Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 8 : Pernikahan yang tidak sama
Keduanya dalam perjalanan pulang ke rumah setelah menghadiri acara resepsi pernikahan Azura.
" Umi mu sangat baik, awalnya ku pikir dia pendiam dan tidak suka berbicara dengan orang asing." Kata Ezar sambil mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan sedang.
" Anda bukan orang asing baginya, anda adalah anaknya juga. Namun pada dasarnya, umi memang pendiam. Tapi percayalah, umi adalah tempat yang paling aman untuk berkeluh kesah jika saya butuh teman curhat."
" Apa semua kau bicarakan dengan umi mu?"
" Dulu iya, semua saya katakan, tak ada satupun yang terlewat, kadang saya hanya mengadu karena tanganku bentol di gigit nyamuk, umi tetap mendengarnya sembari tertawa."
" Ternyata kau sangat manja."
Zara tertunduk, dia tidak menampik apa yang di katakan Ezar, karena memang itulah kenyataanya.
" Aku tidak suka wanita yang manja. Aku suka yang dewasa dan mandiri."
Zara jadi terdiam seribu bahasa. Selama beberapa hari hidup bersama sebagai suami istri, Ezar memang hanya menganggapnya orang asing, padahal dia sudah berusaha untuk menjadi istri yang baik meski itu sangat sulit dia lakukan.
" Kau jangan tersinggung, ku pikir kau sudah tau kalau pernikahan ini hanya paksaan, kau tidak menginginkannya akupun sama. Jadi mari kita jalani sandiwara ini sampai waktunya tiba."
Deg..
Darah Zara berdesir.
Dia punya jawaban untuk kalimat menohok Ezar, hanya dia tidak berani untuk mengungkapkannya. Jadilah ia hanya diam bak benda tak bernyawa.
" Aku sudah punya kekasih, kami sudah berpacaran sejak tujuh tahun lalu, dan enam bulan lagi sekolah PPDS nya akan selesai. Ku harap setelah itu, kita bisa membicarakan langkah apa yang harus kita ambil ke depannya."
" Berarti aku benar, malam itu dia sedang berbicara dengan kekasihnya." Batin Zara.
" Aku hanya sekedar memberi tahumu agar kau tidak terlalu menaruh harapan padaku."
Zara masih bungkam.
" Dari tadi kau hanya diam, apa kau mengerti apa yang ku katakan?" Kesal Ezar.
Zara menatap Ezar lekat. " Apa dokter tau arti dari kata pernikahan?"
" Tentu saja. Kau pikir aku bodoh?" Jawabnya dengan nada sarkas.
" Lalu bisa dokter jelaskan padaku apa artinya?"
" Menikah adalah sebuah ikatan lahir dan batin antara laki laki dan perempuan sebagai seorang suami dan istri. Jelas kan?
" Ikatan yang kuat karena dokter berjanji di hadapan orang tua saya bahwa dokter akan menjadi pelengkap ibadah saya, bersama membangun rumah tangga. Meski dokter sepertinya tidak menginginkan hal itu. Tapi sebelum dengan orang tua saya yang mungkin masih bisa di bohongi tentang janji suci itu. Lalu Allah, bagaimana dengan Allah Azza Wa Jalla? Bagaimana dokter mempertanggung jawabkan janji yang dokter buat di hadapanNya? Kedua orang tua saya masih bisa mengerti keadaan kita yang sebenarnya, karena dari awal kita memang hanya lah orang asing yang tiba tiba saja harus berada di situasi yang tidak menyenangkan, sayangnya situasi itu bukan hanya untuk waktu satu atau dua hari saja."
Deg...gantian Ezar yang bungkam.
Dia mulai takut memperdebatkan sesuatu dengan Zara. Sebab, Ezar melihat Zara seperti memiliki dua kepribadian yang berbeda tapi bisa di fungsikan dalam sekali waktu. Di usianya yang masih sangat muda, cara berpikir nya terkadang terasa lebih dewasa dari usianya.
Tapi ego Ezar masihlah terlalu tinggi, apalagi umur mereka terpaut lumayan jauh, jadi dia merasa jika Zara tidak pantas untuk menasehati nya.
" Apa kau mencintaiku?" Kata Ezar menutupi kegundahan hatinya.
Zara tersenyum simpul." Jika saya mengatakan saya mencintai dokter, mungkinkah dokter mau menerima cinta saya?"
" Sial.." Azer mengumpat dalam hati.
Pertanyaan menjebak Ezar justru menjadi Boomerang baginya. Tapi mau tidak mau dia harus tetap menjawabnya, dan jawaban itu sudah di prediksi sejak awal oleh Zara. " Tidak, aku hanya mencintai satu wanita."
" Terima kasih untuk jawabannya. Dan perkataan saya barusan tidak usah di ambil hati dok. Saya sudah sangat lancang, tidak sepatutnya saya sok menasehati anda yang jelas-jelas lebih dulu menikmati asam garam kehidupan. Apalah saya ini, masih bocah belasan yang tidak tau apa apa." Katanya membuang pandangan ke luar jendela.
Ezar semakin geram, bukannya apa, Zara seperti sengaja mengejeknya. Membuatnya tak bisa berkutik apalagi membalas perkataannya barusan. Rasa rasanya dia di kuliti hidup hidup dari cara Zara memainkan kata kata.
Tidak ada lagi perdebatan hingga mereka tiba di rumah. Ezar seakan lelah sendiri menghadapi Zara.
" Turun, kita sudah sampai." Perintah Ezar.
Tak ada jawaban. Ezar melihat ke arah samping dan ternyata Zara sudah tertidur lelap.
Ezar mengembuskan nafasnya pelan. Keluar dari kendaraan mewahnya dan membuka pintu samping di mana Zara duduk.
