Lahir, dan besar, di negara yang terkenal karena budaya tolong menolong terhadap sesama, tanpa sengaja Reina menolong seseorang yang sedang terluka, tepat ketika salju tengah turun, saat dirinya berkunjung ke negara asal ayah kandungnya.
Perbuatan baik, yang nantinya mungkin akan Reina sesali, atau mungkin justru disyukuri.
Karyaku yang kesekian kalinya, Jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Lagi
Reina tidak berani menceritakan pada siapapun tentang kejadian yang dialaminya seminggu lalu, dia takut, jika kejujurannya justru membuat orang disekelilingnya khawatir.
Juga tentang noda darah yang menempel di sweater miliknya, dia langsung mencucinya, begitu sampai rumah malam itu, beruntung Aiko sedang berada di kamar.
Sejak kejadian itu pula, sudah seminggu, Reina tak keluar rumah sama sekali, dia takut, jika perbuatan baiknya justru membawa malapetaka baginya.
Berkali-kali dia merutuki dirinya sendiri, kenapa juga dia tak langsung menghubungi polisi, atau ambulance? Kenapa malah justru dia bak pahlawan kesiangan? Menolong orang dengan luka tusuk, dan wajah babak belur. Padahal berkali-kali Rita, dan Reino mengingatkannya.
Timbul pertanyaan dalam dirinya, Bagaimana jika lelaki itu terlibat dalam jaringan Yakuza? Memikirkannya, membuat kepala Reina berdenyut. Jadi apa yang harus dia lakukan sekarang? Apa lebih baik dia mempercepat kepulangannya?
Reina mengatur nafas, sebelum mengetuk pintu kamar Aiko, "Ma, Aku masuk ya?"
Terdengar sahutan dari dalam sana, dan Reina membuka pintu berwarna cokelat dihadapannya.
"Ada apa, Reina?" tanya Aiko, yang saat ini sedang membaca buku, sembari bersandar di kepala ranjang.
Reina duduk di sisi ranjang, lalu memikat kaki perempuan paruh baya itu, setelah meminta izin terlebih dahulu, "Ma, aku pulang ke Indo ya?" tanyanya, tanpa menatap mama tirinya, lebih tepatnya, dia tak ingin Aiko mencurigai kegelisahannya.
"Kenapa terburu-buru? Bukankah kamu ingin melihat bunga sakura mekar?" tanya Aiko, wanita itu menutup buku yang dibacanya.
Bola mata Reina, menatap langit-langit kamar, dia tengah menyusun kata yang tepat, agar keinginannya untuk segera pergi dari negara ini, terwujud, "Aku kangen sama Mama Rita, dan adikku," jawabnya, "Dan ada salah satu novel yang aku tulis, akan di terbitkan, jadi aku harus segera kembali." itu tidak sepenuhnya berbohong, tapi dia memang tengah mengajukan novelnya untuk naik cetak, tapi belum disetujui, oleh pihak penerbit, itu hanya harapan Reina saja.
Aiko terdiam sejenak, lalu menghela nafas, "Jujur saja, Mama senang kamu di sini, dan Mama sempat berharap agar kamu, bisa tinggal permanen di sini," katanya, "Mama izinkan, tapi bisakah kamu segera kembali kesini lagi? Toh jika kamu kangen dengan Rita, kalian tinggal melakukan panggilan video,"
Reina bahkan tak ada niatan untuk kembali, andai kembali, dia tak ingin berada di kota ini, lebih baik dia berkunjung ke kota, dimana Reina, dan Reiko tinggal. Reina tak ingin berurusan dengan lelaki yang tengah terluka sewaktu itu, ya meskipun hal itu mungkin tak terjadi, karena kota ini terlalu besar.
"Akan aku pikirkan, jadi kapan mama Izinkan aku pulang?"
"Mama diskusikan dulu pada kedua kakak kamu,"
Reina mengangguk, "Baiklah Mama."
***
Sepuluh hari berlalu, Reina terpaksa keluar rumah, karena siang itu, Aiko meminta tolong padanya, untuk membeli kebutuhan dapur, guna mengisi kulkas di rumah. Saat ini, Aiko masih berada di sekolah, tempatnya mengajar.
Meski rasanya malas, tapi demi sang Mama tiri, yang baiknya minta ampun, Reina terpaksa keluar rumah, toh ini siang hari.
Salju menumpuk, di sisi jalan yang dilalui Reina, dia merapatkan Outer cokelat tua, milik Aiko, yang dipinjamnya, guna melapisi sweater bergaris miliknya.
Dia melangkah cepat, menuju supermarket, di salah satu sudut kota, tak jauh dari tempat tinggalnya.
Reina mulai mengisi keranjang belanjanya, sesuai catatan, yang dikirim Aiko melalui pesan, pada gawai miliknya. Dengan cepat, dia mengambil semua barang yang dibutuhkan, lalu segera menuju ke tempat pembayaran.
Dia tak mau terlalu lama berada di luar, walau hari masih siang, dia harus tetap waspada. Saat ditengah perjalanan kembali ke rumah, ponselnya berdering, Reina mengambil benda pipih itu, dari saku dalam outer yang dikenakannya, tertera nama kakak laki-lakinya.
