Mencari Daddy Sugar? Oh no!
Vina Rijayani, mahasiswi 21 tahun, diperhadapkan pada ekonomi sulit, serba berkekurangan ini dan itu. Selain dirinya, ia harus menafkahi dua adiknya yang masih sangat tanggung.
Bimo, presdir kaya dan tampan, menawarkan segala kenyamanan hidup, asal bersedia menjadi seorang sugar baby baginya.
Akankah Vina menerima tawaran Bimo? Yuk, ikuti kisahnya di SUGAR DATING!
Kisah ini hanya fantasi author semata😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Aku Membencimu!
Aku terhempas! Tapi tubuh bagian belakangku tidak sakit saat menghantam kasur mahal milik pria itu.
Sebelum aku bangkit, pria itu sudah menghimpitku dalam kungkungannya.
"Sudah aku bilang, adik-adikmu baik-baik saja!" geramnya. Lalu menarik paksa kemejaku. Kancing yang mengait terputus dan berhamburan kemana-mana.
Jakun tuan Bimo naik turun memandangi dadaku yang kini terekspos.
"Brengsek!" aku memukul dada bidang itu ugal-ugalan, juga mendorongnya dengan sekuat tenaga. Sedikitpun tidak bergerak, seakan bobot tubuh diatasku ini mencapai 180 pon.
"Nikmati kebrengsekanku!" suaranya kembali menggeram. Aku memekik kencang. Tapak tangan besar itu meremas salah satu gundukan bukitku dari balik pembungkusnya, menimbulkan rasa nyeri yang menggigit, sakit sekali.
"Aku membencimu!" raungku.
Tidak sampai disitu, pria brengsek itu dengan kasarnya melucuti satu persatu kain yang melekat ditubuhku.
"Aku benci laki-laki laknat sepertimu!" Bola mataku seakan ingin melompat keluar. Menangis pun aku tak mampu. Ya, aku benar-benar membencinya!
"Perlawananmu membuatku semakin bergairah!"
Aku meringkuk miring, memeluk diriku sendiri yang sudah setengah bugil, menyembunyikan bagian dadaku yang sudah tidak ada pembungkusnya lagi. Hanya kain segitiga dibawah sana yang masih menempel pada tempatnya.
Tubuh besar itu kembali menghimpitku. Mengunci setiap pergerakanku. Mengendus tengkukku bagaikan seekor doggy lapar.
...***...
"Kok nggak dimakan? Bolunya enak lho," Romlah menggigit satu potongan bolu yang ia bawa pulang dari hajatan, berharap dua bocah itu akan menyentuhnya juga.
Keduanya hanya menggeleng.
"Mungkin karena sudah terlalu larut malam ya?" tanyanya, tersenyum lembut memandangi keduanya.
"Pengen nangis, nggak pengen makan," cicit Vaniza langsung tersedu, begitu juga Vino.
"Lho, kok nangis?" kaget Romlah.
"Kangen k-kak Vina, ta-kut kak Vina kenapa-napa. Sudah dua malam ini ka-kak nggak pulang-pulang. Selama ini ti-dak pernah be-gitu. Rasanya ada yang sakit disini Bude," tangis Vaniza, ucapannya tersendat-sendat, sembari menunjuk area ulu hatinya, tangisnya kian pilu, napasnya terlihat mulai sesak.
Vino memeluk tubuh adiknya dari belakang, bocah laki-laki itu juga menangis tidak kalah pilunya mendengar ocehan adiknya.
Romlah memeluk keduanya, ia turut merasakan kesedihan dua bocah itu tanpa sang kakak yang selama ini selalu ada untuk mereka.
Dirinya juga bingung bagaimana bisa bertemu. Sempat beberapa kali coba menelpon tapi tidak diangkat, hanya sms yang dibalas bila ia mengirim pesan.
Jauh dilubuk hatinya, turut mengkhawatir gadis baik itu. Ucapan Anggi dan Sulan kembali menghantui fikirannya. Dengan cepat ia hempaskan fikiran buruk itu, selalu berharap Vina tidak jatuh dalam dunia gelap seperti yang diduga oleh manusia-manusia itu.
"Ayo, kita berdoa saja ya. Kemalangan boleh saja mengintai, tapi orang-orang kesayangan-Nya akan diluputkan dari segala malapetaka oleh sang Penciptanya."
Di meja makan, Romlah memimpin doa kedua bocah itu. Linangan air mata turut mengiringi setiap kata doa yang mereka panjatkan.
...***...
Sekujur tubuhku meremang. Kurasakan bibir basah itu mengabsen satu persatu ruas tulang belakangku.
Duniaku hampir runtuh dibuatnya, saat bibir itu beralih menyambar bibirku, lalu mengobrak-abrik isi dalam mulutku. Aku tersedak, saat lidah panjang tak bertulang itu menyodok tepat dikerongkonganku.
"Akh!!!"
Aku kaget, tersadar dari ketidak berdayanku, begitu mendengar teriakan kesakitan tuan Bimo.
Menatap bingung mulut tuan Bimo penuh cairan merah segar berbau amis.
"Kamu menggigit lidahku?!" tudingnya, masih meringis kesakitan, mengangkat lalu menjauhkan tubuhnya dariku. Sementara darah itu sudah menodai sprei kusut disekitar kami.
Aku masih mematung, telentang dipembaringan.
Mungkin benar, aku tidak sadar telah menggigitnya tadi.
"Itu adalah hukuman untuk pria busuk seperti Tuan!" aku membungkus tubuhku lalu beranjak turun dari ranjang. Tidak perduli dengan kesakitannya yang duduk ditepi pembaringan. Aku masih membencinya, sangat!
"Aku dan adik-adikku, kami anak yatim piatu, Tuan yang berlaku jahat pada kami akan menerima ganjarannya!"
"Mungkin Tuan tidak memiliki keluarga, jadi tidak mengerti hubungan kasih sayang diantara adik dan kakak!"
Bam!!!
Tanpa sadar, aku kembali membanting pintu kamar mandi. Seketika aku panik, gegas memeriksa pintu, takut rubuh lagi.
Bersambung...✍️
✍️Kata untuk hari ini : Disaat tergenting pun, jangan pernah kehilangan harapan. Kita mungkin tidak mampu mengubah keadaan dan menolong diri sendiri karena keterbatasan kita. Tapi ada Satu Pribadi yang tidak terbatas, mampu menciptakan keadaan baru yang lebih baik.
Tetap semangat💪 Jangan lupa bahagia🥰
🤣