Ezar membuka pintu itu perlahan dan menggendong tubuh Zara, membawanya masuk ke dalam rumah.
Dia meletakkan tubuh Zara di atas tempat tidur dengan pelan, takut gadis itu terbangun. Untuk sesaat dia menatap wajah cantik itu, Ezar tak menampik kalau Zara memang sangat cantik. Tapi sayang dia tidak mencintai gadis itu.
Netra Ezar menatap ke sekeliling, mengedarkan pandangannya melihat kondisi kamar Zara. Ini pertama kalinya dia masuk ke dalam kamar Zara. Kamar yang tertata sangat rapi, dan tepat di dekat jendela yang mengarah ke taman, Zara membuat sejenis musholla kecil untuk dia beribadah.
Puas menatap kamar Zara, Ezar pun keluar dan menuju kamarnya sendiri.
*
*
Tak terasa waktu berputar, Zara sudah menjalani kehidupan coasnya beberapa bulan lalu. Setiap stase yang dia jalani selalu ada Zayn yang menemani, jadi Zara bisa terhindar dari gangguan teman teman prianya yang lain.
Tapi di stase minor kali ini, mereka harus berpisah. Zayn mendapatkan stase mayor yang mengharuskannya masuk ke dalam kamar operasi. Sementara Zara hanya di seputar poliklinik dan perawatan.
Kehidupan pernikahan Zara pun masih sama seperti sebelumnya, jalan di tempat, tidak ada kemajuan sama sekali. Apalagi setelah Ezar bergabung di rumah sakit Brawijaya, membuat waktunya lebih banyak dia habiskan di rumah sakit. Dan otomatis pertemuannya dengan Zara semakin berkurang.
Tapi ada satu hal yang selalu di lakukan gadis itu ketika di rumah dan Ezar belum pulang.
Zara akan duduk menunggu di ruang tamu sampai Ezar datang. Tidak mengenal waktu, mau itu sore, malam, tengah malam, bahkan terkadang ketiduran. Yang jelas, Zara akan menunggu sampai Ezar pulang ke rumah.
Seperti hari ini, Zara mendapat stase minor, di tugaskan di poliklinik THT, jadi jam lima sore dia sudah ada di rumah.
Dan menurut info yang dia dapatkan di rumah sakit tadi, kalau Ezar kemungkinan akan pulang tengah malam karena ada operasi yang harus dia kerjakan.
Jadilah dia menunggu hingga larut, Sembari menunggu kedatangan Ezar, Zara mengerjakan tugas tugas yang harus dia selesaikan di stase nya yang sekarang.
Jam dua belas malam, Ezar baru pulang. Dia menghela nafas kasar, ketika melihat Zara ketiduran di ruang tamu. Dan ini bukanlah pemandangan baru baginya. Bahkan hampir tiap hari, Zara akan melakukan hal itu, terkecuali jika dia ada shift malam.
" Zara, bangun." Sekali panggilan tak membuatnya bergeming.
Karena malas berbicara, Ezar memilih menggendong Zara ke kamarnya. Dan ini juga bukan hal yang baru untuk Ezar. Biasanya Zara akan terbangun tengah malam sembari menepuk jidatnya karena terbangun di atas kasur empuknya. Tapi hari ini sedikit berbeda. Zara membuka mata begitu tubuhnya akan di letakkan di atas tempat tidur.
" Kau sudah bangun? Lain kali tidak usah menunggu ku, kalau mengantuk tidur saja di kamar mu." Kata Ezar.
" Maafkan saya karena selalu membuat dokter susah. Tapi saya selalu melihat umi menunggu abi pulang dari rumah sakit. Jadi ku pikir itu adalah hal yang harus di lakukan oleh seorang istri untuk suaminya." Ucap Zara tertunduk.
Ezar semakin kesal. " Zara,, kapan kau bisa mengerti perkataanku? Sudah berapa kali aku katakan, jangan samakan pernikahan kita dengan orang tuamu. Karena aku bukan mereka!!"
Zara terkesiap, ini pertama kalinya Ezar berteriak dan memarahinya. Wajar jika tiba tiba saja mata indahnya berembun.
" Kenapa? Kau mau katakan jika abi mu tidak pernah marah dan membentak umi mu?!"
Zara menangis.
" Zara, mari kita berhenti, aku lelah." Kata Ezar.
Zara mengusap air matanya dengan kasar. Lalu menatap Ezar lekat.
" Tidak maukah anda membuka hati anda untuk saya? Tidak maukah anda menjalani pernikahan sesuai janji anda pada Allah?"
" Jangan bawa bawa nama Tuhan Zara!!" Pekik Ezar.
Tanpa sadar tubuh Zara beringsut beberapa langkah ke belakang, dia terkejut dengan suara Ezar yang semakin meninggi dan berteriak padanya.
" Baiklah, sekarang aku yang tanya padamu." Kata Ezar mencoba meredam amarahnya. " Kewajiban apa yang harus di lakukan seorang istri pada suaminya selain kegiatan tidak berguna yang kau lakukan padaku setiap hari?"
Zara membatu. Dia paham maksud dari perkataan Ezar.
" Lakukan kewajibanmu sekarang juga..."
...****************...
btw jgn lupa kak, emi dilanjut 🤭🤭😁
ku tunggu karya selanjutnya ya
marwah msih 5 thun tpi ucapn ny gk sesuai umur. bolh karakter ny dibuat ank yg cerdas, tpi jangn brlebihn smpe bhas urusn mnikh🙏
yg penting sekuelnya "Zayn " segera rilis kakakk 😃😃😃
sehat2 selalu 🤲🏻🤲🏻