Leuina harus di nomor duakan oleh ibunya. Sang ibu lebih memilih kakak kembarnya.yang berjenis.kelamin pria. Semua nilainya diakui sebagai milik saudara kembarnya itu.
Gadis itu memilih pergi dan sekolah di asrama khusus putri. Selama lima tahun ia diabaikan. Semua orang.jadi menghinanya karena ia jadi tak memiliki apa-apa.
bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENYAMAR
Lueina menyuapi ibunya makan, begitu juga sebaliknya. Keduanya makan satu piring berdua. Ludwina yang tidak berselera makan setelah kepergian Louis secara tragis, kini makan dengan lahap.
"Mama mau nambah?" Ludwina menggeleng.
"Mama, kenyang sayang," jawabnya.
"Aku juga kenyang," sahut Luein lalu keduanya pun tersenyum.
Deon begitu bahagia melihat istrinya makan dengan lahap, begitu juga Matilda. Wanita itu sengaja memasak enak siang ini.
"Sayang, kau akan tinggal di sini lagi kan?" tanya Wina hati-hati.
Luein terdiam. Ia memang memikirkan itu dari tadi. Tetapi, ia masih ingin bersembunyi sebagai orang miskin.
"Sayang," panggil Deon.
"Sebenarnya. Aku masih ingin seperti ini. Hidup miskin, dengan miskin, aku bisa melihat orang sekelilingku dengan wajah aslinya," jawab Luien menjelaskan.
Wina terdiam, ia sangat sedih jika putrinya meninggalkannya lagi. Luein memeluk ibunya.
"Mam, aku akan tetap datang setiap dua minggu sekali," ujarnya.
"Kenapa harus begitu. Kenapa tidak tiap hari?" tanya sang ibu sedih.
"Mam ...."
"Sudah tidak apa-apa sayang. Yang penting kita tau dia baik-baik saja. Aku akan tempatkan beberapa orang kepercayaanku untuk menjaganya secara diam-diam," putus Deon tegas.
Wina tak membantah. Dengan berat hati, ia mengikuti apa keinginan putri dan suaminya.
"Baiklah. Tetapi, kenapa kau tak menetap di penthouse yang kami berikan?" tanyanya kemudian, "bahkan mobil yang kau pakai keluaran lama?"
"Mam, apartemen itu sudah seperti rumahku selama nyaris tiga tahun ini. Bahkan aku mengenal baik pemiliknya yang berhati malaikat," jelas Luien mengemukakan alasannya.
"Di sana juga ada tetangga yang sangat aku sayang, ia sudah begitu tua, namun masih menunggu kedatangan putranya selama lima belas tahun," lanjutnya.
"Kalau begitu, kita bayar penuh apartemen mu," usul Wina.
"Mama, kan aku orang miskin ... please," Luein meminta ibunya mengerti.
"Sayang ... aku menjadi merasa bersalah," rengek Wina.
"Tidak, Ma ... kau tidak salah, malah aku berterima kasih telah mengabaikanku dan tak memberiku uang. Semua orang yang baik tiba-tiba memusuhi dan menghinaku. Hanya ada satu dua orang yang masih setia denganku," jelas Luien.
"Sayang," Wina memeluk putrinya erat.
Deon tersenyum mendengar penjelasan anak gadisnya. Ia akan mendukung penuh apa pun keputusan Luein dengan hidupnya.
"Berarti ketika kita bertemu di luar, apakah harus seperti kemarin, tidak saling mengenal?" tanya Deon.
"Jadi, kau sudah bertemu dengannya?" tanya Wina kaget.
"Iya, jika tidak aku tak mungkin datang ke sini, Ma," jawab Luien. "Dan aku datang karena ingin tahu tentang kematian Louis."
"Mama sudah mengatakannya kan, jika saudara kembarmu itu meninggal karena Mama," cicit Wina lirih.
"Ma ... sudahlah, kita tak usah ingat itu lagi ya," ujar Luien menenangkan ibunya.
Deon juga ikut sedih. Karena ikut andil penyebab kematian putranya itu. Luein pun mencium pipi ayahnya tiba-tiba hingga pria itu terkejut, lalu kemudian ia pun tersenyum.
"Tolong jangan sedih lagi. Kita kirimkan doa untuk Louis agar ia hidup tenang di sana," ujar Luein menenangkan kedua orang tuanya.
Deon dan Ludwina pun mengangguk tanda setuju. Mereka memang harus mendoakan arwah putranya agar tenang di alam sana. Mereka juga harus melakukan pengakuan dosa karena hal itu.
'Kau menginap kan sayang?" tanya Deon.
"Ya, aku menginap. Tapi aku ingin tidur di kamarku dulu, apa masih ada?" tanya Luein sambil tersenyum.
