Menikah adalah hal yang membahagiakan. Tapi tidak saat aku menikah. Menikah membawaku kedalam jurang kesakitan. Dilukai berkali-kali. Menyaksikan suamiku berganti pasangan setiap hari adalah hal yang lumrah untuk ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
" Seret wanita tidak tahu malu itu kesini. " Arsen memberikan perintah kepada dua pengawalnya.
Dua pengawal dibelakang Arsen yang sedari tadi tegak berdiri, kini sudah melangkah hendak menghampiri Raka dan Naina.
" Tidak. Hentikan. " Cegah Tomi. Sontak membuat dua pengawal berbalik arah dan menatap Tomi berbarengan. Bertanya dengan mimik wajah bingung. Yang mana yang harus mereka dengar? Bos memang bosnya, tapi sekretaris Tomi adalah sebagian dari otaknya Bos.
Tomi mengisyaratkan kepada dua pengawal untuk kembali ke posisinya.
" Kenapa kau menghentikan mereka? " Arsen yang sudah memendam kekesalan kini semakin kesal karena Tomi berani mencegahnya.
" Tuan, ini adalah tempat umum. Jika anda melakukan itu, tidak akan baik untuk anda nantinya. Lagi pula, jika Nona ada disini, apa yang akan anda lakukan? " Tomi memang selalu matang dalam bertindak. Terbesit dihatinya. Kenapa Tuannya terlihat kesal? apa yang membuatnya kesal? bukankah kalau Tuannya kesal, itu berarti dia perduli? Tomi semakin penasaran dibuatnya.
" Cih! terserah. Aku tidak perduli. Mataku sakit melihatnya ada dimana-mana. Benar-benar menyebalkan. " Arsen kembali melanjutkan kegiatannya untuk membahas bisnis. Rekan bisnisnya hanya bisa terperangah dengan sikap arogan Arsen tapi tak berani berkomentar apapun.
" Baik Tuan. Tapi anda memberi perintah dua penjaga untuk membawa Nona Naina kemari.Kenapa beralasan sakit mata saat melihatnya? Apa bisa ku artikan anda sedang cemburu? apa secepat itu anda mulai menyukai Nona Naina?
" Kau baik-baik saja? " Tanya Raka untuk memastikan keadaan Naina setelah mereka membenahi posisinya.
" Iya tentu saja. " Naina memperbaiki baju dan rambutnya yang sedikit berantakan.
" Kita temui orang itu dan bertanya kenapa dia membayar makanan kita. " Tanpa bertanya apapun, Raka menggandeng tangan Naina agar mengikuti langkahnya menuju meja Arsen. Naina tak dapat lagi mengelak. Dia hanya pasrah dan mengikuti saja kemana Raka menuntun langkahnya.
" Selamat siang Tuan? " Sapa Raka yang sudah ada didekat Arsen.
Arsen tersenyum sinis memandangi Raka dan Naina bergantian lalu menatap tajam ketika melihat genggaman tangan mereka berdua. Rasanya, ia sangat tidak menyukainya seperti barang miliknya yang disentuh orang lain. Ataukah dapat dikatakan seperti hewan peliharaan yang diminati orang lain. Rasanya dia benar-benar ingin menghabisi Raka saat itu. Untunglah, Klien kali ini lumayan penting baginya.
" Apa yang membuatmu kemari? " Tanya Arsen dengan wajah dingin. Seolah mengisyaratkan agar memberi alasan yang masuk akal agar tak membangkitkan keinginannya untuk menghabisi Raka hingga tuntas.
" Maaf jika saya mengganggu.
" Kau memang sangat menganggu.
" Baiklah, maafkan saya. " Raka sudah mulai mengepalkan kedua tangannya. Hingga terdengar Naina mengaduh dengan pelan.
" Maaf Nai. " Naina melepaskan Tangannya senatural mungkin agar tak menyinggung perasaan Raka. Dia tahu benar, saat ini Raka juga sedang dikuasai api kemarahan.
" Kenapa anda membayar makan siang kami? " Tanya Raka yang kembali mengontrol emosinya. Sadar jika Naina terlihat pucat seperti sedang ketakutan.
" Tidak ada. Anggap saja aku sedang bersedekah. " Arsen terlihat begitu cuek dan dingin. Tanpa ia sadari, kata-kata yang menurutnya biasa, justru tak biasa Raka dengar.
" Sial! brengsek! " Raka sudah mulai mengepalkan tangannya ke atas bersiap mendaratkannya di wajah arsen. Dua pengawal sigap hendak mencegah. Tapi Naina sudah lebih dulu melakukannya.
" Tidak! Raka! " Naina menahan tangan Raka. Dan perlahan menurunkannya. Naina menggelengkan kepalanya.
" Maaf Nai. " Ucap Raka lirih. Menyadari jika tindakannya ini memang bukan tindakan yang terpuji. Tapi, walau bagaimanapun, Raka adalah anak konglomerat yang tak biasa mendengar hinaan semacam itu.
