Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11: Pertanda Buruk
Aluna memandangi gadis yang ditangkap itu dengan tatapan tak percaya. "Mengapa ini terjadi?" gumamnya dalam hati. Gadis muda itu tampak tak bersalah, namun wajahnya memancarkan tekad yang kuat, seakan ada misi yang harus ia penuhi malam itu. Rasa gelisah Aluna semakin dalam, dan ia bertanya-tanya, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah kejadian-kejadian dalam novelnya akan terus terulang tanpa peduli perubahannya sebagai Seo-Rin?
Saat itu, di tengah suasana yang canggung, penjaga sedikit lengah, dan sesuatu yang tak terduga terjadi dalam sekejap. Gadis yang tadinya berlutut ketakutan itu tiba-tiba berdiri dan berlari menuju Aluna, tangannya menghunus pisau tajam yang disembunyikannya di balik gaun. Gerakannya cepat dan gesit, sementara mata gadis itu menatap Aluna dengan kemarahan yang mendalam, seolah ia memiliki dendam yang membara.
Aluna hanya bisa membeku di tempat, terlalu terkejut untuk bereaksi. Detik-detik berikutnya terasa lambat, ketika gadis itu semakin mendekat dengan pisau terangkat, siap menghunuskan senjata tajam itu ke arah Aluna.
Namun sebelum pisau itu mencapai tubuh Aluna, sebuah bayangan cepat melintas dan memeluknya erat, menghalangi serangan itu. Pangeran Ji-Woon, yang berdiri di sisi lain aula, melihat kejadian tersebut dan langsung berlari ke arah Aluna. Wajahnya dipenuhi kepanikan yang jarang terlihat, dan tanpa pikir panjang ia merengkuh Aluna, menariknya ke pelukan agar terhindar dari serangan tajam.
Sayatan kecil terdengar ketika pisau berhasil menggores lengan Pangeran Ji-Woon yang memeluk Aluna. Ia mendengus menahan sakit, tetapi tetap tak melepaskan pelukannya dari Aluna. “Kau tak apa-apa, Seo-Rin?” bisiknya dengan suara serak, matanya memandang wajah Aluna dengan khawatir.
Sementara itu, Panglima Han yang melihat serangan mendadak tersebut langsung bergerak cepat. Ia menahan tangan gadis itu dengan kekuatan yang tak terbendung, membelokkannya dan mendorong gadis itu ke tanah dengan cekatan. Pisau terjatuh dari tangannya, dan para penjaga segera mengelilingi gadis itu, memastikan ia tak lagi bisa melukai siapa pun. Panglima Han menatap gadis tersebut dengan tatapan tajam, “Siapa kau, dan mengapa kau mencoba menyerang Selir Seo-Rin?”
Gadis itu terdiam, namun tatapan matanya menyiratkan kebencian yang mendalam terhadap Aluna, atau lebih tepatnya, terhadap sosok Seo-Rin. Ia menggigit bibirnya, seolah enggan menjawab pertanyaan tersebut, dan matanya tetap tertuju pada Aluna dengan kebencian yang membara.
Para tamu yang tadinya bercengkerama kini mulai berbisik-bisik, menciptakan suasana penuh spekulasi dan kegemparan. Mereka menatap Aluna dengan berbagai ekspresi, sebagian bersimpati, sebagian lagi heran mengapa seorang selir menjadi sasaran serangan. Aluna merasa seluruh tatapan itu seolah menekannya, membuatnya semakin tak nyaman.
Di tengah keramaian itu, Pangeran Ji-Woon menenangkan Aluna, perlahan melepaskan pelukannya dan mengangguk pada para prajurit, memberi isyarat untuk membawa gadis itu pergi dan menginterogasinya di tempat terpisah. Sementara itu, Panglima Han tetap berada di sisi Aluna, memberikan rasa aman dan menenangkan.
Pangeran Ji-Woon memeriksa lukanya, namun ia tampak tak peduli pada rasa sakit itu. Matanya fokus pada Aluna, memastikan keadaannya. “Seo-Rin … apakah kau baik-baik saja? Mengapa gadis itu menyerangmu?”
