Pernikahan tujuh tahun lamanya tak membuat Elara Aleshia mencintai suaminya, Arion Zefrano. Setelah ayah Elara meninggal, tiba-tiba ia meminta cerai pada suaminya itu.
"Ayah udah enggak ada, gak ada alasan lagi untuk kita tetap bersama. Karena dari awal, pernikahan ini hanya karena ayah. Lebih baik, kita berpisah Ar."
Arion mencoba untuk menenangkan Elara, mungkin wanita itu masih terpukul atas kepergian ayahnya. Namun, Elara tetap pada egonya.
"Baik, pergi lah jika itu membuatmu bahagia. Tapi, jangan bawa putraku."
Tanpa keraguan, Elara menganggukkan kepalanya. Ia beranjak pergi dari sana dengan menyeret kopernya. Kepergian Elara, membuat hati Arion terluka.
"Ternyata, aku hanya cinta sendirian. Jangan salahkan aku, jika putra kita membencimu." Lirihnya.
5 tahun kemudian, mereka kembali di pertemukan dengan keadaan yang tidak pernah keduanya pikirkan.
"Kenapa kamu memisahkanku dari putriku, Elara?" ~Arion.
"Aku benci Mama, Pa." ~
"Jangan cedih Mama, Dala peluk Mama."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Waktu yang berlalu, luka yang masih ada
Lima tahun kemudian.
Terlihat, seorang gadis kecil tengah berdandan ria di depan cermin kecilnya. Rambut pendek bergelombang miliknya di sisir serapih mungkin. Lalu, ia memakai mahkota kecil di atas kepalanya seolah ia adalah sang putri. Senyumannya merekah, ia menatap pantulan dirinya yang terlihat sangat cantik.
"Tantiknaaa buat jadi pacal pangelan iniii!" Seru gadis kecil itu sambil memegangi kedua pipi gembulnya.
TING TONG!
TING TONG!
Mendengar suara bell, gadis kecil itu berlari keluar dari kamarnya. Bahkan, ia menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Melihat sosok gadis kecil itu, Elara yang baru saja keluar dari kamarnya memekik panik.
"DARA! HATI-HATI!" Teriak Elara. Dara Calista, gadis kecil yang Elara lahirkan empat tahun yang lalu. Ia memilih menyewa rumah dan membesarkan putrinya seorang diri. Perlahan, keadaan Elara jauh lebih membaik setelah putrinya lahir. Dunianya perlahan kembali pulih, kehidupan nya pun kembali hidup.
Cklek!
Dara membuka pintu rumahnya, senyumannya merekah melihat sosok yang sedari tadi ia tunggu. "Mana bakcona Dala? Kemalin Dala minta Onty bawakan loh! Cudah dandan tantik Dala ini buat makan bakco, nda lupa ci?" Ujar bocah menggemaskan itu saat melihat Keiko yang datang dengan membawa paper bag di tangannya.
"Hais, selalu minta jajan. Gak minta sugar daddy aja? Biar Aunty carikan?" Celetuk Keiko yang mana mendapat pelototan tajam dari Elara.
"Kei, jangan ajari putriku yang aneh-aneh." Tegur Elara.
Keiko terkekeh pelan, ia menyerahkan paper bag yang berisikan pesanan Dara. Melihat itu, Dara meraih paper bag yang Keiko berikan dan mengintipnya sedikit. "Bakcona Dalaaa! Onty cayangna Dala, Dala makan dulu yah. Balu nanti kita cali cugal daddy!" Ujar Dara dan berlari ke dapur untuk mengambil mangkok.
Mendengar itu, Elara dan Keiko sama-sama melongo di buatnya. Mereka tak menyangka jika Dara akan mengatakan hal itu. Tadinya, Keiko niat bercanda saja. Tak di sangka gadis kecil itu cepat tanggap perkataannya.
"Itu ...."
"Masuklah, aku pikir kamu tidak datang." Ajak Elara.
"Mana mungkin, keponakanku menginginkan bakso. Masa tidak aku belikan? Kamu lihat lipatan tangan gembulnya itu? Pipi bulat yang meluber? Sangat menggemaskan bukan? Hais, Dara untukku saja bagaimana? Kau bisa membuat yang baru." Sahu Keiko dengan mengedipkan matanya jail.
Elara melirik sinis, "Buat aja sendiri," Ujar Elara yang kesal membuat Keiko tertawa.
"Lagian, umurmu sudah hampir tiga puluh tahun. Kenapa tidak menikah? Dara sudah empat tahun, tapi Tantenya ini belum menemukan tambatan hati." Lanjut Elara seraya membenarkan letak mangkok bakso milik putrinya.
