NovelToon NovelToon
Janji Cinta Di Usia Muda

Janji Cinta Di Usia Muda

Status: sedang berlangsung
Genre:Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Anjar Sidik

Dalam novel Janji Cinta di Usia Muda, Aira, seorang gadis sederhana dengan impian besar, mendapati hidupnya berubah drastis saat dijodohkan dengan Raka, pewaris keluarga kaya yang ambisius dan dingin. Pada awalnya, Aira merasa hubungan ini adalah pengekangan, sementara Raka melihatnya sebagai sekadar kewajiban untuk memenuhi ambisi keluarganya. Namun, seiring berjalannya waktu, perlahan perasaan mereka berubah. Ketulusan hati Aira meluluhkan sikap keras Raka, sementara kehadiran Raka mulai memberikan rasa aman dalam hidup Aira.
Ending:
Di akhir cerita, Raka berhasil mengatasi ancaman yang membayangi mereka setelah pertarungan emosional yang menegangkan. Namun, ia menyadari bahwa satu-satunya cara untuk memberikan kebahagiaan sejati pada Aira adalah melepaskan semua kekayaan dan kuasa yang selama ini menjadi sumber konflik dalam hidupnya. Mereka memutuskan untuk hidup sederhana bersama, jauh dari ambisi dan dendam masa lalu, menemukan kebahagiaan dalam cinta yang tulus dan ketenangan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17: Pencarian Kebenaran

Malam itu, Aira duduk di kamarnya yang sunyi, menatap layar ponselnya dengan pikiran yang penuh gejolak. Pesan misterius yang ia terima terakhir kali membuatnya merasa tak tenang. Ia tak tahu siapa yang mengirimnya, tapi pesan itu jelas-jelas membawa ancaman. Ia tahu bahwa ini bukan sekadar permainan—ada seseorang di luar sana yang mengetahui rahasia lebih dari yang bisa ia bayangkan.

Aira mengembuskan napas panjang. Ia tahu bahwa satu-satunya cara untuk melepaskan diri dari teror ini adalah dengan mencari kebenaran. Ia tak bisa terus hidup dalam bayang-bayang ketakutan tanpa tahu siapa yang berada di balik semua ini.

Pagi harinya, di sekolah, Aira memutuskan untuk menemui Adrian dan Raka. Ia butuh bantuan mereka untuk menyusun rencana dalam mencari siapa sebenarnya sosok misterius yang mengirim pesan tersebut.

"Aku rasa seseorang sedang mengawasi gerak-gerikku," kata Aira dengan nada serius saat mereka bertiga duduk di salah satu sudut halaman sekolah. "Aku tak bisa terus-terusan merasa was-was tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi."

Adrian mengangguk, matanya penuh perhatian. "Aira, kamu tidak sendirian dalam hal ini. Jika ada yang ingin menyakitimu, aku dan Raka akan berdiri di sampingmu."

Raka, yang duduk di sebelah Aira, menatapnya dengan tatapan tenang namun tajam. "Kita harus mencari tahu siapa orang ini dan apa motifnya. Apakah kamu ingat ada seseorang yang mungkin menyimpan dendam atau merasa iri padamu?"

Aira terdiam, memikirkan setiap kemungkinan. Namun, tak ada yang terasa masuk akal. Satu-satunya orang yang sempat membuatnya merasa tak aman adalah Beni, tapi ia sudah memastikan bahwa Beni tak lagi berani mendekatinya setelah peristiwa sebelumnya.

"Aku tak tahu, Raka," jawab Aira pelan. "Semuanya terasa seperti teka-teki yang tak kunjung terpecahkan."

Adrian menepuk bahunya dengan lembut, mencoba memberi kekuatan. "Kalau begitu, kita mulai dari lingkaran terdekat. Kita harus mencari tahu apakah ada seseorang yang memiliki informasi tentang ini."

---

Mereka memutuskan untuk mengunjungi kafe tempat biasa mereka berkumpul, tempat di mana Aira sempat menerima pesan misterius pertama kali. Mereka berharap menemukan petunjuk yang bisa mengungkap identitas pengirim pesan tersebut.

Saat mereka tiba, Aira merasakan udara di kafe itu terasa berbeda, lebih mencekam. Ia duduk di kursi biasa, mencoba mengingat saat-saat ketika ia pertama kali menerima pesan tersebut.

Tak lama kemudian, seorang pelayan mendekati meja mereka. Pelayan itu terlihat ragu, namun akhirnya memberanikan diri untuk bicara.

"Maaf, kamu Aira, bukan?"

Aira mengangguk, merasa penasaran. "Iya, benar. Ada apa?"

Pelayan itu tampak gugup. "Ada seseorang yang menitipkan sesuatu untukmu beberapa hari yang lalu. Ia bilang, kamu akan tahu sendiri kapan harus membukanya."

Aira merasa jantungnya berdebar kencang. "Apa yang dia titipkan?"

Pelayan itu menyerahkan sebuah amplop kecil berwarna hitam kepada Aira. Tangan Aira sedikit gemetar saat menerima amplop tersebut. Ada sesuatu yang mengintimidasi dari benda kecil itu.

"Siapa yang menitipkannya?" tanya Adrian dengan nada curiga.

Pelayan itu menggeleng, tampak tak tahu apa-apa. "Maaf, saya tidak terlalu ingat wajahnya. Dia hanya bilang bahwa amplop ini penting dan harus diberikan langsung kepada Aira."