Aluna hanya bisa menunduk, hatinya berkecamuk. Ia tidak tahu jawaban pasti untuk pertanyaan itu, tetapi yang jelas, ada sesuatu yang tak beres. Gadis itu tidak mungkin menyerangnya tanpa alasan, dan ingatannya tentang kejadian serupa dalam novelnya kembali menghantuinya.
Ia menggenggam tangan Pangeran Ji-Woon yang terluka, dengan perasaan bersalah. “Maafkan aku, Yang Mulia … aku … aku tidak tahu mengapa semua ini terjadi.” Aluna berbisik dengan nada penuh ketakutan dan kebingungan. Di satu sisi, ia merasa bersalah karena tanpa sadar menyeret orang-orang dalam bahaya. Namun di sisi lain, ia semakin yakin bahwa ada kekuatan yang membuat semua kejadian dalam novelnya terus terulang, seolah-olah dirinya terjebak dalam kisah yang tak bisa ia ubah sepenuhnya.
Pangeran Ji-Woon memegang tangan Aluna dengan lembut. “Jangan khawatir. Aku akan memastikan keselamatanmu, apapun yang terjadi.” Ia menatap dalam-dalam, seolah ingin menenangkan hatinya yang resah.
Panglima Han, yang sejak tadi mengamati, kemudian berkata dengan nada tegas, “Yang Mulia, saya akan menyelidiki lebih jauh siapa dalang di balik insiden ini. Gadis itu pasti dikirim oleh seseorang. Saya tidak akan membiarkan siapa pun membahayakan Selir Seo-Rin.”
Pangeran Ji-Woon mengangguk setuju, dan dengan suara rendah ia berpesan pada Panglima Han, “Lakukan apa yang harus kau lakukan, Han. Aku ingin tahu siapa yang berani melakukan ini.”
Aluna hanya bisa menghela napas panjang, merasa semakin terjebak dalam pusaran takdir yang tak terduga. Ia tahu, malam ini adalah pertanda bahwa banyak hal dari novel yang tak bisa ia hindari begitu saja. Namun, ia bersumpah dalam hatinya untuk mencoba memahami lebih jauh apa yang sebenarnya sedang terjadi.
*
Berita serangan terhadap Seo-Rin menyebar cepat ke seluruh penjuru istana, tak terkecuali ke Paviliun Ratu. Gemuruh amarah terdengar ketika Ratu mengetahui insiden tersebut, dan tanpa menunggu lama, ia langsung memerintahkan pelayan untuk membawanya ke paviliun Seo-Rin.
Saat tiba di kamar Seo-Rin, tanpa basa-basi Ratu menerobos masuk dengan tatapan tajam dan penuh kemarahan. Pelayan-pelayan Seo-Rin terlihat cemas dan tak berani menatap langsung ke arah Ratu, sementara Aluna, yang masih duduk di tepi ranjang, hanya bisa menatap dengan gugup. Dalam hatinya, Aluna sudah bisa menebak bahwa Ratu tak akan membiarkannya tenang setelah kejadian ini.
"Seo-Rin!" suara Ratu menggema di dalam ruangan, dingin dan penuh tekanan. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kau telah membuat musuh di luar sana hingga seseorang begitu berani mencoba menyerangmu di tengah pesta kerajaan?”
Aluna menunduk, mencoba menyusun jawaban yang tak menimbulkan kemarahan lebih lanjut. “Maafkan saya, Yang Mulia. Saya sendiri tidak mengerti mengapa hal ini bisa terjadi. Saya tak mengenal gadis itu, dan tidak tahu apa alasannya.”
Ratu menghela napas panjang, tatapannya tak bergeming dari Aluna. “Selir yang menciptakan masalah di dalam istana akan membawa bencana bagi keluarga kerajaan! Kau tahu apa dampaknya jika berita ini menyebar? Banyak yang akan menganggap ini sebagai tanda kelemahan kita!”