" Apa kau tidak merasa salah orang saat kau meminta maaf? " Arsen mengingatkan. Dia merasa, jika Raka seharusnya meminta maaf padanya.
" Sampai aku menjadi abu pun, kau tidak akan pernah mendengar kata maaf dari mulutku untukmu.
" Benarkah? " Arsen menutup map yang tadi ia pegang dan mengubah posisi duduk nya kesamping tepat dihadapan Raka dan Naina.
" Aku, bahkan mampu membuatmu merengek memohon ampunan dari ku.
" Aku menantikan juga Tuan. Kita lihat, apa kau mampu atau tidak. " Raka mengeluarkan dompetnya dan menyodorkan uang lembaran seratus USD sebanyak dua belas lembar. karena uang tunai Rupiah di dompetnya tak terlalu banyak. " Aku kembalikan uangmu. Aku yakin, total makanan kami masih dibawah Satu juta rupiah. Aku memberikan banyak lebihnya. Anggap saja, itu sumbangan dariku.
" Ambil kembali uangmu. " Perintah Arsen dengan wajah mengancam.
" Tidak perlu sungkan Tuan. " Raka menyunggingkan senyum jahat menghinanya.
" Ambilah. Aku tidak membutuhkan uang receh mu ini.
" Benarkah?
" Kalau begitu Tuan-tuan sekalian, sepertinya anda juga terlalu banyak uang. Jika anda benar-benar ingin bersedekah, maka berikan kepada orang yang lebih membutuhkan. Kami memang tidak sekaya anda. Tapi kami masih mampu membeli makan untuk kami. Mohon kedepannya anda bisa lebih bijak menggunakan uang anda. " Saut Naina yang sudah tak tahan melihat kedua orang dihadapannya salin menyombongkan uang. Tak lupa ia meninggalkan selembaran kertas untuk donasi. Mereka bertingkah seolah mampu membeli dunia ini. Memuakkan batinnya.
Sementara yang lain hanya meronta dalam hati melihat lembaran uang dolar yang ditolak mentah-mentah oleh Arsen. Mereka terus saja mengandai-andai sembari memandangi uang dolar yang ada dimeja.
" Tomi, ambil uang ini dan membalikkan pada lelaki busuk itu. " Perintah Arsen.
" Baik.
Laki-laki ini berani sekali? dia terasa sepadan denganku. Lihat saja nanti. Jika aku sudah berkehendak, maka tidak ada yang bisa menolak.
***
" Nai? apa kau marah? " Tanya Raka sembari terus mengekor dibelakang Naina. Merasa bersalah karena tidak dapat mengendalikan emosinya tadi.
" Bukankah orang itu sengaja ingin menghina?
" Iya. itulah mengapa aku marah.
" Tapi Raka, sungguh tidak perlu kau sampai memberikan uang itu. " Rasanya sayang sekali uang sebayak itu terbuang untuk urusan tidak penting.
" Iya aku tahu Nai. Tapi dia sudah sangat merendahkan kita.
" Orang yang memiliki uang dan kekuasaan, kadang-kadang lupa untuk terus menekan emosinya. Itulah kenapa, lebih baik hidup sederhana walaupun memiliki banyak uang. Karena dari hidup sederhana, kita bisa lebih bijak tentang uang. Taklukan uangmu dan jangan biarkan uang menaklukan mu.
Raka tersenyum mendengar petuah dari Naina. Benar-benar gadis impian. Dia masih saja sama. Naina yang begitu naif dan dan bijaksana. Dia selalu semurni ini. Raka semakin mengembangkan senyumnya. Berdoa dan berharap agar suatu hari, dia dapat duduk bersama dikursi pengantin.
***
" Tomi, cari tahu tentang laki-laki itu. Dan, cari tahu ada hubungan apa dia dengan wanita itu. " Perintah Arsen yang kini sedang dalam perjalan menuju kantor setelah selesai urusannya.
" Siap Tuan.
" Tunggu! " Arsen menghentikan mobilnya saat kembali melintasi stand pembagian brosur.
" Pergilah ke arah sana.
" Baik. " Tomi mengisyaratkan kepada sopir disampingnya agar mengarahkan mobilnya ke arah yang telah ditunjukkan.
" Selamat siang menjelang sore. " Ucap Naina saat seorang penumpang mobil membuka kacanya dikursi belakang. Naina menyerahkan selembar brosur kepadanya tanpa memperhatikan wajah seorang laki-laki yang menggunakan kaca mata hitam.
" Ambil ini. " Uang dolar yang langsung ia sodorkan tanpa mengambil terlebih dahulu brosur nya. " Ambillah. Seseorang memberikanku uang receh ini. Aku benar-benar tidak membutuhkannya. jadi aku memberikan kepada yang lebih membutuhkan. Apa aku bijak?
..........................