"Hais, belum menemukan yang cocok. Lagian, menikah bukan tujuan hidupku." Jawab Keiko dengan santai.
"Dokter Agam gimana? Dia tampan dan mapan, kamu tidak tertarik?" Tanya Elara dengan jail.
Keiko membulatkan matanya, "Sembarangan! Dia tuh sukanya sama kamu tahu! Tapi kamunya gak peka-peka!" Omel Keiko.
"Jangan mengarang Kei, gak lucu." Tegur Elara.
"Dih, yaudah kalau gak percaya." Ujar Keiko seraya melirik kesal ke arah sahabatnya itu.
Elara menggelengkan kepalanya, sahabatnya satu itu sering sekali meledeknya dengan Dokter Agam. Sebenarnya Keiko belum tertarik dengan yang namanya pernikahan. Walau begitu, Keiko begitu tertarik dengan pria tampan yang ia temui di mana saja. Sifatnya, bahkan sering di tiru oleh Dara yang masih tahap pengenalan hal baru.
"Celain cuka bakco, Dala juga juga cate. Nda pelcaya? Coba beliin Dala cate becok." Celetuk Dara secara tiba-tiba.
"Yeee, ada aja akalnya nih bocah yah!" Omel Keiko seraya menarik gemas pipi bulat Dara.
"Mama cudah, Dala mau cucu ada? Cemalem Dala liat ada tempatna becal. Nda mungkin kocong ci?" Ujar Dara dengan mata bulatnya.
"Susu untuk nanti malam, nanti kamu akan bertambah bulat jika terus meminum susu." Sahut Elara seraya membersihkan mulut putrinya.
"Ngapain pake bahasa halus El? Bilang saja, kuruskan badanmu dulu baru minum susu! Hahaha!!" Dara melirik sinis, bibirnya mengerucut di sertai matanya yang menyipit.
"Onty jelek! Pantecan nda laku!" Desis Dara.
"Kamu ....,"
"Sudahlah, aku akan berangkat ke kantor. Ayo Dara siap-siap, kamu akan Mama antar sekolah." Ucap Elara melerai perdebatan keduanya.
"Yaudah, kalau gitu aku ke butik dulu. Peluk Aunty cantik dulu lemper, nanti Aunty kasih uang dua lebuuuu." Keiko memeluk Dara yang memasang raut wajah pasrah. Ia senang sekali meledek dan menjaili bocah menggemaskan itu.
"Cudahlah, kemalin telol gulung cekalang lempel. Pacalan kali mukana Dala ini, nda papa demi uang dua lebuuu." Batin anak itu menerima keadaan.
Sementara itu di tempat berbeda, terlihat Arion baru saja keluar dari kamarnya. Ia melewati keluarganya yang sedang makan di meja makan. Melihat kehadiran Arion, seorang wanita paruh baya pun memanggilnya. Terpaksa, Arion menghentikan langkahnya dan menatap ibunya itu.
"Arion, Dahlia datang untuk sarapan bersama kita. Ayo, kita sarapan dulu." Seru Damara, yang merupakan ibu dari Arion.
Arion melirik wanita cantik yang duduk di sebelah Damara, "Aku harus ke perusahaan JR Group hari ini, tidak sempat sarapan." Ujar Arion dengan tatapan datarnya.
"Hais, makanlah dulu. Dahlia datang dan membawakanmu masakan buatannya. Dia sudah bersusah payah, jadi hargai dia." Tegur Damara.
"Aku tidak meminta dia memasaknya." Jawab Arion dan beranjak pergi meninggalkan Damara yang berseru memanggilnya.
"Astaga anak itu, maafkan Arion yah sayang." Ujar Damara merasa tak enak pada sosok wanita cantik di sebelahnya itu.
"Enggak masalah Tante, mungkin Arion memang sedang buru-buru. Aku masak juga untuk Ervan, dia sangat suka masakanku. Iya kan Ervan?" Dahlia beralih menatap Ervan yang lahap memakan masakannya. Anak lali-laki tampan berusia sebelas tahun itu mengangguk seraya tersenyum tipis.
"Sudah cocok jadi Mamanya Ervan!" Seru Damara yang mana membuat Ervan seketika menghentikan gerakan mulutnya.
"Mama? Bagaimana kabarnya sekarang yah?" Batin Ervan seraya memandang lurus ke depan. Kepergian Elara saat itu, menyisakan luka sendiri bagi Ervan. Ia tak akan pernah lupa momen, dimana sang Mama pergi meninggalkannya.