" ... "
"Aku lagi di jalan, abis dari supermarket,"
" ... "
"Iya kak," Reino membahas tentang kepulangannya.
" ... "
"Kata Mama, mau diskusi sama Kakak dulu,"
" ... "
"Oke, terima kasih kak,"
Senyum Reina mengembang, Reino memberinya izin untuk kembali ke tanah air, dan akan segera memesan tiket pesawat.
Senang rasanya, Reina kembali memasukkan ponselnya, pada saku dalam, outer yang dikenakannya. Lalu kembali melangkah, usai tadi sempat berhenti, saat berbicara dengan kakak laki-lakinya.
Baru beberapa langkah, ada seseorang yang menyapa, tapi berhubung Reina pikir, bukan dirinya, dia lebih memilih diam, seraya terus melangkah, hingga pundaknya ditepuk, dan otomatis dia menoleh.
Reina mendapati, sosok tinggi menjulang, dengan pakaian serba hitam, serta masker yang menutupi wajah. Reina mengernyit bingung, seingatnya, dia tak memiliki kenalan, seorang dengan postur tubuh setinggi itu.
Reina mengangguk, seraya menyapa dengan bahasa setempat, "Ada apa, tuan?" tanyanya, meski dirinya dalam kebingungan.
"Bisa kita bicara?" tanya lelaki, dengan suara beratnya.
"Tapi ada keperluan apa ya? Sepertinya kita tidak saling kenal."
Lelaki itu mengambil kantong belanja, yang dipegang Reina, "Tolong ikut, Nona, saya tidak memiliki banyak waktu."
Reina melongo saat lelaki jangkung itu, mengambil alih, belanjaannya, dan barulah dia tersadar, ketika lelaki itu telah berjalan beberapa langkah darinya, "Hei, mau dibawa kemana belanjaan saya?" dengan terpaksa, dia mengikuti.
Langkah panjang itu, berhenti, tepat di mobil sedan berwarna hitam, lalu lelaki itu, membukakan pintu untuknya.
Reina mempercepat langkahnya, guna mengambil alih belanjaan pesanan Aiko, tapi sia-sia saja, karena lelaki asing itu justru memasukannya ke dalam bagasi mobil.
"Jangan menarik perhatian orang sekitar, Nona, atau anda akan mendapatkan masalah," lelaki itu bicara.
Dengan amat sangat terpaksa, Reina menurut, dia duduk di bangku sebelah kemudi, dan mobil mulai melaju, dengan lelaki jangkung itu yang mengemudikannya.
"Jadi siapa anda? Kenapa anda tiba-tiba membawa saya? Apa kita saling mengenal?" tanya Reina.
Lelaki dibalik kemudi itu, membuka maskernya, lalu menoleh sejenak pada Reina, yang kini tengah menatapnya, "Sudah ingat, Nona?"
Reina mendelik, seolah tak percaya dengan apa yang ada dihadapannya, bukan apa-apa, masalahnya, dia baru saja melihat lelaki tampan, yang menurutnya, tertampan sepanjang hidupnya, selama sembilan belas tahun ke belakang. Apa artis ya?
Mobil berhenti, ketika lampu merah menyala. Dan Lelaki itu, mengambil sebuah paper bag, dari jok belakang mobil, lalu memberikan pada Reina, "Saya kembalikan, dan terima kasih telah menyelamatkan nyawa saya, untuk itu, saya berniat memberikan hadiah, sebagai ucapan terima kasih."
Reina melebarkan matanya, mendapati outer miliknya, yang dia ingat, pernah memberikan pada seorang lelaki, dibawah butiran salju pertama, tempo hari.
Astaga, kenapa dari sekian luasnya kota ini, dia bisa bertemu lagi, dengan lelaki yang menurutnya berbahaya, dan selayaknya dia hindari?
"Tapi anda tak perlu memberikan hadiah, bukankah sesama manusia, sudah kewajiban kita, untuk saling menolong? Jadi tolong, turunkan saya didepan."
Sayangnya, permintaan Reina sama sekali tak ditanggapi oleh lelaki tampan, yang kembali melakukan mobil. "Cakep-cakep kupingnya kagak denger," gerutunya dalam bahasa tanah kelahirannya, "Ih gue ngeri, gimana kalau gue diculik, terus organ gue diambil, buat dijual, mana masih perawan lagi," sambungnya, sambil bersungut kesal.
"Apa yang ada bicarakan, Nona?"
"Dih denger juga nih laki," gumamnya pelan, "Oh tidak ada tuan, saya hanya sedang bernyanyi," dustanya, tak mungkin Reina mengaku, jika dirinya tengah gelisah, "Jadi tuan, kemana anda akan membawa saya pergi? Anda tidak ada niatan menculik saya bukan?"
Lelaki asing, yang Reina belum tau namanya, mendadak menyunggingkan senyuman, yang membuat bulu kuduk Reina meremang.
kak knp bukam Ryu aja yg ngidam biar tau rasa...
tp yaa sdhlah, Next kak💪🏻💪🏻🥰🥰