"Berhenti deket-deket gue! Tinggalin gue sendiri, kehadiran lo cuma buat gue lebih repot!" ~ Lengkara
"Aku gak akan berhenti buat janji yang aku miliki, sekuat apapun kamu ngehindar dan ngusir aku, aku tau kalo itu cara kamu buat lindungi aku!"
###
Alexandria Shada Jazlyn ditarik kerumah Brawijaya dan bertemu dengan sosok pmuda introvert bernama Lengkara Kafka Brawijaya.
Kehadiran Alexandria yang memiliki sikap riang pada akhirnya membuat hidup Lengkara dipenuhi warna.
Kendati Lengkara kerap menampik kehadiran Alexandria, namun pada kenyataanya Lengkara membutuhkan sosok Alexandria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon story_Mawarmerah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Tugas Terselubung Shada
“Shada kamu ingat tugas apa yang harus kamu lakukan, bukan?”
Suara Merian terkesan menekan setelah mendengar informasi dari Shada jika Lengkara kerap berhubungan dengan Cecillia. Seperti biasa Shada melakukan pembicaraan berdua bersama Merian di ruangan wanita itu.
“Iya nek.. Shada inget!” Shada menatap Merian dalam pendar yakin di wajahnya.
Satu sudut bibir Merian tertarik mendengar jawaban itu, sesuai dugaan dirinya jika pada akhirnya gadis dihadapannya ini akan mampu mengemban tugas yang ia berikan saat kenyataan tugas yang Merian embankan pada Shada tidak hanya seputar menemani Lengkara saja, lebih dari itu tugas Shada adalah menggali informasi terkait Cecillia.
Tidak semata-mata Merian melakukan itu. Perlu diketahui permasalahan yang membuat Merian menaruh ketidak sukaan pada Cecilia disebabkan konflik yang sudah terjadi dari para orang tua mereka sebelumnya.
Awal mulanya keluarga Brawijaya dan Adhiwiguna adalah mitra dan sempat melakukan bisnis bersama-sama, namun karena rasa tidak puas dan keserakahan menghancurkan persahabatan yang berimbas pada permusuhan.
Adhiwiguna sendiri yang usahanya tidak semulus Brawijaya saat berpisah merasa terugikan dengan pencapaian Brawijaya dan menuntut andil atas apa yang sudah hilang dari dirinya.
Singkat cerita anak angkat dari keluarga Adhiwiguna yakni Syakira berhasil menikahi anak dari keluarga Brawijaya dengan semua kemelut dan pertentangan yang membuat Khiel Lieus ayah Lengkara mati-matian menentang Merian.
Demi hidup bersama Syakira Lieus rela mengungsi keluar pulau dan membuat Lengkara hidup dalam keterbatasan bahkan kekurangan, mereka begitu sampai puncaknya kedua orang tua Lengkara kecelakaan mobil yang menewaskan mereka dan meninggalkan Lengkara dengan keadaan mentalnya yang terguncang.
Perjalanan Lengkara tidak sampai disana saja, dalam keadaan mentalnya yang terguncang Lengkara menjadi objek perebutan hak asuh oleh Cecilia dan Merian, tapi semua itu pada akhirnya dimenangkan Merian kendati dirinya harus kehilangan salah satu aset yang ia miliki untuk membawa Lengkara dari Cecilia, Bibi Lengkara yang mana kaka angkat Syakira di pihak Adhiwiguna.
“Apa Lengkara tidak menjelaskan yang lainnya?” Tanya Merian lagi menelisik, ia pribadi sebenarnya sudah cukup menaruh curiga jika Lengkara menyembunyikan sesuatu dari dirinya terkait kematian kedua orang tuanya, itu sebabnya Merian menggunakan Shada untuk mencari banyak informasi.
Shada menggeleng “Tidak nenek, Lengkara belum seterbuka itu, cuma Lengka bilang kalo dia masih punya urusan penjelasan sama bibi Cecil terkait kecelakaan itu!”
Merian menghela nafasnya ditengah fikirannya yang meliar. Kecelakaan yang menewaskan putranya Lieus dulu sempat menggemparkan dan di identifikasi sebagai kecelakaan tunggal.
Itu terjadi karena para penyidik sulit untuk mencari banyak bukti ketika Lengkara sebagai saksi dan korban yang selamat tidak banyak berbicara dan secara paksa di ungsikan Cecilia hingga kasus kecelakaan itu di tutup namun masih menimbulkan pertanyaan janggal di benak Merian.
“Sebenarnya apa yang anak itu sembunyikan?” lirih Merian dalam hembusan nafasnya yang terdengar gusar. Ia sangat yakin jika Lengkara menyembunyikan sesuatu dari kecelakaan itu.