"Apakah aku begitu kejam hingga melenyapkan kamar putriku sendiri?" tanya Wina kesal.
"Maaf, Mama. Aku hanya bercanda," pinta Luein merasa bersalah.
Gadis itu langsung duduk di pangkuan ibunya, merajuk meminta maaf. Wina pun menghukum anak gadisnya dengan menggelitik dengan ciuman di perut Luien, hingga tergelak.
"Mama ... ampun .. hahahaha .. ampun!" jerit Luien tertawa meminta ampun.
Deon ikut tertawa melihat hal itu. Ia pun mencium istri dan putrinya. Ia begitu bahagia, setelah sekian lama hidup dalam kesedihan, setelah kehilangan putranya ia pun nyaris kehilangan putrinya.
Sedang di tempat lain. Adrian dan Victor telah sadar dari obat bius yang membuat diri mereka tak sadar.
"Aku bersumpah, Kak. Aku minum minuman biasa Rocky buat. Dan dia tak akan berani menaruh sesuatu di minuman itu!" ucap Adrian setelah mengingat kejadian sebelumnya.
"Ya, Tu ... Kak. Aku menjadi saksinya. Aku rasa, kita tak sadarkan diri setelah Tuan Xavier Thomas merokok," sahut Vic mengingat kejadiannya.
Alex juga sangat yakin itu. Sayang, kamera pengintai ketika kejadian sengaja dirusak oleh musuh. Dokter juga mengatakan, tidak ada hal buruk yang terjadi pada tubuh kedua adiknya itu.
"Sepertinya mereka tidak sengaja menghirup chlorofrom," jelas dokter. "Tetapi untuk lebih jelasnya, sebaiknya mereka di cek secara seksama di rumah sakit."
"Kita ke rumah sakit," ajak Alex tak bisa dibantah.
Adrian dan Vic menurut. Mereka sangat geram dengan Xavier Thomas. Pria itu begitu ngotot tadi malam agar kerjasama di tanda tangani. Kerjasama yang tidak begitu menguntungkan Adrian, bahkan ia sangat yakin jika proyek Xavier adalah palsu.
"Lalu bagaimana dengan Tuan Thomas?" tanya Vic.
"Itu sedang kuurus. Kau tahu, Samuel mendapat empat wanita dalam keadaan bugil di kamar ini dan tengah melucuti baju kalian," jelas Alex dengan nada marah.
Tiba-tiba Samuel masuk dengan wajah tegang.
"Tuan, Tuan Thomas kami temukan tewas tertembak di kepalanya!" lapor pria itu.
"Apa kau yakin itu bukan bunuh diri?" tanya Adrian.
"Tidak, karena senjatanya bukan kaliber peluru yang bersarang di kepalanya," jelas Samuel.
"Bagaimana kau ta ... ah kau kan masternya senjata," sahut Vic meralat kata-katanya ketika mendengar penjelasan Samuel.
Samuel Barack, pria keturunan Amerika-Afrika ini, adalah mantan sniper yang biasa menembak orang dari jauh. Ia sangat ahli dalam persenjataan. Bahkan ia tahu, jenis peluru yang bisa hilang setelah masuk ke tubuh orang. Alex menjulukinya dewa senjata.
"Lalu apa lagi yang kau temukan?" tanya Alex kini.
"Ada beberapa berkas yang dibakar, semua pelayan tewas diracun, begitu juga anak dan istrinya," jelas Samuel.
"Tunggu ... tunggu Anak dan istrinya, katamu?" Samuel mengangguk.
"Semua anaknya?" Samuel berpikir sejenak. Ia tidak melihat secara keseluruhan tadi.
"Kau tahu dia memiliki tiga anak laki-laki," jelas Alex lagi.
"Saya akan meminta seseorang memastikannya Tuan," sahut Samuel lalu membungkuk hormat.
"Pastikan semuanya. Aku rasa ada sesuatu yang tersembunyi di balik ini semua. Libatkan aparat yang biasa berhadapan dengan mafia!" titahnya tegas. "Sisanya habisi!"
"Baik Tuan!"
Samuel pun pergi melaksanakan tugas yang diberikan atasannya. Kemudian ia pun membawa dua adiknya ke rumah sakit.
"Kak, apa kau yakin menghabisi semuanya?' tanya Vic, "Kita biarkan satu atau dua orang lolos, untuk memancing mereka mengejar korban yang lolos ini!"
"Idemu bagus juga, baiklah aku akan meloloskan manager bar sialan itu. Sepertinya ia mengenal sosok lain dari Thomas yang memerintahkannya," ucap Alex menyetujui saran dari Vic.
Bersambung.
next?