.
.
.
.
Elara menurunkan Dara di sekolahnya, ia memastikan bocah menggemaskan itu masuk ke dalam sekolah dengan aman. Setelah itu, ia lanjut melajukan mobilnya pergi ke kantornya. Mobilnya terlihat murah, yang dirinya beli dari hasil kerja kerasnya selama ini. Tapi walau begitu, mobil itu setidaknya dapat melindunginya dan putrinya dari panas dan hujan.
Setelah memastikan mobil sang mama pergi, Dara keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan senyuman lebar, ia berlari keluar gerbang sekolahnya dan menghampiri penjual bubur sumsum yang tengah melayani pembeli. Satpam melihat Dara keluar, tetapi ia hanya memantau gadis kecil itu dari pos satpamnya.
"Abang, beli dua lebu." Pinta Dara dengan memegang uangnya di depan d4da.
"Siap neng cantik, tumben agak siang." Sahut penjual itu yang sepertinya sudah mengenali Dara.
"Tunggu Mama pelgi dulu, balu jajan. Nanti malam di libulin cucu nya Dala kalau Mama tahu Dala jajan." Jawab Dara tanpa mengalihkan pandangannya dari bubur sumsum yang sangat menggiurkan.
"Pak, bubur sum-sumnya masih ada? Saya mau satu,"
Dara mengalihkan pandangannya, keningnya mengerut dalam saat melihat sosok pria tinggi di sampingnya yang memiliki wajah yang sangat tampan. Bahkan, pria itu terc1um sangat wangi, aroma parfumnya sangat memanjakan hidung Dara.
"Gantengna ini olang." Gumam Dara tanpa sadar.
Pria itu menunduk, ia baru sadar akan gadis kecil di sisinya. Dengan ramah, ia tersenyum. Mendapat senyuman pria itu, Dara memegangi pipi gembulnya dengan gemas. "Cenyumnaaaa!! Cemanis bubul cyum-cyum!" Pekik Dara dengan girang.
Pria itu tertawa, ia akhirnya berjongkok dan menyamakan tingginya dengan Dara. "Siapa nama mu? Kenapa kamu sangat lincah dalam berbicara hum?"
Di tanya seperti itu, Dara tersenyum malu-malu. "Namanya Dalaaa, Daaaalaaa. panggil cayangku juga boleh." Ujar Dara dengan menahan senyumnya.
Pria itu tersenyum, ia mengelus pipi gembul Dara yang sangat menggemaskan. "Arion, kamu bisa memanggil Om Ar." Terang pria itu yang tak lain dan tak bukan adalah Arion.
Dara mengerjapkan matanya, "Pelnah dengel, tapi lupa." Cicit Dara seraya berpikir keras.
Arion tersenyum, ia sungguh gemas dengan gadis kecil di hadapannya. "Anak ini sangat imut, seperti boneka. Ayahnya pasti beruntung sekali memilikinya." Batin Arion yang masih tetap mempertahankan senyumnya.
Setelah pesanan Dara jadi, anak itu meraih pesanannya. Saat akan membayar, penjual bubur sumsum itu menolaknya dan mengatakan jika Arion lah yang sudah membayarnya. Dengan senang hati, Dara tak akan menolaknya.
"Om baik, celing-celing bayalin Dala yah!" Seru Dara sebelum beranjak masuk ke dalam sekolahnya.
Arion tersenyum, ia menatap kepergian Dara dengan perasaan yang tak menentu. Dia merasa aneh dengan perasaannya, tapi ia tidak tahu perasaan apa itu.
"Emang lucu dia anaknya, ibunya cantik banget! Sayangnya, gak pernah lihat model ayahnya gimana." Celetuk penjual bubur sumsum itu. Arion tak menanggapinya, ia membayar bubur sumsum pesanannya dan Dara. Lalu, kembali masuk ke dalam mobilnya.
Sesampainya di mobil, Arion terngiang-ngiang dengan wajah Dara yang menurutnya sangat tak asing di matanya. Mata gadis kecil itu, tatapannya, rambut bergelombangnya, seolah ia merasa familiar. Arion kembali mengingat celotehan Dara yang membuatnya tertawa. "Astaga, aku sudah lama tidak tertawa. Tapi, gadis kecil itu membuatku tertawa hari ini." Gumam Arion seraya menggelengkan kepalanya pelan. Ia lalu melanjutkan perjalanan nya menuju perusahaan yang ia tuju.
______
Dalaaaa, belum lahir aja udah di cariin onty-onty🥶