Shada mendekat pada Merian, menyentuh tangan keriput wanita tua itu yang nampak frustasi. ”Nenek tenang aja, Shada janji bakal selesaikan tugas ini dengan baik”
Merian mengangguk dan tersenyum “Makasih nak! Nenek percaya dan menaruh harapan padamu!”
********
“Mba lihat Lengkara tidak?”
“Oh,, Tuan Muda di depan non!”
Shada tersenyum dan mengambil satu buah apel yang ada di meja. “makasih”
Di detik yang sama Shada berlari menuju pekarangan rumah. Disana, dipelataran kolam air mancur Lengkara tengah duduk dengan buku ditangannya.
Dari ekor mata Lengkara ia sendiri bisa melihat jika Shada tengah berlari kearahnya.
Sesampainya di depan Lengkara Shada tidak menyergah apapun dengan kebisingannya, gadis itu malah menaruh satu apel yang ia bawa tak jauh dari posisi duduk Lengkara. Masih tidak ada kata Shada pun mundur tiga langkah kebelakang.
“Siapapun penunggu kolam, terimalah persembahan ini!” Shada menangkupkan kedua telapak tangannya aksen berdoa. Ia melirik Lengkara yang masih asik dengan buku ditangannya, seperti biasa pemuda itu tidak menghiraukan dirinya jadi seperti biasa pula Shada dengan keabsurd-an dirinya mengganggu Lengkara.
“Penunggu Kolam, aku punya satu keinginan!”
Shada kembali melirik Lengkara, lalu ia memejam setelahnya “Aku ingin secepatnya punya pacar! Tolong berikan aku pacar yang tampan, baik hati, gentleman, tidak suka merokok, tidak main perempuan dan kaya__”
“Oi…” sela Lengkara membuat Shada membuka matanya sedikit, mengintip pemuda itu yang kini tengah menatapinya kesal.
“Sstt… aku lagi buat satu permintaan, jangan ganggu aku!” Shada tidak mau kalah.
Lengkara menggeleng dan bangkit menatapi Shada pada akhirnya. Gadis itu masih menangkupkan tangan sembari memejam dihadapan kolam dan air mancur yang tengah menari-nari dihadapannya.
“Aku sedang berkomunikasi, katanya nanti aku bakal dapatin cowok sesuai kriteria aku kalo aku sabar!”
“Halu!”
“Heii..… jangan remehin kekuatan doa!” Shada mendesis seraya menatap Lengkara dengan tatapan peringatan.
“Lo sendiri berdoa sama apa? Air?”
Shada pun melepaskan tangkupan tangannya dan menghela nafas. “Yah sama yang maha Kuasa,” Shada berkacak pinggang, lalu ia mengambil apel dan memakan apel yang tadi ia bilang untuk persembahan.
Lengkara hanya bisa mengeleng akan semua tingkah Shada. Gadis itu mendudukan tubuhnya di pelataran kolam disusul Lengkara yang juga duduk hingga mereka bersisian.
“Aku juga mau punya pacar, memangnya kamu saja yang bisa!”
Lengkara terdiam dalam tatapannya pada Shada, lalu ia melempar irisnya kearah lain
“Emang lo mau banget yah punya pacar?”
“Yah iyalah, uh.. sebenarnya aku lebih pengen punya suami, tapi belum saatnya, jadi sekarang pacar dulu aja, di DP in dulu gitu”
“Cih… “ Lengkara mendesis “Emang apa spesialnya pacaran?”
“Umm,,, gak tau juga, tapi aku mau punya seseorang yang mau sedia jadi tempat aku buat pulang!”
Lengkara diam kembali atas ucapan Shada barusan, ia cukup mengerti maksud kata pulangnya Shada ketika Shada sendiri hidup sebatang kara jika saja tidak ada keluarga Brawijaya. Dalam artian Shada menginginkan seseorang untuk mengisi hidupnya agar tidak sendirian.
“Aku mau punya tempat buat aku pulang, Lengka!” Shada bertutur dengan lirih terkesan pilu.
Mendengar itu Lengkara menatap Shada kembali “Terus lo udah nemuin orangnya?”
“Itu, hm.. aku gak yakin!”
“Kenapa?”
“Karena orang yang aku harapkan ternyata gak punya perasaan yang sama!”
Hening untuk seketika, Shada diam begitu pun dengan Lengkara. Keduanya seakan larut dalam fikiran mereka masing-masing. Sampai Lengkara yang kembali memulai dengan bangkit.