Setelah pelayan itu pergi, Aira membuka amplop tersebut dengan perlahan. Di dalamnya, hanya ada satu lembar kertas dengan tulisan tangan yang rapi namun misterius.

"Kau tidak akan pernah menemukan kebenaran jika kau terus bertanya-tanya. Kebenaran ada di hadapanmu, tapi mungkin bukan seperti yang kau bayangkan."

Aira membaca pesan itu dengan perasaan campur aduk. Apa maksud dari pesan tersebut? Siapa yang mencoba bermain-main dengannya seperti ini?

"Ini... seperti permainan," gumam Aira pelan.

"Permainan atau tidak, orang ini jelas sedang mengawasi setiap langkahmu," ucap Raka dengan nada khawatir. "Ini mulai tidak masuk akal, Aira. Kita perlu mencari tahu lebih dalam."

Adrian, yang dari tadi diam memperhatikan, tampak berpikir keras. "Aira, aku rasa ini lebih dari sekadar ancaman biasa. Seseorang tahu banyak tentang dirimu dan mungkin mereka ingin sesuatu darimu. Mungkin kita harus memikirkan kemungkinan lain... bagaimana kalau ini seseorang dari masa lalumu?"

Aira memutar otaknya, mencoba mengingat apakah ada seseorang yang mungkin merasa tidak puas atau menyimpan dendam dari masa lalunya. Tapi siapa? Semua kenangan yang muncul terasa kabur, seakan ia tak bisa mengingat apapun yang relevan.

"Aku tak tahu, Adrian. Aku tak bisa mengingat siapa yang mungkin merasa seperti itu padaku."

Adrian menatapnya dengan tatapan penuh simpati. "Mungkin ini saatnya kamu kembali melihat ke dalam, Aira. Ingat-ingat lagi setiap orang yang pernah kamu temui atau sakiti tanpa sengaja."

---

Di rumah, malam itu, Aira mencoba merenungkan kata-kata Adrian. Ia menutup matanya, membiarkan pikirannya melayang ke masa lalu. Namun, bayangan yang muncul tak memberikan jawaban yang ia cari.

Saat ia hampir menyerah, ponselnya berdering. Sebuah panggilan dari nomor tak dikenal. Rasa takut menyelimutinya, tapi ia tahu bahwa inilah satu-satunya cara untuk mencari jawaban.

"Halo?" suaranya terdengar sedikit gemetar.

Suara di seberang telepon terdengar lembut, tapi dingin. "Aira, berhentilah mencari sesuatu yang tidak akan kau temukan. Kebenaran ada di hadapanmu, tapi kau tak siap untuk menerimanya."

"Siapa kamu? Apa yang kamu inginkan dariku?" Aira hampir berteriak, frustrasi dengan semua teka-teki ini.

"Aku hanya seseorang yang ingin melihatmu mengingat. Ingat semua yang kau lupakan. Jika tidak, aku yang akan mengingatkanmu dengan cara yang mungkin tak akan kau sukai."

Telepon terputus sebelum Aira sempat menanggapi. Ia terdiam, merasakan hawa dingin yang mengalir melalui tubuhnya. Suara itu terdengar akrab, tapi ia tak tahu dari mana ia mengenal suara itu.

Ketika pagi menjelang, Aira merasa tekadnya semakin kuat. Ia tahu bahwa satu-satunya cara untuk keluar dari bayang-bayang ini adalah dengan menemukan kebenaran, seberapa pun sakitnya. Meski ia harus menghadapi masa lalu yang mungkin akan menghancurkannya.

Dengan rasa tegang bercampur ketidakpastian, Aira pergi menemui Adrian dan Raka. Saat mereka berkumpul lagi, Aira memandang mereka dengan tatapan penuh tekad.

"Aku tak akan menyerah," kata Aira dengan suara tegas. "Aku akan mencari tahu siapa yang mengirim pesan itu, dan aku akan menghadapi apapun yang tersembunyi di balik semua ini."

Adrian tersenyum tipis, tampak bangga dengan keberanian Aira. "Itu baru kamu, Aira. Kami akan mendukungmu sampai akhir."

Raka mengangguk, menepuk bahunya dengan lembut. "Kita akan melalui ini bersama, Aira. Kamu tidak sendirian."

Namun, jauh di dalam hatinya, Aira tahu bahwa pencarian kebenaran ini akan membawa lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Dan di ujung jalan, ia tak tahu apakah ia akan siap menghadapi apa yang menantinya.

Cliffhanger: Di akhir bab, saat Aira pulang ke rumah, ia menemukan sebuah amplop baru di kamarnya, tergeletak di atas meja. Di amplop itu tertulis: "Kebenaran akan membuatmu jatuh, tapi kamu tidak akan punya pilihan."

1
Rika Ananda
maaf ya beb baru sempat buka novel kamu
jhon
keren kk ceritanya 🙂🙂🙂
jhon
keren kk
Pena dua jempol
semangat up nya Thor 🫰🏼
Delita bae
mangat up nya , seru loh cerita nya😇🙏
xXRaNdoM PErsoNxX
Seneng banget nemu cerita ini, buat hari-hariku lebih berwarna! 😄
luhax
Membawa saya dalam petualangan yang menggugah.
Rika Ananda: waaw bagus banget ceritanya
total 1 replies
Tadashi Hamada
ceritanya keren abis! Thor, kamu hebat!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!