Di saat yang sama, Aluna menyadari betapa genting posisinya. Ratu tidak hanya marah, tetapi juga kecewa karena insiden ini bisa mencoreng citra keluarga kerajaan, terutama posisi Pangeran Ji-Woon yang seharusnya kuat dan tak tergoyahkan. Ratu menatap Aluna dengan penuh evaluasi, seakan menimbang apakah kehadirannya sebagai selir lebih banyak membawa keuntungan atau malah menjadi ancaman.
Sementara itu, di paviliun lain, Pangeran Ji-Woon sedang duduk di kursi, menahan nyeri ketika tabib perlahan membersihkan dan merawat luka di lengannya. Di sampingnya, Putri Kang-Ji duduk dengan ekspresi tegang, namun senyum tipis tersungging di wajahnya, seakan menikmati kenyataan bahwa kejadian buruk telah menimpa Seo-Rin. Baginya, insiden ini adalah celah untuk menunjukkan bahwa Seo-Rin hanyalah sumber masalah.
“Yang Mulia, luka Anda tidak terlalu dalam, tetapi sebaiknya Anda beristirahat dan menghindari gerakan yang berlebihan,” ujar tabib sambil membalut luka tersebut dengan hati-hati.
Putri Kang-Ji menatap Pangeran Ji-Woon dengan penuh perhatian, mendekat dengan senyum halus. “Yang Mulia, mungkin ada baiknya menghindari orang-orang yang bisa menimbulkan bahaya seperti ini di istana. Saya sangat mengkhawatirkan keselamatan Anda.”
Pangeran Ji-Woon mengalihkan pandangannya, ekspresinya dingin. “Seo-Rin bukanlah masalah, dan aku yang akan memastikan keamanannya,” ucapnya singkat, menyiratkan keteguhan hatinya untuk melindungi selirnya meski insiden ini menimbulkan kecurigaan. Ia merasa bahwa serangan terhadap Seo-Rin adalah tanda adanya sesuatu yang lebih besar, mungkin musuh tersembunyi di dalam istana yang hendak merongrong keluarganya.
Kang-Ji berusaha menahan kejengkelannya, namun ia tak bisa mengelak dari rasa iri yang membara. “Tentu saja, Yang Mulia. Saya hanya berharap tidak ada lagi masalah serupa yang terjadi di masa depan.”
Pangeran Ji-Woon berdiri, memberi isyarat pada tabib bahwa ia sudah cukup dirawat, lalu memutuskan untuk menemui Seo-Rin secara langsung, mengabaikan saran untuk beristirahat. Namun, sebelum ia sempat meninggalkan paviliunnya, Ratu tiba dengan langkah tegas dan memblokir jalannya.
“Ji-Woon,” suara Ratu tegas. “Kau terlalu cepat melibatkan perasaanmu pada Seo-Rin, hingga membahayakan dirimu sendiri dan citra kerajaan. Kau tak menyadari konsekuensi dari semua ini?”
Pangeran Ji-Woon menatap Ratu dengan tatapan tenang namun penuh determinasi. “Yang Mulia, saya akan melindungi Seo-Rin, apapun risikonya. Jika ada yang mencoba menyakitinya, itu sama saja mereka menantang saya secara langsung.”
Ratu terdiam sejenak, lalu menatap putranya dengan sorot mata penuh kekhawatiran. “Jika kau terus bersikap seperti ini, kau hanya akan melemahkan kedudukanmu sendiri, Ji-Woon. Ingat, sebagai penerus tahta, keselamatanmu adalah prioritas utama.”
Kang-Ji menatap dari kejauhan, menahan senyum puas melihat Ratu berpihak padanya. Namun dalam hatinya, ia tahu bahwa posisi Seo-Rin belum sepenuhnya tergeser, apalagi dengan tekad kuat Pangeran Ji-Woon yang tak menunjukkan tanda-tanda surut.
Di sisi lain, Aluna masih terdiam di kamar, memikirkan apa yang baru saja terjadi. Ia sadar bahwa konflik di dalam istana ini tidak akan berhenti hanya karena satu insiden. Dengan tekad baru, Aluna berjanji pada dirinya sendiri untuk mencari tahu siapa yang berada di balik serangan itu dan menjaga dirinya agar tidak semakin tenggelam dalam bahaya istana yang penuh intrik.
Bersambung >>>