“Good Luck cari cowoknya kalo gitu, biar lo gak meradang dan gangguin gue terus!”
“Kamu ngerasa keganggu sama aku?” tanya Shada mendongak pada Lengkara yang enggan menatapnya. Pemuda itu seakan selalu menghindari kontak mata bersama Shada.
“Pake tanya lagi!”
Shada mendesis lalu mencolek lengan Lengkara “Bener yah, nanti kalo aku udah punya pacar awas kalo kamu panggil-pangil aku!”
“Apaan?!” Lengkara mendesis akan godaan Shada. “gak akan, kepedean amat lo mau gue panggil! Malah gue bersyukur kalo lo punya pacar.”
“yakin yah, gak akan panggil-panggil aku emang, hum?”
“Nggak”
“Nggak percaya aku, nggak sekali kan maksud kamu?” Shada tidak berhenti menggodai Lengkara.
“Apaan Shada?”
kekehan Shada menjdi penutup interaksi mereka, melihat Lengkara beranjak Shada pun ikut menyusul Lengkara dibelakang pemuda itu. Gadis itu memang selalu pintar membuat Lengkara dalam dominasinya.
********
Lengkara menghembuskan nafasnya dalam-dalam, ia memejam setelah membaca pesan dari ponselnya yang dikirim Cecillia untuk dirinya. Di kepala Lengkara kini seperti sebuah benang kusut yang coba Lengkara rapikan dalam diamnya.
Menatap waktu menunjukan pukul sebelas malam Lengkara sontak merebahkan tubuhnya di ranjang king size kamarnya ini. Putaran jarum jam melaju membersamai keheningan malam, membuat katupan mata Lengkara merapat disisi remang dan pening yang Lengkara rasakan, hingga pemuda itu pada akhirnya memejam dalam baringnya.
Sementara di kamar Shada ia sendiri sudah masuk kedalam bunga mimpinya, sampai malam benar-benar menghening seiring putaran jarum jam yang menjadi penanda. Shada yang cukup peka akan suara sontak terjaga kala ia mendengar suara lirih seseorang yang samar-samar dihantarkan angin dan masuk ketelinganya.
Di detik yang sama Shada meloncati tempat tidurnya, satu hal yang terngiang dan menjadi atensinya yakni Lengkara. Shada memakai cardigan untuk menutupi pakaian tidurnya lalu dengan cepat Shada kelua kamar.
“Lengka?” cicit Shada saat pintu kamarnya dibuka, Shada melihat Lengkara berdiri diambang pintu dengan tubuh bergetar dan nafas tak beraturan.
Keringat mengucur di pelipis Lengkara, pemuda itu seolah baru menyelesaikan olah raga padahal ia hanya bangun dari tidurnya.
Shada berlari menerjang tubuh Lengkara yang hampir ambruk jika saja Shada kalah cepat.
“Lengka kamu mimpi lagi?” kata Shada mencoba menenangkan Lengkara yang tengah dihinggapi PTSD nya.
Kambuh PTSD memang kerap pula menyerang penderita lewat mimpi, agaknya mimpi Lengkara sendiri di picu karena percakapan dirinya dengan Cecil akhir-akhir ini.
“Nggak papa, tenang.. itu Cuma mimpi, kamu aman, kita disini!” ucap Shada menepuk-nepuk pelan punggung Lengkara dan menggenggam tangan pemuda itu, mencoba memberikan kekuatan agar Lengkara bisa melewatinya.
Kiranya lima menit berlalu Lengkara sudah cukup bisa menghandel dirinya. Keduanya juga masih duduk diambang pintu kamar Lengkara yang terbuka.
“Lengka?” tanya Shada membuat Lengkara mendongak, tubuh pemuda itu masih bergetar samar dikeadaanya.
“Shad…” lirih Lengkara dengan air matanya yang hendak terjatuh.
“Iya aku disini!”
“Shad…” lirinya lagi memanggil-manggil nama Shada padahal gadis itu ada dihadapannya, padahal pula pemuda itu sempat berkata tidak akan memanggil Shada lagi.
Namun kenyataannya orang pertama yang ia temui adalah Shada.
Nama pertama yang ia sebutkan adalah Shada.
Bahkan kemudian tangan Lengkara menarik tubuh Shada dalam pelukannya!
Lengkara memeluk tubuh Shada dan berulang-ulang melirihkan nama Shada, seolah menjadikan itu sebagai sebuah pengaduan pada Shada.
“Orang tua gue Shad… orang tua gue!”
“Iya.. kenapa?” tanya Shada hati-hati.
Lengkara semakin mengeratkan pelukannya dan berkata
“Mereka di bunuh!”