Arka, dia sudah bangun?"
Seorang wanita berusia sekitar lima puluhan muncul di depan mereka. Wajahnya begitu enak dipandang. Dan entah kenapa ada perasaan aneh di hati Yara saat ia melihat wanita itu. Yara tidak bisa menjelaskan perasaan itu, namun wanita paruh baya itu terasa familiar di matanya. Apakah mereka pernah bertemu sebelumnya?
"Hei, kamu sudah bangun sayang?" wanita itu mendekat dan duduk di tepi ranjang. Ia berbicara pada Yara penuh dengan kelembutan. Mamanya tidak pernah berbicara selembut ini padanya.
Yara melirik Arka.
"Perkenalkan, mamaku." ucap Arka.
"Nama kamu siapa sayang?"
"Yara tante,"
"Panggil bunda aja ya, tante lebih senang kamu panggil bunda." wanita itu menggenggam lembut tangan Yara.
Yara langsung merasa akrab dengan mama dari dokter tampan tersebut. Ternyata masih ada orang kaya yang baik hati seperti mereka.
"Ayo makan dulu. Bunda udah masak khusus buat temannya Arka yang cantik ini."
Teman?
Yara menatap Arka lagi. Kali ini pria itu tidak balas menatapnya. Entah memang tidak peka atau hanya pura-pura.
"Nggak tante,"
"Kok tante, bunda sayang."
"Bu_bunda. Nggak usah bunda. Aku nggak lapar kok."
"Kamu harus makan sayang. Arka bawa kamu ke sini udah dari siang, sekarang sudah hampir jam tujuh malam, masa kamu nggak lapar sih. Pokoknya kamu harus makan. Arka, bawa Yara turun." wanita itu berdiri lalu keluar dari kamar Arka setelah mengatakan kalimat tadi.
"Baik bun," Arka pun berdiri dan mengulurkan tangannya ke Yara.
"Ayo," ucapnya.
"Tapi," Yara merasa tidak enak. Namun akhirnya dia turun juga dari ranjang besar Arka.
Rumah ini besar sekali. Seperti istana. Entah dokter Arka ini lebih kaya dari majikannya atau majikannya yang lebih kaya, yang pasti rumah laki-laki ini lebih besar dan megah. Pelayan di rumah ini pun jauh lebih banyak, mungkin lebih dari lima puluh.
Yara jadi merasa insecure makan di meja makan orang kaya raya.
"Duduk di sini." Arka menggeser kursi untuk Yara duduk. Ada orang lain di meja makan selain bundanya dokter Arka. Seorang laki-laki seumuran si bunda. Laki-laki tua itu menatap Yara lama. Dari tampangnya ia terlihat berwibawa.
"Yara, kamu panggil papa ke suaminya bunda ya."
Okey. Yara tidak terbiasa. Ini terasa aneh baginya. Dan ia merasa canggung.
"Ikuti saja, mamaku kalau sudah menyukai seorang gadis, dia akan memperlakukannya seperti putrinya sendiri. Sepertinya dia sangat menyukaimu." Arka berbisik pelan di telinga Yara.
"Ayo makan-makan. Yara, kamu harus cobain kacang merah buatan bunda. Kalo kamu suka nanti bunda bikinin lagi khusus buat kamu."
"Makasih bun."
Mereka pun makan dengan tenang.
"Umur kamu berapa?" pertanyaan itu keluar dari laki-laki yang duduk di kepala meja.
"Saya dua puluh tahun om," saat melihat tatapan tajam mamanya dokter Arka, Yara cepat-cepat mengubah panggilannya.
"Pa_pa." sungguh aneh. Tapi rasanya familiar. Orang-orang ini, beserta rumah besar ini. Seperti dia pernah berada di sini sebelumnya.